Chie Setiawati. Bergabung dengan komunitas Penyair Perempuan Indonesia (PPI). Karyanya telah dimuat di beberapa surat kabar online dan cetak. Masuk dalam antologi Rainy Day Banjarbaru (2018), Almuni Munsi (2018), Pertemuan Sastrawan Nusantara (2022), Jambore Sastra Asia Tenggara (2024).

Kabar dari Kota Sunyi

Dari kota sunyi
Aku tak ingin memberimu kabar kepedihan
Tentang kerinduan yang mencekam
Sepanjang masa
Meski telah aku seduh kepiluan dengan air mata

Dari kota sunyi
Aku memandangmu yang berdendang
Nada riang gembira terdengar parau di udara
Tarianmu meringkas perjalanan panjang
sepasang sayap patah tersembul dari punggung lebammu

Dari kota sunyi
Aku mengulur waktu
Menunggu dengan berdebar
Meski hatiku berdebat tentang penantian

Dari kota sunyi
Aku menyanyikan mantra cinta
Memanggilmu pulang
Kita bersidekap dalam gamang
Kelak
tak perlu sembunyikan duka
Biarkan luka terkelupas

Dari kota sunyi
Kisah ini tercipta
Dan rindu telah menjadi samudera

Kuningan 422

Kepada Kamu

Aku menulis pertemuan
Dengan kamu di dalam gerbong kereta yang meliukkan tubuhnya
Menelusuri kota-kota yang kamu kenalkan
Melalui musim ke musim yang berbeda
Berdua
Tanpa doa
Hingga roda kereta tak tahu lagi harus ke mana; membawa kita
Putus asa; kereta menghantar kita ke stasiun yang berbeda

Aku mengenang tarian bibirmu sepanjang perjalanan tanpa tujuan
Cuaca merumuskan langit yang tak lagi biru
Kamu mengajari aku tentang menjaring angin
Mendaur awan-awan menjadi mantel
Menyusun kaki-kaki hujan di musim kemarau
Merapalkan kisah perjalanan panjang

Sungguh
Aku terjebak rindu yang legam
Dan
Tak ada cara mengakhirinya

Kuningan 5225

Setangkai Maut

Kematian selalu datang tanpa permisi, menerobos cahaya matahari, membawa serpihan pertanyaan dan rasa takut yang tak urung juga membelenggu

Maut itu masih sama warnanya
Meski kadang kelabu bahkan merah pucat
Dia berjalan menanti di masa depan
Menghadang dengan sebilah pedang yang menyilaukan

Tanpa tahu arah, atau tersesat, kaki-kaki takdir membawa menuju kematian
Sekali pun mengendap, mengintai, kadang menghindar
Maut selalu punya cara menemukan ruhnya

Sempat aku sembunyikan kematian di kantung mata yang mulai jatuh
Bahkan dia, seakan meletakkan matanya di antara tumpukan kertas usang

Kematian memang menakutkan
Tapi itulah rumah tempat kau pulang
Mau atau tidak, hanya itulah kasur terempuk yang akan menyenyakkan tidurmu

Singapura 20/11/24

Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Chie Setiawati

Editor: Disyadona

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan