Sil Sila Yusuf. Lahir di Sumenep, 21 September 1991. Mantan aktivis Sanggar Karang Pondok Pesantren Agung Damar ini juga pernah bergiat di Masyarakat Seni Pesantren (MSP). Puisi dan cerpennya banyak terbit dalam antologi bersama penulis pesantren maupun penulis Nusantara. Saat ini penulis mengajar di almamater tercinta Agung Damar dan aktif di PR Fatayat NU Larangan Perreng bidang POP. Baginya, tak ada yang lebih berhasil dari mencoba memulai dan bersabar dalam berproses.
Tasbih
Tasbihku melingkar antara Arab dan Madura
Berputar melewati berbagai negara
Di antaranya negara yang tak bertuhan
Negara yang meragukan Tuhan
Negara yang menduakan Tuhan
Tasbihku manik-manik ganja
Setiap ulur adalah candu dan cinta
Tasbihku bilangan ganjil
Setiap saat dosa kucicil
Tasbihku lintas rindu
Menagih bertemu setiap waktu
Dengan negara yang meng-Esakan Tuhan
Dengan negara yang melewatkan keberadaan Tuhan
Dengan negara yang mengkhawatirkan takdir Tuhan
Dengan negara yang menghitung-hitung Tuhan
Tasbihku pusaka pendekar sejagad raya
Lafalnya menembus sadar paling maya
Kelak jua mereka menemukannya
Sumenep, 7122020
Buta
Malam di kakiku menua. Di tanganku mendua. Di kepalaku tanpa bicara.
Ia mencari piring yang bening. Gelas yang bening. Sendok gemerincing. Bila diketuk, bunyinya nyaring.
Malam di kakiku menua. Di perutku menjadi singa. Di mataku tanpa bola.
Ia tongkat tirakat. Semakin lama membuatku terikat. Berharap tanpa sekat. Antara Tuhan dan malamku nun sekarat.
Sumenep, 27092020
Erupsi
Belum sempurna akalku menghitung detik
Perut gunung meraung seakan kembung
Mengepul kabut darinya
Tapi bukan kepulan biasa
Seperti kentut kita tadi malam
Anak anak di langgar berlarian keluar
Bukan mencari ibu
Tapi napasnya dia bawa lari bersama
Mengejar jalan panjang
Menjauh dari kematian yang katanya niscaya
Diangkat roknya setinggi harapan
Diayun kakinya secepat kenyataan
Mengejar orang-orang tanpa kendaraan
Tanpa uang
Tanpa rumah
Bahkan di antara mereka tanpa kaki dan kemaluan
Langit menghitam
Siang menjadi kelam
Hujan tak lagi dingin
Seperti ego kita
Terbakar melihat istri begitu rela dicumbu tetangga
Tak ada yang bisa menahan
Letusan letusan serupa amarah
Semakin mengejar
Semakin menutup kemungkinan
“duhai, punggungku terbakar
Kakiku melepuh
Rambutku menjadi rambut patung patung di museum!
Ibuku tak tahu di mana, kulitku terlepas di tanah lumpur, masa depanku terhanyut lava, terbakar bersama ikan di sungai”
Teriak seseorang di jembatan perak yang putus urat nadinya
Sumenep, 05122021
Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan teknologi AI.
Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Sil Sila Yusuf
Editor: Tiara NS