Tim Formatur Terbentuk, Dewan Kesenian Sumatera Barat Bangkit dari “Mati Suri”

Pemilihan pengurus DKSB yang baru belum sampai ke titik temu. Forum menunggu hasil rapat tim formatur yang telah dibentuk.

PADANG, majalahelipsis.id—Dewan Kesenian Sumatera Barat (DKSB) bangkit dari “mati suri” seiring terbentuknya tim formatur untuk pemilihan pengurus baru.

Proses ini difasilitasi Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat dalam sebuah rapat yang digelar Kamis (9/1/2025) di Ruang Pertemuan Lantai III Gedung Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.

Rapat yang dipimpin Abdullah Khusairi dan Viveri Yudi memutuskan pembentukan kepengurusan melalui tim formatur setelah opsi pemilihan secara aklamasi gagal tercapai.

Dalam opsi pertama, beberapa nama direkomendasikan untuk memimpin DKSB, namun terjadi penolakan di antara para calon, sehingga tidak tercapai kesepakatan.

Tim formatur yang dibentuk terdiri dari Musra Dahrizal, Ery Mefri, Yulizal Yunus, Andria Catri Tamsin, M. Ishak Fahmi, Muhammad Subhan, Yeyen Kiram, Viveri Yudhi, Rizal Tanjung, Aprimas, Iswandi, Syarifuddin Arifin, dan Abdullah Khusairi.

Dr. Abdullah Khusairi, M.A., memimpin rapat pembentukan kepengurusan DKSB. (Foto: Majalah elipsis)

Tim ini akan menggelar rapat lanjutan dalam waktu dekat dengan difasilitasi Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat.

Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat, Jefrinal Arifin, SH, M.Si., dalam sambutannya membuka rapat itu menyatakan bahwa pertemuan ini tindak lanjut dari rapat pada tanggal 6 Desember 2024. Rapat tersebut bertujuan untuk menghidupkan kembali DKSB yang sudah lama vakum.

“Pembentukan kepengurusan baru sepenuhnya diserahkan kepada seniman yang hadir, sedangkan Dinas Kebudayaan hanya memfasilitasi,” ujar Jefrinal.

Ia juga menambahkan bahwa perhatian dari Menteri Kebudayaan RI terhadap Sumatera Barat sangat baik, terbukti dengan penghargaan perak yang diterima provinsi ini. Dia berharap Sumatera Barat dapat meraih penghargaan emas di masa mendatang dan akan berupaya semaksimal mungkin melakukan berbagai gebrakan di bidang kebudayaan.

“Dukungan dewan kesenian di kemudian hari turut memberi andil suksesnya pemajuan kebudayaan di Sumatera Barat,” ungkapnya.

Viveri Yudi, salah satu seniman yang hadir, mengungkapkan bahwa DKSB secara kepengurusan telah terhenti sejak 2011. Banyak seniman dan budayawan mengusulkan agar Dinas Kebudayaan memfasilitasi pembentukan kembali DKSB. Rapat pertama dilaksanakan pada 6 Desember 2024, yang kemudian dilanjutkan pada 9 Januari 2025.

Surat undangan Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat nomor 400.6/1/Senbud/I/2025 mencatat 51 seniman yang diundang, termasuk Syarifuddin Arifin, Rizal Tanjung, Ery Mefri, Viveri Yudi, Andrea C. Tamsin, Trikora Irianto, Dadang Leona, Yeyen Kiram, Angga Mefry, M. Ishak Fahmi, Nasrul Azwar, Muhammad Subhan, Indra Utama, Kamal Guci, Musra Dahrizal Katik, Khairul Jasmi, Yulizal Yunus, Abdullah Khusairi, Endut Ahadiat, Armeyn Sufhasril, dan lainnya.

Budayawan Yulizal Yunus berharap DKSB dapat kembali aktif dan berperan dalam pemajuan kesenian di Sumatera Barat. Ia mengingatkan akan tim-tim besar yang pernah menjadi bagian dari DKSB dan mengharapkan keberhasilan tim formatur saat ini. Tim-tim dimaksud adalah Tim 15, Tim 30, dan saat ini Tim 51 sebagai sebutan lain dari jumlah seniman yang terlibat.

