Pakaian sebagai Identitas dan Makna Kehidupan
Pakaian sejatinya adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri. Ia bukan hanya untuk menutup tubuh, tetapi juga mencerminkan jati diri seseorang.

Oleh Fatatik Maulidiyah
MENJELANG Idulfitri, masyarakat berbondong-bondong membeli pakaian baru. Tradisi ini telah mengakar kuat, seolah menjadi penanda kebahagiaan menyambut hari kemenangan. Namun, apakah pakaian hanya sebatas kain yang menutup tubuh, ataukah ia memiliki makna lebih dalam dalam kehidupan manusia?
Tidak ada yang tahu pasti seperti apa pakaian yang dikenakan oleh Nabi Adam dan Hawa di surga. Tidak pula ada hadis atau tafsir yang menjelaskan secara rinci bagaimana pakaian itu hilang ketika mereka diturunkan ke bumi. Dalam Al-Qur’an, disebutkan bahwa setelah memakan buah terlarang, keduanya menyadari aurat mereka dan berusaha menutupinya dengan daun-daun surga:
“Lalu setan membisikkan pikiran jahat kepada mereka untuk menampakkan kepada keduanya aurat mereka yang tertutup ….” (QS. Al-A’raf: 20).
Sejak saat itu, manusia mulai mengenakan pakaian untuk menutupi tubuhnya.
Dalam perkembangannya, bahan dan fungsi pakaian terus berubah. Awalnya, manusia menggunakan dedaunan, kulit binatang, lalu berkembang menjadi pakaian berbahan kain, logam untuk baju zirah, hingga pakaian modern seperti saat ini. Sejarah menunjukkan bahwa manusia selalu beradaptasi dalam menciptakan pakaian sesuai dengan kebutuhannya.
Pakaian bukan sekadar penutup aurat, tetapi juga memiliki fungsi sosial. Ia bisa menjadi simbol status, profesi, hingga keyakinan seseorang. Seorang dokter mengenakan jas putih sebagai tanda keahliannya, seorang prajurit memakai seragam militer untuk menunjukkan tugasnya dalam menjaga negara, dan seorang santri memakai sarung sebagai identitasnya.
Lebih jauh, pakaian juga menggambarkan keyakinan seseorang. Mereka yang memilih pakaian panjang dan longgar percaya bahwa menutup aurat adalah bentuk ketaatan kepada Allah. Ada yang memilih pakaian bercadar untuk menjaga diri dari fitnah, sementara yang lain mengenakan hijab sebagai bentuk identitas keislaman mereka. Allah berfirman:
“Wahai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Ayat ini menunjukkan bahwa pakaian memiliki dua fungsi utama: menutup aurat dan sebagai perhiasan. Namun, yang paling utama adalah pakaian takwa—yakni kesadaran untuk selalu menjaga diri dalam kebaikan.
Pakaian dan Pengaruhnya dalam Masyarakat
Pakaian tidak hanya sekadar apa yang kita kenakan, tetapi juga bisa membentuk persepsi orang lain terhadap diri kita. Dalam banyak situasi, pakaian dapat menentukan bagaimana seseorang diperlakukan. Seseorang yang berpakaian rapi dan berwibawa cenderung mendapat perlakuan lebih baik dibandingkan yang berpakaian lusuh. Bahkan, ada ungkapan Jawa yang mengatakan:
“Ajining rogo soko busono.” (Kemuliaan seseorang tergantung pada pakaiannya).
Fenomena ini sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari. Seorang yang mengenakan jas dan sepatu mengkilap mungkin akan lebih dihormati saat memasuki sebuah instansi dibandingkan seseorang yang berpakaian biasa. Bahkan di kalangan santri, memakai sorban atau jas bisa memberikan kesan lebih alim.
Namun, tidak jarang pula pakaian menimbulkan kesalahpahaman. Ada orang yang memakai pakaian keagamaan, tetapi justru melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran agama. Ada pula yang dihormati hanya karena pakaiannya, padahal perilakunya jauh dari baik.
Pakaian sejatinya adalah anugerah dari Allah yang harus disyukuri. Ia bukan hanya untuk menutup tubuh, tetapi juga mencerminkan jati diri seseorang. Namun, lebih dari sekadar pakaian luar, yang paling penting adalah pakaian takwa. []
Fatatik Maulidiyah, penulis dan guru MAN 2 Mojokerto, Jawa Timur.
Ikuti update terbaru tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Fatatik Maulidiyah
Editor: Anita Aisyah