PADANG PANJANG, majalahelipsis.id—Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang tengah melaksanakan latihan gabungan untuk pementasan teater “Sayap-Sayap Proklamasi” yang disutradarai Sulaiman Juned dengan naskah karya S. Hasanah Nst. Pementasan ini dijadwalkan berlangsung di Desa Kubu Gadang pada 12 Desember 2024 mendatang.
Naskah disusun berdasarkan riset pustaka dari buku “Untuk Negeriku: Otobiografi Mohammad Hatta” jilid 1-3, video “1 Abad Bung Hatta” dari kanal YouTube Arsip Nasional RI, serta dokumen-dokumen dari Perpustakaan Bung Hatta, Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Sumatera Barat, dan Universitas Bung Hatta.
Pertunjukan ini merupakan bagian dari Program Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawanan 2024 yang didukung Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, sekaligus menjadi pentas ke-55 Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang.
“Pementasan ini adalah hasil kerja keras riset mendalam untuk menggambarkan sosok Bung Hatta secara utuh dan inspiratif,” ujar penulis naskah, S. Hasanah Nst., Senin (25/11/2024).
Maksalmina, yang bertanggung jawab atas dokumentasi video, menuturkan bahwa kualitas latihan gabungan semakin meningkat.
“Beberapa aktor mulai berani melakukan improvisasi dan penguasaan panggung. Gesture serta ekspresi mereka semakin asyik dan berkualitas,” ungkapnya.
Ia juga menambahkan bahwa sejauh ini, kerja dokumentasi video berjalan lancar tanpa kendala berarti.
Sementara itu, Nurlaili, pemeran Fatmawati, berbagi pengalaman mengenai tantangan yang dihadapinya.
“Memerankan sosok Fatmawati adalah tantangan tersendiri karena karakteristiknya sangat berbeda dengan saya. Saya harus melakukan riset mendalam untuk memahami psikologi tokohnya. Namun, latihan gabungan ini menunjukkan progres yang baik, terutama dalam semangat para aktor untuk menggambarkan perjuangan kemerdekaan,” tuturnya.
Ami Tri Sayuti, desainer kostum dan tata rias, mengungkapkan kesulitan yang dihadapi timnya.
“Kami mengalami kendala dalam mencari kostum era 1920-an, seperti seragam sekolah MULO dan kebaya khas bangsawan Jawa untuk tokoh Fatmawati. Beberapa kostum Betawi juga sulit ditemukan karena tidak tersedia di sini,” ujarnya.
Reyhan Fadillah, desainer video mapping, menjelaskan tantangan teknis yang dihadapi.
“Latihan perdana dengan video mapping masih membutuhkan penyesuaian, terutama dalam menentukan waktu masuknya mapping, sinkronisasi dengan musik, narator, dan pengaturan panggung oleh blackman,” jelasnya.
Sementara Sutradara “Sayap-Sayap Proklamasi”, Sulaiman Juned, menyatakan bahwa teater adalah seni yang membutuhkan sinergi antara berbagai elemen.
“Alhamdulillah, kita mulai melihat harmoni antara aktor, setting, tari, musik, dan artistik. Saat ini, seluruh elemen sedang fokus pada proses penghalusan menuju gladi resik dan pemantapan pertunjukan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa proyeksi artistik terus disesuaikan dengan kebutuhan cerita dan akting.
“Para aktor sedang dalam proses memperdalam karakter masing-masing untuk menciptakan performa yang maksimal,” pungkas Sulaiman Juned, yang juga dikenal sebagai seorang sastrawan.
Dengan persiapan yang semakin matang, “Sayap-Sayap Proklamasi” diharapkan menjadi sajian teater yang menginspirasi dan membangkitkan semangat kepahlawanan di hati para penonton.
Penulis: Caca
Editor: Muhammad Subhan












