Riki Utomi. Lahir di Pekanbaru 1984. Bukunya yang telah terbit Mata Empat (cerpen, 2013), Sebuah Wajah di Roti Panggang (cerpen, 2015), Mata Kaca (cerpen, 2017), Menuju ke Arus Sastra (esai, 2017), Belajar Sastra Itu Asyik (nonfiksi, 2019), Anak-Anak yang Berjalan Miring (cerpen, 2020), Amuk Selat (puisi, 2020), Menjaring Kata Menyelam Makna (esai, 2021), Jelatik (novel, 2023). Karya puisinya pernah tersiar di Koran Tempo, Kompas, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Tanjungpinang Pos, Rakyat Sumbar, Bangka Pos, Lampung Post, Banjarmasin Post, Sabili, Apajake, Majalah elipsis, dll. Bermukim di Selatpanjang, Riau.
Kedalaman Mata
: sri yanti
bahwa apa pun dapat menjadi kenang
selama diammu bersembunyi di balik lugu.
yakinlah ada sesuatu tanpa sekat tapi tetap
tak dapat diucap.
kepada apalagi selain mata yang menjadi
wadah untuk kutancapkan busur genap ini.
kemudian merambah kepada gusar yang
lain. hati yang bergemuruh tentang hidup,
tentang kerikil-kerikil yang harus dilalui.
lalu biarlah apa pun menjadi urai. menjadi
sepai di kisah yang runtut, bahwa apa pun
dapat menjadi kenang. sebagaimana
gumammu dahulu di sudut kafe paling
remang.
Selatpanjang, Januari 2025
Mencermati Debar
terkesiap, merembet darah pelan ke hulu lanskap urat.
susur sauh di genap mengikat. jatuh di degupnya berkata.
tanpa alir napas takkan ucap berpada-pada.
ini debar paling jauh, rapuh walau tak dapat menyentuh.
ini gusar paling hingar membuat luluh hati yang makin
tampak tipis oleh duri.
biarlah, terus laju. terus capai kepada tuju. sebab debar
akan sebentar, merambat hilir dan hulu tubuhmu.
selebihnya warna ketika usai.
Selatpanjang, Januari 2025

Mencermati Perbatasan
sekat itu bukan pagar, tetapi rindu. ia lebih sulit
dibuka untuk diuraikan. pada deritnya lebih nyeri
dibanding memandangmu. maka hanya sabar
terpuruk pada diriku. menggenap mendebar dada.
menjadi makin derita.
debar itu bukan jauh, tetapi dekat. sedapatnya
aku menujumu meski tapak masih di sini.
diammu mungkin juga lain. berusaha menggema
ke debar. meski terkurung kita pada perbatasan,
kau tetap ada di diamku.
Selatpanjang, Januari 2025
Sampai Kepadamu
mencapaimu membutuhkan genap rasa meski
bercabang jalan itu. meniti aku di tiap jejak.
satu, berkubang debar. dua, berdebar pandang.
tiga, berpandang paling.
kepadamu, sampai menjadi impian yang terus
memaksa. aku menyimpan debar yang panas.
menghancurkannya membutuhkan denyutmu.
aku berharap kepadamu sampai di genapku.
Selatpanjang, Januari 2025
Yang Datang Kepadamu
sungguh yang datang kepadamu sebenarnya hakikat.
apa pun itu; kepalamu yang keluyuran ke mana pun
menimang hasrat, tubuhmu yang terbenam gundah
atau apa pun yang menjadi serba singkat.
kepadamu, sungguh aku datang sekejap saja.
apapun; tentang cinta yang getas atau tentang usia
setengah matang yang melindap, merambat ke
ruang-ruang semu. atau apa pun yang menjadi
serbadebu.
Selatpanjang, Januari 2025
Januari, Ia Pergi
—erwin hidayat
ia masih berada di tengah kita. meski terbujur kaku.
ia lunas menghabiskan usia di remuk dunia, dalam
rumit bianglala. apakah kau melihat kami di teduh
cuaca dan gigil sunyi ini?
ia menempuh ruang paling sunyi. tapi kau berkata
ia akan baik-baik saja. seperti senyummu menyapa
pagi. bertabur doa kau ucap sebelum fajar. menuju
kepada cintanya yang sejati.
Selatpanjang, Januari 2025
Penulis: Riki Utomi
Editor: Likin At Tamimi
-
Ping-balik: Sajak-sajak Mustofa W Hasyim - Majalahelipsis.id