Paradigma Baru Pengelolaan Dewan Kesenian: Dari Eksekutor ke ‘Think Tank’ Kolektif-Kolegial

Institusi seni yang berfungsi sebagai think tank mampu memaksimalkan potensi budaya untuk memengaruhi pembangunan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan.

Oleh Muhammad Ishak

DEWAN Kesenian, sebagai institusi strategis dalam ekosistem seni, kini bergerak menuju paradigma baru yang lebih relevan dengan tuntutan zaman. Paradigma sendiri diartikan sebagai cara pandang atau kerangka berpikir yang menjadi landasan dalam memahami, menganalisis, dan bertindak terhadap suatu permasalahan atau fenomena. Dalam konteks ini, paradigma baru Dewan Kesenian adalah pergeseran dari pendekatan lama sebagai pelaksana kegiatan seni menuju peran sebagai think tank kolektif-kolegial.

Pengertian Think Tank

Think tank adalah lembaga yang berfokus pada penelitian, analisis, dan pengembangan ide-ide strategis untuk membantu pengambilan keputusan. Sebagai think tank, Dewan Kesenian berfungsi sebagai pusat pemikiran yang mendalam dan inovatif, menghasilkan gagasan strategis berbasis data dan riset yang dapat memajukan seni budaya di tengah tantangan zaman.

Pengertian Kolektif-Kolegial

Kolektif-kolegial adalah prinsip kerja yang menekankan partisipasi bersama dalam pengambilan keputusan, di mana tanggung jawab dan kewenangan dibagi secara merata di antara anggota. Dengan prinsip ini, Dewan Kesenian tidak bertumpu pada satu individu atau otoritas tertentu, melainkan mengutamakan proses deliberatif.

Dalam proses deliberatif, setiap pihak diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat, mempertimbangkan sudut pandang lain, dan mencapai kesepakatan bersama melalui dialog yang terbuka dan demokratis, juga melibatkan berbagai pihak untuk mencapai konsensus terbaik.

Peran Dewan Kesenian dalam Paradigma Baru

Dalam paradigma baru ini, Dewan Kesenian diarahkan untuk:

  1. Menyediakan Ruang Dialog: Membuka forum untuk mendiskusikan ide-ide kreatif dari seniman, akademisi, dan masyarakat.
  2. Menyusun Rekomendasi Kebijakan: Menghasilkan panduan strategis berbasis riset untuk mendukung pengembangan seni budaya.
  3. Mendorong Kolaborasi: Memfasilitasi kerja sama lintas sektor antara seniman, pemerintah, dan sektor swasta.
  4. Memberdayakan Ekosistem Seni: Mengarahkan fokus pada pembangunan infrastruktur seni yang berkelanjutan.

Menurut Dr. Richard Florida, seorang pakar kebijakan budaya, “Institusi seni yang berfungsi sebagai think tank mampu memaksimalkan potensi budaya untuk memengaruhi pembangunan sosial dan ekonomi secara berkelanjutan. Dengan pendekatan kolektif-kolegial, institusi ini dapat menjadi jembatan antara seni dan kebutuhan masyarakat modern.”

Prof. Terry Eagleton, seorang teoretikus budaya, menegaskan bahwa “Seni memiliki kekuatan transformatif yang besar, tetapi hanya dapat terwujud jika didukung oleh lembaga yang memiliki visi strategis dan kemampuan analitis yang mendalam.”

Dengan paradigma baru ini, Dewan Kesenian tidak lagi menjadi pelaksana program seni, namun menjadi motor penggerak perubahan yang strategis. Sebagai think tank yang bekerja secara kolektif-kolegial, Dewan Kesenian berkomitmen untuk menghidupkan seni sebagai kekuatan inovasi, pemersatu masyarakat, dan penggerak perubahan sosial, budaya, dan ekonomi. Paradigma ini adalah langkah besar menuju ekosistem seni yang lebih inklusif, relevan, dan berdampak luas. []

Muhammad Ishak, aktif di kegiatan silat, baca puisi, dan teater sejak belia sampai remaja, aktif dalam pementasan teater dan baca puisi sejak tahun 1989 sampai dengan 1995, tampil di Taman Ismail Marzuki Jakarta, dalam kelompok Teater Dayung Dayung pimpinan A. Alinde (alm.) tahun 1992 dan juga tampil di Taman Ismail Marzuki Jakarta (TIM) dengan Bumi Teater pimpinan Wisran Hadi (alm.) tahun 1994 ,dan aktif pementasan teater di Taman Budaya Sumbar dan kota lainnya, ikut dalam Forum Pejuang Seniman Sumatera Barat (FPS-SB), serta terlibat sebagai pembicara dalam Kelompok Kreator Era AI, bekerja di dunia perbankan selama lebih kurang 28 tahun sejak tahun 1996 sebagian dihabiskan menjadi Direktur Utama selama 20 tahun di beberapa Bank Perekonomian Rakyat (BPR) di Sumbar dan mendirikan BPR milik Pemda Padang Pariaman pada tahun 2007. Sekarang sebagai Komisaris di samping Advokat dan aktif dalam kegiatan Kebudayaan dan Kesenian di Sumatera Barat.

Penulis: Muhammad Ishak

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan