Suluk Rimba Kuflet, Muhammad Subhan: Komunitas Itu Rumah, Mengelolanya Adalah Merawat Pulang
Komunitas seni butuh lebih dari semangat—ia perlu manajemen yang terarah. Suluk Rimba bukan hanya latihan seni, tapi proses merawat jiwa dan organisasi.

PADANG, Majalahelipsis.id—Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang kembali menggelar Latihan Dasar bertajuk Suluk Rimba, Jumat (25/4/2025), di Desa Wisata Kubu Gadang.
Kali ini, para peserta tidak hanya digembleng dalam olah tubuh dan vokal, tapi juga diperkenalkan pada manajemen organisasi komunitas—sebuah kunci penting agar komunitas seni dapat bertahan dan berkembang secara berkelanjutan.
Muhammad Subhan, penulis, pegiat literasi, dan founder Sekolah Menulis elipsis, hadir sebagai pemateri dalam sesi manajemen organisasi.
Sebagai salah seorang pembina Komunitas Seni Kuflet, Subhan mengawali sesi dengan satu pertanyaan reflektif: “Mengapa komunitas seni perlu dikelola layaknya sebuah organisasi?”
Menurutnya, manajemen organisasi bukan sekadar membagi-bagi tugas atau membuat struktur, melainkan sebuah cara untuk merawat semangat bersama, mengelola perbedaan, dan menciptakan ruang tumbuh yang sehat.
“Organisasi seni seperti Kuflet harus mampu bergerak bersama, punya arah yang jelas, dan bisa mengatasi tantangan dengan solusi yang kreatif dan manusiawi,” ujar Muhammad Subhan yang juga Pimpinan Umum Majalahelipsis.id.
Dalam paparannya, Subhan menekankan lima fungsi utama manajemen: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian, dan pengawasan.
Ia mengajak peserta merenungkan: apa yang ingin dicapai komunitas ini? Siapa yang mengerjakan apa? Apakah kegiatan kita sudah berjalan sesuai rencana?

Subhan juga memetakan struktur sederhana yang bisa diterapkan oleh komunitas seni: ketua sebagai pemimpin arah gerak, sekretaris yang mendokumentasikan dan mengarsipkan kegiatan, bendahara sebagai penjaga keuangan, dan divisi-divisi.
Namun, struktur organisasi saja tak cukup. Menurut Subhan, manajemen yang sehat lahir dari nilai-nilai: kepercayaan, komunikasi terbuka, kerja sama, transparansi, dan komitmen terhadap visi bersama.
Dalam sesi interaktif, Subhan menyampaikan beberapa studi kasus yang sering dihadapi komunitas seni: anggota yang pasif, keterbatasan dana, konflik antar divisi, dan program yang tidak berlanjut.
Ia tak sekadar menyebut masalah, tapi juga menyuguhkan solusi konkret—mulai dari melibatkan anggota dalam diskusi, membuat program kecil namun rutin, hingga menggunakan media sosial untuk dokumentasi dan branding.
“Kita harus belajar dari kesalahan, jangan takut mencoba, dan selalu mendokumentasikan kegiatan. Karena komunitas bukan tempat pelarian, tapi ruang pertumbuhan,” tegas Subhan di hadapan para peserta yang merupakan calon pengurus Kuflet.
Pendiri sekaligus penasihat Komunitas Seni Kuflet, Dr. Sulaiman Juned, S.Sn., M.Sn., yang juga hadir dalam kegiatan ini, menegaskan bahwa latihan di alam terbuka adalah bagian penting dari proses pendewasaan seniman teater.
“Alam memberi ruang reflektif yang kuat. Latihan di alam bukan hanya membentuk teknik akting yang lebih jujur dan bebas, tapi juga membangun karakter dan kepekaan sosial,” ujar Sulaiman Juned.
Menurutnya, kondisi alam yang tidak selalu ideal melatih para aktor untuk menjaga konsentrasi, beradaptasi, dan memperkuat energi batin. Oleh karena itu, Suluk Rimba bukan sekadar latihan seni, tapi juga perjalanan pembentukan jiwa seni yang otentik.
Rangkaian kegiatan selama tiga hari tersebut mencakup subuh berjamaah, meditasi, senam pagi, games, olah tubuh dan vokal, diskusi intensif, hingga malam keakraban dan pelantikan anggota baru.
Di hari terakhir, para peserta melakukan gotong royong membersihkan area sekitar sebagai bentuk konkret dari nilai kebersamaan yang telah dibangun selama kegiatan.
“Komunitas seni seperti Kuflet bukan hanya tempat orang berkumpul, tapi rumah di mana gagasan dihidupkan, rasa dibentuk, dan karya lahir dari semangat kolektif,” tambah Sulaiman Juned.
Penulis: Soeryadarma Isman
Editor: Ayu K. Ardi