Riri Satria: Suka Tidak Suka, Mesin AI Sudah Mampu Ciptakan Puisi

Teknologi itu tidak baper seperti manusia. Manfaatkan saja kecanggihannya untuk kebaikan dan kemajuan seni.

JAKARTA, majalahelipsis.id—Kemajuan kecerdasan buatan (AI) semakin pesat, termasuk dalam bidang kreatif seperti penulisan puisi.

Pakar Transformasi Teknologi Digital, Riri Satria, menyoroti fenomena ini sebagai kenyataan yang tidak bisa dihindari.

Menurutnya, suka atau tidak suka, mesin AI kini sudah mampu menciptakan puisi, meskipun masih dalam tahap yang kasar dan memerlukan banyak penyempurnaan.

“AI itu belajar melalui machine learning, bahkan deep learning. Ia akan terus berkembang, dan proses belajarnya bersifat eksponensial, bukan linier,” ujar Riri Satria ketika dihubungi Majalahelipsis.id di Jakarta, Jumat (7/2/2025).

Dengan kemajuan teknologi generative AI, papar Riri, bukan tidak mungkin puisi yang dihasilkan AI ke depannya akan semakin baik dan lebih sulit dibedakan dari karya manusia.

Namun, Riri menekankan bahwa bagaimana manusia menyikapi hal ini menjadi faktor penting.

“Mau menerima? Menolak? Memujanya? Mengecamnya? Itu semua kembali kepada manusia sendiri. Tapi yang jelas, AI-generated poetry akan terus berkembang, apa pun respons kita terhadapnya,” tambahnya.

Menurutnya, hal yang perlu disadari adalah bahwa AI hanyalah alat yang diciptakan oleh manusia.

“Kecerdasan AI adalah produk kecerdasan manusia juga. Jadi, seharusnya manusia tidak sekadar mencela atau takut terhadap perkembangan ini, tetapi justru memanfaatkannya untuk meningkatkan kreativitas,” katanya.

Ia pun mengajak para penyair untuk tidak kalah dari AI. “Penyair sebaiknya membuka ruang-ruang kreativitas baru untuk inovasi, menciptakan puisi yang lebih baik daripada AI. Tetapi bagaimana bisa lebih baik kalau tidak memahami AI sama sekali, tidak tahu cara kerjanya, lalu hanya menebak-nebak dan menjatuhkan vonis terhadapnya?” ujar pendiri dan pimpinan komunitas Jagat Sastra Milenia (JSM) ini.

Dalam era digital yang terus berkembang, Riri Satria mengajak para seniman dan sastrawan untuk tidak menutup diri terhadap teknologi, melainkan menjadikannya sebagai alat bantu yang memperkaya ekspresi dan karya mereka.

“Teknologi itu tidak baper seperti manusia. Jadi, mari manfaatkan untuk kebaikan dan kemajuan seni,” tambahnya.

Penulis: Muhammad Subhan

Editor: Anita Aisyah

Iklan