Oleh Khairiah El Marwiah
MATAHARI pagi menembus celah-celah daun. Namun, kini cahaya itu terasa lebih berat, seolah mengusung beban yang belum terungkap. Ayu duduk di ambang pintu, menatap kaki-kaki bukit yang mengelilingi desa, tempat ia merasa terjebak dalam kerinduan yang tak terbalas. Dulu, hanya angin yang bisa menyapa wajahnya, membawa kabar dari dunia luar. Kini, setelah ia tahu lebih banyak tentang orang tuanya, dunia luar bukan lagi sesuatu yang asing. Ia ingin menapaki jejak yang pernah mereka tinggalkan, meskipun kakek dan neneknya selalu mengingatkannya akan bahaya yang mengintai.
Namun, rasa ingin tahu Ayu semakin dalam. Semakin ia mencoba memahami kata-kata kakek dan nenek, semakin ia merasa bahwa ada sesuatu yang lebih besar yang mereka sembunyikan. Dalam keheningan yang menyertai waktu, ia kembali mengingat percakapan yang sempat terjadi malam itu, ketika kakek membuka sedikit tabir kebenaran.
Suatu malam, setelah makan malam, Ayu merasa ada yang tak biasa. Kakek dan neneknya lebih diam dari biasanya, seperti menyimpan sesuatu di dalam dada mereka yang tidak bisa mereka ucapkan. Ayu pun memberanikan diri, duduk di samping kakek di ruang tamu. Matanya penuh harapan, namun hatinya juga diliputi kecemasan yang tak tertahankan. “Kek,” katanya perlahan, suaranya gemetar, “ada hal lain yang Ayu belum tahu, ‘kan?”
Pak Tohir menoleh kepadanya, pandangannya berat. Ia menghela napas, seolah menarik napas yang sudah terlalu lama tertahan. “Ayu, ada hal yang tak bisa kami ungkapkan sepenuhnya. Orang tuamu…. Mereka bukan hanya pergi untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Mereka pergi karena ada sesuatu yang tak bisa mereka hindari. Sesuatu yang lebih besar dari sekadar kecelakaan.”
Ayu merasa seperti jantungnya berhenti berdetak. “Apa maksud Kakek?” tanyanya dengan terbata.
Kakek menggelengkan kepala, wajahnya penuh beban. “Mereka terlibat dalam sesuatu yang lebih kelam, Ayu. Ada rahasia besar yang tak bisa kami ungkapkan. Dunia luar tidak hanya menawarkan kebahagiaan dan kesuksesan. Ada hal-hal yang berbahaya yang mereka kejar, dan itulah yang akhirnya menghancurkan mereka.”
Ayu merasa seperti ada batu besar yang menimpa dadanya. “Apa yang mereka cari? Apa yang sebenarnya terjadi, Kek?”
Pak Tohir terdiam, menatap Ayu dengan tatapan yang penuh penyesalan. “Kami tak bisa mengungkapkan semuanya. Itu adalah bagian dari masa lalu yang tak bisa kami ubah. Tapi, Ayu, jangan terlalu cepat tertarik dengan dunia luar. Apa yang mereka cari mungkin tidak bisa kamu temukan di sana, dan itu bisa berbahaya. Kami tak ingin kamu mengikuti jejak mereka.”
Namun, Ayu merasakan bahwa kata-kata kakek itu justru semakin membingungkan dirinya. Ada sesuatu yang tak lengkap dalam cerita itu, sesuatu yang masih terpendam dalam kegelapan. Ia merasa semakin terpojok, terpenjara oleh misteri yang terus menggantung. “Kakek,” katanya dengan suara yang lebih keras, “Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang mereka cari di luar sana? Aku harus tahu.”
Pak Tohir menghela napas panjang dan menatap langit malam, seolah mencari jawaban di balik bintang-bintang yang tersembunyi.
“Mereka mencari sesuatu yang lebih dari sekadar kebahagiaan, Ayu. Mereka mencari kebenaran yang tak bisa mereka dapatkan di desa ini. Dan itu adalah sesuatu yang…, sangat berbahaya.”
Suasana hening, dan Ayu merasakan hatinya dipenuhi rasa ingin tahu yang tak terpadamkan. “Apa itu, Kek? Apa yang mereka temui di luar sana?”
Namun, kakek hanya diam, seolah terbelenggu oleh kenangan yang terlalu berat untuk dibawa kembali ke permukaan. Ayu merasa ada kekuatan yang lebih besar, yang bukan hanya berasal dari masa lalu orang tuanya, tetapi juga dari sesuatu yang tersembunyi jauh di dalam diri mereka. Sesuatu yang mereka takuti untuk diungkapkan, dan kini menjadi beban bagi Ayu untuk mencari tahu.
Di luar, hujan mulai turun lagi, dan dengan tiap tetes yang jatuh, Ayu merasa bahwa perjalanan yang akan ia tempuh tidak hanya akan membawa dirinya keluar dari desa ini, tetapi juga membawanya lebih dalam ke dalam misteri yang telah lama tersembunyi di balik bayangan orang tuanya.
