Waktu dan Pilihan: Hikmah dalam Arus Kehidupan

Waktu adalah kekayaan paling berharga yang diberikan kepada manusia, namun ironisnya, ia sering disia-siakan.

Oleh Rizal Tanjung

HIDUP adalah perjalanan tanpa peta yang pasti. Kita melangkah dari satu titik ke titik berikutnya, diiringi oleh detak waktu yang tak pernah lelah berlari. Sejak kita membuka mata di pagi hari hingga malam menutup kelopak cahaya, satu hal yang selalu menemani kita adalah waktu. Waktu yang terus mengalir, tanpa jeda, tanpa menunggu. Ia adalah misteri yang paling setia, sahabat yang paling jujur, dan guru yang paling sabar. Namun, di tengah arus waktu yang tiada henti, ada satu hal yang menjadi hak penuh kita: pilihan.

Manusia adalah makhluk yang dianugerahi kebebasan untuk memilih. Kita tidak bisa menghentikan waktu, tetapi kita bisa memilih bagaimana menggunakannya. Kita tidak bisa mengembalikan detik yang telah berlalu, tetapi kita bisa menentukan bagaimana detik berikutnya akan dijalani. Di sinilah letak keindahan dan tantangan kehidupan: kita bukan hanya pengikut arus, tetapi juga nahkoda dalam lautan kemungkinan.

Waktu: Sebuah Harta yang Tak Ternilai

Waktu adalah kekayaan paling berharga yang diberikan kepada manusia, namun ironisnya, ia sering disia-siakan. Kita terbuai dalam kebiasaan menunda, berpikir bahwa esok masih ada, bahwa kesempatan akan selalu datang kembali. Padahal, waktu bukanlah sungai yang berputar kembali ke sumbernya. Ia lebih mirip anak panah yang melesat lurus, tanpa bisa dipegang kembali.

Setiap hari, kita diberikan jumlah waktu yang sama—24 jam, 1.440 menit, 86.400 detik. Tidak lebih, tidak kurang. Tidak ada yang mendapatkan keistimewaan, tidak ada yang mendapat tambahan. Yang membedakan seseorang dengan yang lain bukanlah jumlah waktu yang dimiliki, tetapi bagaimana ia memanfaatkannya. Ada yang menjadikan setiap detik sebagai batu pijakan menuju impian, ada pula yang membiarkan waktu berlalu tanpa makna.

Banyak orang yang menyesali waktu yang telah terlewat. “Seandainya aku bisa kembali ke masa lalu,” ujar mereka. Namun, waktu tidak pernah menoleh ke belakang. Ia terus berjalan, meninggalkan mereka yang hanya hidup dalam bayang-bayang penyesalan. Kesadaran ini seharusnya menjadi pemantik untuk menjalani hidup dengan lebih sadar, lebih bermakna.

Pilihan: Jalan yang Kita Tentukan Sendiri

Jika waktu adalah lautan, maka pilihan adalah arah layar yang kita bentangkan. Setiap pilihan yang kita buat adalah benih yang kita tanam di ladang kehidupan. Beberapa pilihan akan mudah, seperti memilih apa yang akan kita makan hari ini atau pakaian yang akan kita kenakan. Namun, ada juga pilihan yang lebih berat—memilih antara bertahan atau melepaskan, memilih antara berdiam dalam zona nyaman atau melangkah ke dalam ketidakpastian demi pertumbuhan.

Pilihan adalah cerminan dari siapa diri kita. Dalam setiap keputusan, kita mengukir jejak yang akan membentuk masa depan. Ada orang yang memilih untuk mengisi waktunya dengan hal-hal yang berarti, ada pula yang memilih untuk larut dalam kebiasaan tanpa arah. Ada yang memilih untuk membangun, ada yang memilih untuk merusak. Ada yang memilih untuk terus belajar, ada pula yang membiarkan diri tenggelam dalam kebodohan yang disengaja.

Hidup tidak selalu memberikan pilihan yang mudah. Terkadang, kita harus memilih antara dua hal yang sama-sama menyakitkan. Terkadang, kita harus meninggalkan sesuatu yang kita cintai demi sesuatu yang lebih baik di masa depan. Dan sering kali, kita ragu: apakah pilihan yang kita buat sudah benar?

Namun, kehidupan bukanlah tentang memilih tanpa kesalahan. Ia adalah tentang berani memilih, dan bertanggung jawab atas pilihan tersebut. Kita tidak bisa menghindari kesalahan, tetapi kita bisa belajar darinya. Kita tidak bisa mengubah masa lalu, tetapi kita bisa menentukan masa depan.

Menjadi Bijak dalam Menjalani Waktu dan Pilihan

Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang datang begitu saja, melainkan sesuatu yang dibangun dari pengalaman, refleksi, dan keberanian untuk berubah. Menjadi bijak dalam menyikapi waktu berarti menyadari bahwa setiap detik adalah kesempatan. Kesempatan untuk mencintai lebih dalam, untuk belajar lebih banyak, untuk memperbaiki kesalahan, untuk membangun sesuatu yang bermakna.

Menjadi bijak dalam memilih berarti tidak tergesa-gesa, tetapi juga tidak berlarut dalam keraguan. Ia berarti mendengarkan suara hati, tetapi juga mempertimbangkan konsekuensi. Ia berarti berani mengatakan “ya” pada hal-hal yang membawa kita lebih dekat pada versi terbaik diri kita, dan berani mengatakan “tidak” pada hal-hal yang hanya menghabiskan waktu tanpa memberi nilai.

Dalam dunia yang penuh distraksi, kita sering kali terjebak dalam ilusi kesibukan. Kita merasa sibuk, tetapi apakah kita benar-benar produktif? Kita menghabiskan waktu berjam-jam di layar ponsel, tetapi apakah itu membawa kita lebih dekat pada tujuan kita? Kita mengikuti arus tanpa bertanya, apakah arus ini benar-benar menuju tempat yang kita inginkan?

Pada akhirnya, hidup kita tidak akan diukur dari seberapa banyak waktu yang kita habiskan, tetapi bagaimana kita menggunakannya. Bukan tentang seberapa lama kita hidup, tetapi seberapa dalam kita hidup.

Kesimpulan: Mengukir Hidup dengan Kesadaran

Hidup ini singkat, dan waktu adalah anugerah yang harus dimanfaatkan dengan penuh kesadaran. Kita tidak dapat mengendalikan waktu, tetapi kita bisa mengendalikan bagaimana kita mengisi waktu itu. Kita tidak bisa mengulang pilihan yang telah dibuat, tetapi kita bisa belajar dari setiap langkah yang kita ambil.

Maka, jadilah penjaga waktu yang bijak. Gunakan setiap detik untuk hal yang berarti. Jangan biarkan waktu berlalu sia-sia, jangan biarkan pilihan dibuat tanpa pertimbangan. Sebab yang kita miliki hanyalah dua hal: waktu yang terus berjalan, dan pilihan yang menentukan arah masa depan.

Jika hari ini adalah lembaran terakhir dalam buku kehidupan kita, pastikan kita telah menuliskannya dengan indah. Sebab hidup bukanlah tentang berapa lama kita ada di dunia, tetapi tentang bagaimana kita membuat dunia ini sedikit lebih baik karena keberadaan kita. []

Rizal Tanjung, seniman/budayawan Sumatera Barat.

Penulis: Rizal Tanjung

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan