Oleh Juli Prasetya
Judul: Rasina
Pengarang: Iksaka Banu
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan dan Tahun Terbit: Cetakan ketiga, Juli 2024
Halaman: xxvii + 587 hlm.
ISBN: 978-602-481-986-6
RASINA merupakan novel sejarah, karya Iksaka Banu. Menurut pengakuan dari pengarangnya, novel ini merupakan pengembangan dari cerita pendek yang berjudul “Kalabakka”. “Kalabakka” sendiri merupakan salah satu cerpen yang termaktub dalam kumpulan cerpen Iksaka Banu terdahulu yang berjudul Teh & Pengkhianat.
Novel Rasina menceritakan tentang petualangan tokoh utama kita yang bernama Joost Borstveld (aku), seorang landdrost atau petugas polisi/sheriff yang ingin menguak kasus besar di Batavia berupa penyelundupan opium dan budak, yang merugikan VOC. Ia bersama baljuw-nya atau kepala polisinya yang bernama Jan Aldemaar Staalhart, seorang pria dengan kepribadian lurus dan idealis. Mereka bersama para kaffer (budak kulit hitam yang dimerdekakan) bahu membahu membongkar kasus penyelundupan budak dan opium dari seorang saudagar kaya dengan keanehan seksual namun terkenal saleh dan dermawan bernama Jacobus de Vries.
Semua kasus yang tengah diselidiki, ditangani, dan akan dipecahkan oleh Joost dan Jan itu memiliki benang merah, yakni seorang budak keturunan orang-orang kaya Banda yang dulu dibantai oleh Jan Pieterszoon Coen, bernama Rasina. Ia menjadi benang merah yang penting untuk kisah petualangan para polisi ini. Karena ia menghubungkan bisnis haram penyelundupan budak dan opium yang dikelola oleh de Vries, beserta kejahatan seksual dan pembunuhan yang menyertainya.
Alur novel ini sendiri menggunakan alur ulang-alik, antara masa lalu dan masa kini. Untuk cerita dari masa lalu, diwakili oleh catatan harian seorang juru tulis bernama Hendriek Cornelis Adam, yang merupakan kakek dari Jan Aldemaar Staalhart. Cornelis Adam adalah seorang juru tulis sekaligus asisten pribadi Kapten Nicolaes van Waert yang mengikuti ekspedisi Gubernur Jenderal Coen ke Banda. Melalui catatan harian Cornelis Adam inilah kita akan ditunjukkan bagaimana sejarah VOC ketika menduduki Banda dan ingin memonopoli perdagangan pala yang begitu menggiurkan di sana. Serta bagaimana VOC kemudian memaksa penduduk asli Banda untuk keluar dari pulau. Dan akhirnya, terjadilah pembantaian massal yang keji itu.
Setidaknya dalam catatan Cornelis Adam, tidak kurang dari 40 orang kaya Banda dibunuh oleh orang-orang yang dipimpin oleh Coen. Dari sini kita bisa mengetahui sejarah pembantaian massal orang-orang Banda, dan betapa kejinya VOC yang dipimpin oleh tangan besi Gubernur Jenderal Coen.
Novel ini sangat direkomendasikan untuk mereka yang menyukai sejarah, karena Iksaka Banu begitu terampil dan berhasil menghidupkan serta membangun karakter, suasana, dan nuansa di era Hindia Belanda. Iksaka dengan sangat piawai membangun dan menghidupkan ceritanya dengan sangat tertib, realistis, dan nyata. Banyak juga data-data sejarah yang akan memperkaya informasi dan pengetahuan untuk kita yang awam dengan sejarah. Iksaka dengan piawai mengolah data-data mentah yang membosankan itu, menjadi cerita yang saling berkesinambungan antara satu dengan yang lain.
Sejarah yang dulu diajarkan di sekolah-sekolah yang kita anggap membosankan itu, ternyata tidak berlaku saat kita membaca Rasina. Karena Iksaka telah berhasil membangun imajinasi kita tentang Batavia, Hindia Belanda, orang-orang di dalamnya, beserta segala permasalahannya dan bentuk cerita fiksi sejarah yang menarik.