Dengan tekad yang semakin membara, Ayu menatap kakek dan neneknya, berjanji dalam hatinya bahwa ia akan mencari tahu kebenaran itu, apapun yang terjadi. Dunia di luar sana, meskipun penuh bahaya, adalah tempat di mana ia bisa menemukan jawaban yang selama ini ia cari.
Pagi-pagi sekali, sebelum matahari benar-benar terbit, Ayu sudah duduk di depan rumah kayu yang selama ini melindunginya. Sesekali angin pagi menyapu wajahnya, membangkitkan semangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Pagi ini berbeda. Pagi ini, ia akan menanggalkan semua keraguannya dan melangkah menuju dunia yang selama ini ia idam-idamkan, meskipun ia tahu itu bukan perjalanan yang mudah.
Setelah memastikan kakek dan nenek masih tertidur, Ayu mengemasi barang-barang yang ia anggap perlu untuk perjalanannya. Peta yang ia temukan di dalam kotak kayu tua milik kakek, beberapa buku yang bercerita tentang dunia luar, serta foto orang tuanya yang sejak lama ia simpan rapat-rapat. Foto itu kini terasa seperti kunci untuk membuka pintu misteri yang menantinya di luar sana.
Hatinya berdebar. Entah kenapa, Ayu merasa seperti dirinya sedang meninggalkan sesuatu yang sangat berharga, namun ia juga tahu bahwa ia harus pergi. Ada sesuatu yang lebih besar yang menunggu untuk ditemukan.
Namun, sebelum ia benar-benar melangkah pergi, sesuatu yang tak terduga terjadi. Dari balik pintu, suara langkah kaki terdengar mendekat. Ayu menoleh dengan cepat. Kakek berdiri di ambang pintu, matanya menatapnya dengan tatapan yang penuh penyesalan. Ayu terperanjat, seolah waktu berhenti sejenak.
“Ayu….” Suara kakek terdengar berat, penuh emosi yang sulit diungkapkan. “Kami tahu kamu ingin pergi. Tapi, apakah kamu siap dengan semua yang akan kamu temui di sana? Apa yang akan kamu temui tidak akan seperti yang kamu bayangkan.”
Ayu terdiam, namun tekadnya semakin bulat. “Kek, aku harus tahu. Aku harus mencari tahu kebenaran tentang orang tuaku. Aku tidak bisa terjebak di sini selamanya.”
Kakek menghela napas panjang. “Ayu, kami melarangmu bukan karena kami tidak ingin kamu bahagia. Kami melarangmu karena ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar kebahagiaan. Ada sesuatu yang mereka temui di luar sana yang kami harap tak pernah kamu temui.”
“Tapi, Kek,” Ayu berkata dengan suara yang lebih tegas, “aku tidak bisa terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu. Aku ingin melihat dunia itu sendiri, aku ingin tahu apa yang orang tuaku cari. Aku ingin mencari jalan mereka.”
Kakek menatap Ayu lama, seolah mencoba mencari jawaban di dalam dirinya sendiri. Akhirnya, dengan suara pelan, ia berkata, “Ayu, perjalananmu akan penuh dengan bahaya yang tak terduga. Mereka yang pergi sebelum kamu. Mereka tidak kembali. Tapi jika kamu tetap ingin pergi, aku tidak akan menghalangimu. Hanya ingat, dunia ini tidak seperti yang kamu lihat di desa ini.”
Ayu merasa hatinya berdetak lebih cepat. Ada sebuah perasaan yang sangat kuat di dalam dirinya. Ia tahu, apa pun yang terjadi, ia harus pergi. “Aku akan kembali, Kek. Aku janji. Tidak untuk lari, tetapi untuk membawa sesuatu yang baru. Sesuatu yang akan membantu desa ini.”
Dengan penuh keyakinan, Ayu melangkah keluar dari rumah yang selama ini ia sebut rumah, menatap jalan yang terhampar di depannya, menuju dunia yang luas dan penuh dengan misteri. Ia tahu perjalanan ini bukanlah untuk mencari pelarian, tetapi untuk menemukan jawaban. Jawaban yang tersembunyi dalam kegelapan masa lalu.
Di luar sana, di balik bukit-bukit yang mengelilingi desa, ada sesuatu yang menunggunya. Dunia yang lebih besar, yang penuh dengan rahasia dan kebenaran yang belum terungkap. Ayu berjalan dengan langkah kecil namun penuh keyakinan, berjanji bahwa suatu hari nanti ia akan kembali. Dan ketika ia kembali, ia tidak hanya akan membawa dirinya sendiri, tetapi juga membawa kebenaran yang selama ini tersembunyi. []
Khairiah El Marwiah. Berdomisili di Mojokerto. Saat ini tengah sibuk lanjut belajar. Setiap hari bercengkerama dengan dunia tulisan, sebab ia seorang copywriter.
Penulis: Khairiah El Marwiah
Editor: Asna Rofiqoh