“Sang Hawa” Pukau Penonton: Merangkai Tradisi dan Modernitas

Koreografi karya ini menghadirkan perpaduan unik antara motif gerak tradisional Minangkabau dan stilisasi modern.

PADANG, majalahelipsis.id—Pertunjukan tari “Sang Hawa” karya maestro tari Minangkabau, Ery Mefri, sukses memukau penonton di Gedung Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.

Setelah perjalanan panjang ke panggung-panggung dunia, karya ini kembali “pulang kampung” ke tanah kelahirannya dengan sambutan yang antusias.

Diciptakan pada tahun 2014, “Sang Hawa” mengeksplorasi peran dan kekuatan perempuan dalam budaya matrilineal Minangkabau. Dengan menggabungkan elemen tradisional dan kontemporer, karya ini tidak hanya mempertahankan akar budaya tetapi juga menawarkan perspektif universal tentang kompleksitas perempuan.

Pertunjukan dimulai dengan visual yang kuat: seorang perempuan dan seorang pria yang menggambarkan hubungan ibu dan anak. Gerakan mereka menciptakan dialog emosional yang menyentuh, merefleksikan cinta, perjuangan, dan pengorbanan. Namun, seiring berjalannya cerita, narasi berkembang ke dimensi yang lebih dalam, menyimbolkan peran perempuan dalam perjalanan hidup.

Salah satu adegan paling ikonik adalah ketika seorang penari pria berputar sambil mengucapkan kata “merantau.” Adegan ini menyelami makna merantau dalam tradisi Minangkabau, memberikan dimensi baru bahwa eksplorasi tersebut juga mencakup perjalanan terhadap perempuan sebagai objek dan subjek.

Koreografi karya ini menghadirkan perpaduan unik antara motif gerak tradisional Minangkabau dan stilisasi modern. Ery Mefri mengemas pesan mendalam dengan sentuhan artistik yang tetap relevan bagi audiens global maupun lokal. Dalam konteks Sumatra Barat, adaptasi kostum menjadi langkah penting untuk menjaga keselarasan dengan norma budaya.

Di panggung internasional, “Sang Hawa” telah diterima sebagai karya universal. Tema cinta, perjalanan hidup, dan penghormatan melintasi batas budaya, menjadikan karya ini relevan di berbagai belahan dunia. Namun, bagi audiens lokal, karya ini juga menjadi refleksi tentang modernitas yang dapat menggoyahkan nilai-nilai tradisional.

Ery Mefri, dalam diskusi pasca-pertunjukan, menyampaikan, “Kita harus konsisten menjaga identitas budaya sekaligus terbuka terhadap perkembangan zaman.” Ia juga menekankan bahwa “Sang Hawa” adalah penghormatan terhadap perempuan sebagai pusat kehidupan.

Penampilan Nan Jombang Dance Company, yang terkenal dengan inovasi mereka dalam mengintegrasikan tradisi dan modernitas, berhasil membawa audiens dalam perjalanan emosional yang mendalam. Musik gumam yang mengiringi tarian menambah dimensi spiritual yang menggetarkan hati.

Pertunjukan ini ditutup dengan tepuk tangan meriah dari penonton, menandakan apresiasi tinggi terhadap pesan dan estetika “Sang Hawa.” Karya ini bukan sekadar hiburan, tetapi juga undangan untuk merenungkan peran perempuan dalam keseimbangan antara tradisi dan modernitas.

Dengan “Sang Hawa,” Ery Mefri telah menciptakan karya yang menginspirasi dan membuka dialog lintas budaya. Karya ini membuktikan bahwa seni mampu menjadi jembatan antara lokalitas dan universalitas, menghadirkan refleksi mendalam tentang kehidupan, identitas, dan keberadaan manusia.

Sumber foto utama: Yurnaldi Paduka Raja, dari Facebook

Penulis: Muhammad Subhan

Editor: Ayu K. Ardi

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan