Humam S. Chudori, lahir di Pekalongan, 12 Desember 1958. Buku kumpulan cerpennya yang telah diterbitkan antara lain: Rumah Yang Berkabung, Empat Melongok Dunia, Dua Dunia, Barangkali Tuhan Sedang Mengadili Kita, Perkawinan. Novelnya yang telah terbit: Sepiring Nasi Garam (Juara Harapan I, Departemen Agama RI), Bukan Hak Manusia (Juara Harapan II, Departemen Agama RI), Hijrah, Ghuffron, Shobrun Jamil, Kontradiksi di Dalam Batin (salah satu nominator buku IBF 2024), Antara Emak dan Tante (novel anak). Kumpulan puisi Perjalanan Seribu Airmata. Sejumlah puisi dan cerpennya terkumpul dalam banyak buku antologi bersama. Bukunya yang lain (non fiksi); Membuat Tempat Tidur Sehat (1995), Membuat Kerajinan Tripleks (1995), dan Liku-liku Perkawinan (1997). Tahun 2024, mendapatkan penghargaan dari Badan Bahasa, Kemendikbud, atas dedikasinya berkarya di bidang kesastraan selama 40 tahun. Juga sebagai salah satu sastrawan dari 115 yang terpilih dalam kategori “30 tahun Setia Berkarya dalam Kesusastraan Indonesia” yang diadakan oleh Lumbung Puisi Sastrawan IX, tahun 2021” dan mendapatkan “lencana” penghargaan.
Mengejar Kegelapan
lelaki kurus yang selalu cengengesan
seolah-olah tak pernah berdosa
tebar kisah palsu, pemujanya tak merasa
karena dia dan pengikutnya
dalam gelap selalu membabi buta
mereka berpesta dalam tipu daya
di lorong kegelapan, seseorang
bisa membunuh tanpa ketahuan
meremehkan mereka yang mengejar kegelapan
akan terjerembab dalam hukuman
ketika sinar terang mulai menyala
para pengejar kegelapan mulai tersiksa
berusaha cipta kegelapan baru
agar tetap diikuti mereka yang dungu
pengejar kegelapan akan berlindung
di ketiak dajjal, si mata satu
agar kebenaran sejati terbungkam
sejumlah setan bisu bertebaran
mengejar kegelapan akan terus dilakukan
oleh si kurus penebar kebohongan
hingga Izrail yang menghentikan.
Tangsel – Pemalang, 02/05/2025
K A U
kau telah membuat hatiku tak terkendali
memenuhi hatiku dengan cinta
dan perjalanan hidup terasa pendek
bahkan bintang-bintang yang bertebaran
tak akan menandingi kecantikanmu, malam ini
kau adalah cahaya yang terang
jangan biarkan apa pun menutupinya
yang akan menciptakan tembok diskriminasi.
Le Meriden, Makkah, 16 Syawal 1445 H
Potret Ayah
jika terbangun malam
terbayang kau duduk di kursi
dengan kacamata tebal
kau tekun mengukir gelang
kau tekun nyangkling cincin
atau memasang mata berlian
di tengah malam
pada sunyi alam
segera kunyalakan laptop
pengganti mesin tik tua
yang selalu kusetubuhi
yang berjasa menemani
saat merancapi kata-kata
agar tuhan tertawa
lihat sang hamba
jika terbangun malam
teringat ayah
bersimpuh di atas sajadah
bergegas aku
ambil wudhu
akan aku tiru
bagaimana merayu tuhan
agar anak-anak raih kesuksesan
seperti pesan tuhan
fid dun ya hasanah
fil akhiroti hasanah
bila terjaga malam
ku ingat ayah
duduk tanpa ada yang dikerjakan
mungkin tengah berdialog dengan tuhan
menatap potret ayah
sering aku berpikir
kenapa tidak sempat aku bertanya
bagaimana menerapkan
keikhlasan
menjaga amanah
yang dititipkan
ayah
sempatkan dirimu
kunjungi anakmu
ajarkan memahami
keindahan hidup
hingga akan terdengar
rodhiatan mardhiah
saat malakul maut
menjemput.
2024-2025
Gambar ilustrasi dibuat oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan teknologi kecerdasan buatan.
Penulis: Humam S. Chudori
Editor: Anita Aisyah












