Eddy Pranata PNP. Founder of Jaspinka (Jaringan Sastra Pinggir Kali) Cirebah, Banyumas Barat. Buku kumpulan puisi tunggalnya Improvisasi Sunyi (1997), Sajak-sajak Perih Berhamburan di Udara (2012), Bila Jasadku Kaumasukkan ke Liang Kubur (2015), Ombak Menjilat Runcing Karang (2016), Abadi dalam Puisi (2017), Jejak Matahari Ombak Cahaya (2019), Tembilang (2021). Puisinya juga disiarkan di Majalah Sastra Horison, koran Jawa Pos, Media Indonesia, Indopos, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Medan Pos, Riau Pos, Tanjungpinang Pos, Haluan, Singgalang, Minggu Pagi, Pikiran Rakyat, Asyik.asyik.com., dll. juga terhimpun ke dalam puluhan antologi bersama.
TANGAN MAUT
Pagi masih berkabut. Tangan maut menjulur serupa
kekasih yang lama sekali tidak berpeluk. Dingin.
Jemarinya mengusap ranting waktu yang perlahan
berdetak. Nyaris tiada makna.
: “Kekasih, bersiaplah, perahu segera dilayarkan.
Hanya buah kebaikanmu akan menyelamatkan!”
Dan tangan maut itu menyeret. Tubuhku seringan kapas.
Di atas perahu aku sempatkan menulis puisi pendek tiga
baris. Dengan tangan gemetar. Ya, Tuhan!
: //../ Gelombang, buih, tebing karang berlumut menyatu
jiwa/ aku segera berlayar ke batas cakrawala/ dengan
sepenuh cinta, au, aku berserah pada-Nya!/..//
Tangan maut itu melambai. Perahu bergerak diayun-ayun
gelombang. Langit sunyi. Laut nyeri. Hanya sepercik cahaya
di kejauhan. Cahaya puisi.
Jaspinka, 19 Januari 2024
AKU ISI GELAS SETENGAH
1.
Aku isi gelas setengah dengan air mata puisi, untuk hidup
lebih berarti : au, “tenggaklah dengan senang hati, tenggak
hingga habis…”
2.
Di sepanjang jalan yang mendebarkan dengan kanan kiri
nganga jurang curam; au, kalau engkau luka biar aku saja
yang menikmati sakit perihnya, aku saja yang meneteskan
air mata!
Jaspinka, 17 Januari 2024
SETELAH ENGKAU PERGI
Setelah berhari-hari engkau pergi, yang tersisa hanya
sulur-sulur sunyi di selasar hatiku. Aku amat menanti
kepulanganmu ke rumah ingatan. Di atas bukit, angin
mengurai segala resah. Tak ada bekas kecup dan peluk
di atas ranjang; au, gumpalan sesal. Au, nyala cahaya!
: “Engkau menyelami laut dalam jiwaku, mencari
puisi paling cerlang!”
Pulanglah ke rumah ingatan dengan segala riang
luka telah mengering, jarak mempersingkat pertemuan
: “Aku pulang, masuk ke dalam rumah ingatan
sepenuh sukacita. Sedalam-dalam cinta!”
Bau tubuhmu mawar. Rongga dadamu surga!
Jaspinka, 05 Januari 2024
BERPELUK PUISI SESUNYI-SENYERI
tangan waktu melepaskan cinta, dengarlah, ada suara
sayup-sayup di kejauhan, wahai penyair, tuntaskan
pertarungan kata-kata yang liar hingga tetes
darah penghabisan, terus bertarung, tak ‘kan pernah
menyerah tak ‘kan berkeluh-kesah, dan lihatlah langit
berdebar, kalender bergetar, o, tahun berganti; aku akan
terus berpeluk puisi sesunyi-senyeri apa pun.
Jaspinka, 1 Januari 2024.
GERIMIS AKHIR TAHUN
Ini hari terakhir; tahun melepas kalender. Penuh debar.
Langkah gemetar. Di kejauhan samar bayang kehidupan.
Keringat. Tetes air mata. Dan peluk yang tak ingin dilepaskan.
: “Selalu saja, tegarlah, jangan cengeng. Ada tangan kasih
senantiasa memeluk. Denyut nadi amatlah setia
memukul-mukul rindu!”
Sudah terlalu dalam laut terselami. O, perempuan embun,
sudah amat tajam duri mawar meluka. Jangan tinggalkan
jejak menyakitkan sepanjang jalan. Aku mau tidak hanya
di akhir tahun Cahaya Cinta disemburkan, tetapi seluruh
waktu dan ruang, adalah sepasang kerling mata. Kasih sayang!
: “Dan aku tak mau engkau pergi ke laut yang jauh berperahu
air mata!”
Maka langit yang mendung, gerimis di akhir tahun bukanlah
kesedihan.
: “Jangan cengeng, penyair!”
Aku menjelma puisi paling sederhana. Yang engkau baca
sebagai sebuah ketulusan. Tanpa jeda, sepanjang zaman.
Jaspinka, 31 Desember 2023
Penulis: Eddy Pranata PNP
Editor: Likin At Tamimi