Musra Dahrizal menyoroti pentingnya anggaran yang memadai untuk mendukung operasional DKSB. Ia mengingat masa lalu di mana DKSB pernah mendapat bantuan dana yang signifikan, namun kemudian berkurang. Ia juga menyinggung kurangnya perhatian terhadap sastra Minangkabau dalam kegiatan DKSB sebelumnya.

Maestro tari Ery Mefri menekankan pentingnya persiapan matang dalam pembentukan kepengurusan baru. Ia mengusulkan agar DKSB berfungsi sebagai pemberi masukan dan rekomendasi, bukan sebagai penyelenggara program yang bersaing dengan Dinas Kebudayaan. Sependapat dengan Ery Mefri, M. Ishak Fahmi dan Indra Utama berpandangan yang sama.

Sementara Budayawan Rizal Tanjung menegaskan pentingnya melibatkan berbagai pihak dalam pembentukan DKSB untuk menciptakan kebijakan budaya yang inklusif. Ia juga mengusulkan agar ketua DKSB berasal dari generasi muda yang energik dan memiliki kapasitas.

Penyair Syarifuddin Arifin mengungkapkan, DKSB pernah dipimpin empat seniman pada beberapa periode sebelumnya, di antaranya sastrawan A.A. Navis, Akademisi Ivan Adilla, Budayawan Edi Utama, dan Akademisi/Sastrawan Prof. Harris Effendi Thahar. Dia menyebutkan, paradigma Dewan Kesenian dulu tunduk pada SK 3 Menteri dan daerah masing-masing wajib sediakan dana APBD untuk menjalankan program, sementara paradigma dewan kesenian saat ini cenderung lebih fleksibel dan adaptif dibandingkan dengan sebelumnya.

Dewan kesenian sekarang lebih diarahkan untuk menjadi mandiri dalam hal pendanaan dan manajemen. Selain dari pemerintah, dewan kesenian juga didorong untuk mencari sumber pendanaan alternatif seperti sponsor swasta, hibah dari lembaga internasional, dan penggalangan dana dari masyarakat, dan lebih aktif dalam menjalin kemitraan dengan berbagai pihak, termasuk komunitas seni, organisasi non-pemerintah, dan sektor swasta.

Budayawan Nasrul Azwar menawarkan usulan agar Dewan Kesenian menjadi Dewan Kebudayaan, karena ia melihat perlunya pendekatan yang lebih holistik dalam pengelolaan kebudayaan. Dewan Kebudayaan dapat menjadi wadah yang lebih inklusif untuk memayungi berbagai elemen kebudayaan, memungkinkan koordinasi yang lebih baik dalam pemajuan kebudayaan.

Namun, penyair Syarifuddin Arifin menilai bahwa jika Dewan Kesenian berubah menjadi Dewan Kebudayaan, secara kelembagaan akan melibatkan banyak lembaga lain seperti LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau), MUI (Majelis Ulama Indonesia), Bundo Kanduang, dan berbagai organisasi adat serta keagamaan lainnya.

Menurut Syarifuddin, hal ini dapat menimbulkan kompleksitas dalam koordinasi dan pengambilan keputusan karena banyaknya kepentingan dan perspektif yang harus diakomodasi. Syarifuddin Arifin khawatir bahwa dengan melibatkan banyak lembaga, fokus utama pada pengembangan seni dan kreativitas bisa terabaikan atau tergeser oleh isu-isu lain yang lebih luas dalam kebudayaan. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar fungsi Dewan Kesenian tetap dipertahankan untuk memastikan bahwa perhatian terhadap seni tetap menjadi prioritas utama.

Rapat yang dimulai pukul 10.00 WIB tersebut berakhir pada pukul 12.00 WIB dengan keputusan untuk menunggu hasil kerja tim formatur yang telah dibentuk.

Penulis: Muhammad Subhan

Editor: Abi Pasya

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan