Teater Tutur, Teungku Adnan PM TOH, dan Upaya Pelestarian Bahasa Aceh
Sebagai medium pelestarian budaya, Teater Tutur memiliki peran penting dalam menjaga eksistensi bahasa Aceh di tengah arus globalisasi.

Oleh Sulaiman Juned
TEATER Tutur Teungku Adnan PM TOH adalah kebanggaan masyarakat Aceh. Konsep permainannya unik, sesuai dengan spirit dan nuansa teaterikal yang tumbuh dan berkembang dalam budaya Aceh.
Teungku Adnan PM TOH (alm.) memainkan Teater Tuturnya dengan memanfaatkan hikayat yang sarat nilai, sekaligus menggunakan bahasa Aceh secara autentik.
Melalui peranannya sebagai seniman dan pedagang obat keliling, serta tayangan berkala di TVRI Stasiun Aceh, di zaman itu, Teungku Adnan secara konsisten melestarikan bahasa Aceh.
Aceh memiliki tradisi teater tutur yang kuat, yang secara alami berkembang dalam bentuk monolog. Teater ini mengandalkan ekspresi tubuh, musikalitas, dan penyampaian cerita secara lisan.
Dalam pertunjukannya, Teungku Adnan tidak hanya menghadirkan hiburan, tetapi juga menyampaikan pesan dakwah serta nilai-nilai moral.
Melalui hikayat-hikayat yang dibawakannya, ia turut menjaga kelangsungan bahasa Aceh.
Beberapa lakon yang sering ia pentaskan antara lain Hikayat Malem Dewa, Malem Dagang, Putroe Ijo, Raja Si Ujud, Prang Sabi, Sanggamara, Nalham Sipheut Dua Ploh, Gumbak Meueh, dan Indra Budiman.
Teater tutur yang dimainkan Teungku Adnan memperkuat posisi bahasa Aceh dalam kehidupan masyarakat. Dengan gaya monolog yang khas, ia mampu menghadirkan berbagai karakter dan perubahan dialog yang dinamis.
Teater tutur yang dikenal dengan istilah Poh Tem, Peugah Haba, atau Dangderia semakin memantapkan warisan budaya Aceh. Dalam setiap pertunjukan, teknik ungkap yang digunakan tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi ruang bagi penonton untuk memperkaya kosakata dan pemahaman mereka terhadap bahasa Aceh.
Sebagai medium pelestarian budaya, Teater Tutur memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga eksistensi bahasa Aceh.
Seiring perkembangan zaman dan maraknya globalisasi, ancaman terhadap keberlangsungan bahasa daerah semakin nyata.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya konkret untuk menjaga bahasa Aceh agar tetap lestari di tengah arus perubahan zaman.
Pemerintah Aceh seharusnya mengambil langkah strategis dalam penyelamatan bahasa Aceh, terutama bagi generasi muda. Salah satu caranya adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran hikayat ke dalam kurikulum sekolah dasar hingga menengah.
Mata pelajaran khusus bahasa Aceh juga perlu diperkuat agar siswa memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang bahasa dan sastra daerah mereka.
Jika kebijakan ini diterapkan secara serius, maka pelestarian bahasa Aceh dapat berjalan secara sistematis dan berkelanjutan.
Teater tutur Teungku Adnan PM TOH telah membuktikan bahwa seni bisa menjadi alat yang efektif dalam menjaga bahasa dan identitas budaya.
Oleh karena itu, apresiasi dan dukungan terhadap seni tradisi ini harus terus ditingkatkan. Dengan begitu, generasi muda dapat terus mengenal, memahami, dan mencintai warisan budaya mereka sendiri. []
Sulaiman Juned, sastrawan, kolumnis, esais, dosen Teater dan Pascasarjana ISI Padang Panjang, pendiri/pimpinan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang, serta Ketua Umum Majelis Adat Aceh (MAA) Perwakilan Sumatera Barat.
Penulis: Sulaiman Juned
Editor: Muhammad Subhan