Namun sebagaimana pepatah mengatakan, bahwa “tidak ada gading yang tak retak”, begitu juga novel ini. Kekurangan novel ini menurut saya pribadi mungkin pada pengembangan karakter Rasina itu sendiri. Karena Rasina di novel ini digambarkan sebagai seorang budak yang bisu, sebab lidahnya dipotong oleh majikannya, yakni Jacobus de Vries. Mungkin inilah yang menjadikan Rasina kurang dieksplorasi dan memperoleh tempat dalam pengembangan karakternya, dan bagaimana keadaan jiwanya dan apa yang ia rasakan, kita tidak bisa hanyut secara total ke dalam cerita, dan pendalaman Rasina. Padahal, Rasina adalah karakter penting yang menjadi benang merah dari seluruh bangunan cerita dalam novel ini sendiri.
Selain itu, ada adegan di persidangan yang berbelit, membosankan, dan bertele-tele, sehingga bagi pembaca yang tidak sabaran, saya kira akan menghentikan pembacaannya di sini. Lalu, penggambaran aksi tembak-menembak yang menurut saya kurang memacu adrenalin. Hanya semacam tempelan koboi-koboian. Padahal, ketika duel tangan kosong antara Joost dan Izaak, penggambaran aksi dari Iksaka lumayan keren dan mantap. Akan tetapi, ketika dalam adegan tembak-menembak, ternyata ketegangan dalam adegan itu tidak membuat saya mengikuti alur dan saya masih kurang menikmatinya.
Selain itu, pengembangan karakter untuk villain utamanya yakni Jacobus de Vries, menurut saya kurang greget. Padahal, de Vries sendiri itu sangat berpotensi menjadi semacam final boss, yang benar-benar jiwa villain-nya bisa dikembangkan dan digambarkan dengan gamblang. Bagaimana ia memiliki kekuatan finansial, dan kekuatan sosial yang begitu besar, tapi oleh Iksaka tokoh ini hanya dijadikan sebagai pajangan semata, seolah-olah ia hanya karakter pasif yang hanya dijadikan tempelan dalam novel Rasina. Padahal semestinya de Vries bisa menjadi karakter villain yang lebih gahar, mengerikan, keji, dan beringas. Namun, Iksaka tidak mempergunakan karakter antagonisnya ini secara optimal untuk membangun ketegangan konflik dalam seluruh alur cerita Rasina.
Dan akhir dari cerita Rasina sendiri menurut saya begitu menggantung, seperti cerita yang belum atau tidak selesai. Bagaimana Rasina kemudian dibawa oleh seorang vrijburgher saudagar partikelir bernama Johan Christian Pielat yang berhasil memenangkan pelelangan Rasina. Di sini kita tidak tahu apakah Rasina akan hidup bahagia, atau malah ia akan mengalami hal mengenaskan seperti sebelumnya saat ia menjadi budak seks de Vries. Tentu saja hanya Iksaka dan Tuhan yang tahu.
Namun, di luar semua penilaian subjektif saya itu, petualangan Joost Borstveld dan Jan Aldemaar Staalhart sungguh patut untuk diikuti. Karena kita akan mengetahui bayangan Hindia Belanda, karakter-karakter yang dibangun oleh Iksaka, dan imajinasi kita akan dibawa pada masa itu, dan apa saja yang terjadi kala itu. Selain itu, novel ini merupakan riset panjang Iksaka yang tidak main-main, dan tentu saja ini patut untuk diapresiasi.
Dan, sekali lagi saya harus mengakui kepiawaian Iksaka dalam menghidupkan karakter-karakternya, menghidupkan sesuatu yang sudah lewat, lampau, dan mati. Ia berhasil mengolah data mentah yang statis dan membosankan itu, menjadi sebuah novel kekinian yang hidup, dinamis, dan mencengangkan; Rasina. Tabik.[]
Purwokerto, 2025
Juli Prasetya. Seorang penulis muda asal Banyumas. Sekarang sedang berproses di Bengkel Idiotlogis asuhan Cepung di Desa Purbadana, Kembaran.
Gambar ilustrasi dari goodreads.com
Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Juli Prasetya
Editor: Ayu K. Ardi












