Irman Hermawan. Kelahiran Sumenep, Madura. Alumnus MA Lughatul Islamiyah. Puisi-puisinya dapat dijumpai di beberapa media online dan cetak.
Elegi
Za, aku belum bisa menulismu dalam catatan harianku
sebab waktu mengubah semuanya menjadi batu
yang perlu kuukir untuk menghasilkan pahatan baru
serta goresan-goresan pilu
dan rindu adalah kepingan kecil yang mencatat hari-hari perjumpaan
pada almanak-almanak yang mulai kusam
dan aku juga ingin mencatat almanak pada kerinduan
agar meliburkan kegelisahan
pada rindu yang menggebu kutulis namamu dari serpihan kayu yang menjadi abu
dan segera kutaburkan pada langit yang perlahan hilang menujumu, menuju diriku, menuju fajar, menuju pagi, menuju siang, menuju kematian bagi nama “kita”
di sana kau dan aku akan kehilangan kita yang bakal benar-benar menampung segudang tanya
Bahwa kata “kita” benar-benar sirna dan tiada
2025
Kemarau
Bunyi rotan menggelegar dari tangan para petarung
kepada tangan, kepada punggung, kepada hujan kami memanggil wangi kemuning
Maka sambutlah langit persembahan ojhung yang kami gelar
menggelegar bagai halilintar
menampung darah di punggung kami
menampung sedih di ladang kami
menampung air mata di kelopak ini
Maka sambutlah persembahan kami dari sejumput darah dan air mata
2024
Yen
Di tubuhmu, fajar selalu tiba terlambat, seperti seseorang yang lupa jalan
dan ia menyusup di sela-sela rambutmu yang masih menyimpan aroma mimpi
: Kita adalah potongan waktu yang tersesat di antara dua ujung malam
Fajar pun mengeja tubuhmu seperti membaca hari yang baru dilahirkan
dan di setiap inci kulitmu fajar dan malam tak pernah benar-benar terpisah
mereka bersandar pada keheningan yang hanya mereka berdua rasa
Dan pagi?
Ia hanya nama lain dari kehangatan
yang kita ciptakan dari bayang-bayang
2024
Madura
Di tanah ini, bau madura masih melekat
membawa jejak garam
di mana laut berbicara dalam bisikan serak
Aku melangkah di antara retakan tanah
di bawah jejak sapi karapan yang melintasi masa
suara cemeti memanggil dalam jarak yang tak lagi terukur
Di tiap sudut arah mata angin
tercampur dengan asap tembakau yang meliuk di langit.
ia bukan lagi sekadar ingatan
ia adalah napas yang tak kunjung pudar
2024
Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan kecerdasan buatan (AI).
Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Irman Hermawan
Editor: Likin At-Tamimi