Oleh Ilhamdi Sulaiman

Ari Speed seorang korlap demo mahasiswa. Teman teman seangkatannya di organisasi yang menambah “Speed” di belakang namanya. Ia dikenal karena kecepatannya bergerak dan mengambil keputusan dalam hal-hal genting.

Pada saat demonstrasi ke gedung wakil rakyat kemarin, ia lenyap dari kelompok ribuan mahasiswa dan elemen masyarakat yang berdemonstrasi saat itu.

Hingga malam hari setelah waktu demo selesai, ia pun tak kembali pada kelompoknya. Teman-teman saling menatap gusar karena hilangnya korlap yang mengomandoi mereka.

Seluruh demonstran mencari informasi keberadaannya. Namun, tak seorang pun yang dapat memberikan informasi keberadaannya.

Tiba-tiba seorang pedagang asongan yang berada di arena demo berbisik pada seorang wanita dengan jaket berwarna kuning sebagai identitas kelompoknya. Wanita itu dari universitas ternama di negeri ini rupanya.

“Neng, tadi ada yang dipukuli aparat laki-laki berbaju hitam. Ia dipukuli beberapa polisi tapi pemuda itu tetap bertahan tak mau menyerah. Ia berusaha melepaskan diri ketika aparat menggotongnya beramai-ramai ke dalam truk abu-abu itu. Ia meloncat naik ke atas atap truk, lalu seorang polisi mengejarnya ke atas. Mereka duel satu lawan satu. Asyik juga melihatnya. Ketika mereka berduel, beberapa polisi juga membantu temannya. Mereka naik ke atas truk mengeroyok pemuda itu. Lalu mereka masukkan lagi ke dalam truk. Dengan tangan diborgol, pemuda itu tak dapat berbuat apa-apa. Mukanya lebam, bibir dan pelipis matanya berdarah, dibawa dengan truk, tapi saya tak tahu dibawa ke mana,” kata pedagang asongan setengah berbisik kepada perempuan pendemo itu.

“O ya, Pak. Terima kasih informasinya, ya.” Wanita yang dipanggil itu berterima kasih kepada bapak penjual asongan.

“Tapi jangan bilang saya yang ngasih tahu ke Neng, ya. Saya takut terbawa-bawa.” Pedagang itu memohon.

“Ya, Pak. Saya paham.”

Seluruh media yang ada memberitakan perkelahian dan hilangnya seorang pendemo kemarin. Masyarakat heboh di dunia maya. Facebook, Instagram, TikTok, juga menghiasi dunia digital saat ini.

Di ruangan tanpa cahaya, Ari Speed tergeletak tak bisa berdiri sama sekali. Selain mukanya yang penuh darah, kakinya juga patah rupanya.

Dalam kesendirian, dalam ruangan tanpa cahaya, Ari Speed hanya mampu berteriak saja.

“Bapak mungkin pikir aku takut. Mungkin pikir aku bakal menyerah, bakal teriak ‘saya salah, saya bayar!’ Tapi sayangnya, Pak… aku tidak dijual. Aku tidak bisa dibeli! Pukul aku sepuasnya! Hancurkan tubuhku! Tapi dengarkan ini: Aku bukan satu-satunya. Kami tidak sendiri. Di luar sana, suara lain sedang bangkit. Dan kalian? Kalian hanya bisa memukul dalam gelap, karena kalian tahu… kalian takut cahaya.”

Sudah satu minggu peristiwa itu terjadi. Masyarakat telah melupakannya. UUD Revisi itu sudah ketuk palu di parlemen.

Namun, perjuangan belum selesai. Kebodohan dan kesewenang-wenangan jabatan tidak akan dibiarkan oleh para demonstran.

27 Ramadhan 1447.

Ilhamdi Sulaiman, seniman.

Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan Bing Image Creator.

Penulis: Ilhamdi Sulaiman

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan