Din Saja. Lelaki kelahiran Banda Aceh, 31 Januari 1959 bernama lahir Fachruddin Basyar, mengenal seni sejak tahun 1980, aktif berteater di Padang, Palembang, Jakarta, Medan dan Aceh. Mengenal seni dimulai pada masa pendidikan Sekolah Menengah. Padang merupakan kota penting baginya sebagai awal memasuki dunia seni, di sana aktif berkiprah sebagai pekerja teater bersama Teater Moeka Padang. Antologi Din Saja menjadi salah satu pemenang Buku Hari Puisi Indonesia pada 2017, penghargaan ini menjadi catatan penting dalam perpuisian Indonesia yang diterimanya di Malam Anugerah Hari Puisi Indonesia Gedung Graha Bhakti Budaya Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Oktober 2017. Buku puisinya bertajuk Hanya Melihat Hanya Mengagumi ditetapkan sebagai Pemenang Terpilih bersama empat buku karya penyair Indonesia lainnya.

Kehilangan

kita telah kehilangan hati, sayangku
hati yang ilmu pengetahuan dan filsafat
tidak mampu merumuskannya
hanya rasa yang ada pada diri
yang dapat memahaminya

kita telah kehilangan rasa
rasa yang semestinya sinerginya
logika, etika, dan estetika, sayangku
terjungkirbalik saling tabrakan
meruntuhkan kepribadian kemanusiaan

sayangku, kita telah kehilangan kemanusiaan

/2025

Si Malin Kundang

dan si malin kundang
pulang ke rumah lahir,

mengurai, memintal luka,
waktu membentuk laku

seberapa panjang irama,
menuai gelombang,

mengusai silang,
si malin kundang,

si malin kundang
rantau yang hilang

Banda Aceh, 1 Februari 2015

Pemabuk

mencari-cari
dalam masjid,
dalam azan,
dalam wudhu,
dalam shalat
sujudku,

Engkau
dalam jiwaku,
dalam rasa
memabukkan.

izinkan aku mabuk
bersama rindu
tiada rupa

/2024

Perjalanan

Apa pun pilihan
itulah jalan
lampu dan pedang

masuki rimba
menerabas
tersesat
berputar-putar
bagai gasing
menerkam bagai harimau

suara tenggelam
dalam hening
gaung

hati terlupakan

/2024

Pada Mu

bergetar jiwa
dalam hening
hanya satu

ngembara sepi
angkasa tinggi
padamu hati

ke mana angin
di sana ingin
tali kendali

Banda Aceh, 2020

Lagu Ibu

Di tepian itu
Jembatan-jembatan telah rusak
Harganya mahal
Terbiarkan menjadi sarang tikus

Bahkan jembatan bambu
Kenangan kesunyian itu
Berderit-derit seperti ayunan
Patah terbawa arus

Badai dan kemarau
Jembatan jadi tugu

Penulis: Din Saja

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan