Dwi Ayu Lestari. Lahir 20 tahun lalu di Sumatera Utara. Saat ini ia tengah mengarungi lautan ilmu di kota santri, Kudus, Jawa Tengah. Tulisan-tulisannya termaktup dalam buku Riuh Jejak, Muslimah Teduh, Surga Terindah itu Bernama Ibu, Menembus Labirin Asa, Kerinduan, Bahasa Sesal, dan Di Gagang Pintu Rumah Ibu.
Wanita Hebatku
Aku terhenyak dalam sendunya malam
Menatap ia yang tengah terlelap dalam dekapan mimpi yang indah
Rupanya kini tampak kian usang beriringnya waktu
Tubuhnya pula tak lagi kuat seperti dulu
Bu, peranmu sungguh begitu melelahkan ya?
Bukan hanya tentang si buah hati tapi juga tentang segala halnya kaulakukan,
Tidaklah terkirakan betapa beratnya menjadi sosok engkau
Kau rela berkorban waktu, tenaga bahkan nyawa sekalipun
Memeras pikiran sekuat tenaga, memperjuangkan agar anakmu bisa hidup layaknya anak lain
Bu tak ada seorang pun yang mampu sepertimu
Aku terkagum padamu, Bu
Berperan berat, tanpa mengharapkan imbalan sedikit pun
Cercahan keluh pun tak pernah terlontarkan dari lisanmu
Bahkan selelah itu saja kau masih bisa menebar senyum untuk seisi rumah
Maaf Bu
Jika hingga detik ini pun aku belum mampu membahagiakanmu,
Justru lukalah yang sering kali kutorehkan,
Maaf, jika aku tumbuh tidak dengan indah
Maaf, jika aku nantinya tidak menjadi sosok apa-apa
Tapi Bu aku kini tengah mengusahakannya
Memberi hadiah indah untuk yang terindah
Dan bagiku, Surga-Nya lah kado terindah untuk surgaku
Ibu
Sosok yang tak pernah lelah dalam mencintai
Raganya bisa saja rapuh, namun tidak dengan cintanya
Kasih Ibu bagai sang surya, tak pernah lelah menyinari dunia
Terima kasih Bu
Terima kasih untukmu Ibu
Sosok yang paling berani mempertaruhkan nyawanya untukku
Bahkan menghibahkan seluruh hidupnya untuk sang buah hati
Bu, semoga aku bisa setegar dirimu.
Aksara Senja
Secercah cahaya jingga mulai menyinsing
menyembunyikan rupanya nan indah
Ia pergi tanpa pamit
Meski tak tentu akan kembali
atau daku yang tak akan menyaksikannya kemudian
Namun, kesan indahnya berjejak
dan terabadikan dalam ingatan
Sekejap dan tak menetap,
tetapi selalu bermakna
Tuhan, terimakasih telah menciptakan makhluk seindah itu
Hadirnya bukan sekadar fatamorgana,
melainkan penyembuh bagi jiwa-jiwa yang terluka
Cantik yang Kau Maksud?
Ia memang tidak cantik, tapi bahkan lebih dari kata sempurna
Bukan, ini bukan tentang fisik, melainkan perihal hati
Cantik seperti apa yang kau maksud?
Tuan, mengapa kecantikan terukur dengan fisik?
Apa tidak cantik itu bencana?
Tapi kudengar, justru cantik itu luka?
Benarkah?
Duhai Tuan,
lupakah engkau bahwa tidak ada standart kecantikan yang ditetapkan dalam agama?
Atau kau berpura-pura lupa?
Tapi, sunguh. Cantik tak semestinya sekadar perihal itu.
Melainkan pancaran cahaya tentang bagaimana si empunya seperti sabda-Nya
Hati yang indah akan memancarkan keindahan paras bagi si empunya.
Penulis: Dwi Ayu Lestari
Editor: Ayu K. Ardi











