Nuzulul Qur’an sebagai Tonggak Literasi dalam Islam

Tradisi menulis dan menghimpun Al-Qur’an menjadi proyek literasi terbesar yang menjaga keaslian ajaran Islam.

Oleh Fatatik Maulidiyah, SAg., M.Pd.I.

LITERASI dalam peradaban Islam berakar dari peristiwa monumental, yakni turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad saw. Wahyu tersebut tercantum dalam Surah Al-‘Alaq ayat 1–5 yang dimulai dengan perintah membaca: Iqra’ bismi rabbika alladzi khalaq (Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan). Dalam ayat tersebut, Allah juga menegaskan bahwa Dia mengajarkan manusia dengan perantara pena (qalam), yang menjadi simbol penting dalam tradisi keilmuan dan literasi Islam.

Sementara itu, semangat menulis juga ditegaskan dalam Surah Al-Qalam, yang dimulai dengan sumpah Allah atas pena dan apa yang dituliskan (Nun. Wal-qalami wa ma yasthurun). Dari titik inilah, peradaban Islam mulai meletakkan fondasi literasi yang terus berkembang hingga kini.

Kerja Literasi Terbesar dalam Peradaban Islam

Sejarah mencatat bahwa proyek literasi terbesar dalam peradaban Islam adalah penghimpunan dan penulisan Al-Qur’an. Pada masa Rasulullah saw., wahyu dituliskan oleh para sahabat yang bertugas sebagai juru tulis wahyu, seperti Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Thalib, Mu’awiyah bin Abi Sufyan, dan Ubai bin Ka‘ab. Mereka menuliskan wahyu di pelepah kurma, tulang belulang, dan kulit hewan. Selain itu, banyak sahabat yang menghafalnya secara langsung, menjadikan Al-Qur’an terjaga baik dalam bentuk tulisan maupun hafalan.

Setelah wafatnya Rasulullah saw. Islam menghadapi tantangan besar, terutama setelah Perang Riddah yang menyebabkan banyak penghafal Al-Qur’an gugur. Umar bin Khattab pun mengusulkan kepada Khalifah Abu Bakar untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu mushaf. Tugas besar ini dipercayakan kepada Zaid bin Tsabit, yang dengan cermat mengumpulkan wahyu dari berbagai catatan dan hafalan sahabat, sehingga terbentuklah Mushaf Abu Bakar.

Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, perbedaan bacaan Al-Qur’an mulai muncul di berbagai wilayah Islam yang semakin luas. Untuk menjaga keseragaman, Utsman membentuk tim kodifikasi yang kembali dipimpin oleh Zaid bin Tsabit. Mushaf yang dihasilkan kemudian diperbanyak dan disebarkan ke berbagai wilayah, dikenal sebagai Mushaf Utsmani. Mushaf inilah yang menjadi standar bagi umat Islam hingga saat ini, memastikan bahwa Al-Qur’an tetap autentik dan tidak mengalami perubahan.

Literasi Hadis dari Lisan ke Manuskrip

Selain Al-Qur’an, tradisi literasi dalam Islam juga berkembang pesat dalam bidang hadis. Pada masa Rasulullah saw. hadis belum secara sistematis ditulis karena kekhawatiran bercampurnya hadis dengan wahyu. Namun, beberapa sahabat seperti Abdullah bin Amr bin Ash tetap menuliskannya dengan izin Nabi. Setelah Rasulullah wafat, kebutuhan untuk mendokumentasikan hadis semakin mendesak.

Pada masa Tabi‘in, proyek penghimpunan hadis semakin serius. Khalifah Umar bin Abdul Aziz (wafat 101 Hijriah) menjadi pelopor dalam menginstruksikan kodifikasi hadis secara resmi. Tugas ini diemban oleh para ulama seperti Imam Malik yang menyusun Al-Muwaththa’. Generasi berikutnya melahirkan para imam hadis terkemuka seperti Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah, yang menyusun kitab-kitab hadis dengan metode ilmiah yang ketat.

Literasi Islam di Era Modern

Semangat literasi Islam terus berkembang hingga era modern. Dengan perkembangan teknologi cetak dan digital, Al-Qur’an dan hadis semakin mudah diakses oleh umat Islam di seluruh dunia. Tafsir, syarah hadis, dan kajian keislaman juga semakin kaya dengan berbagai metode analisis. Ulama modern seperti Syekh Tantawi, Yusuf al-Qaradawi, dan lainnya terus mengembangkan literasi Islam dengan pendekatan yang sesuai dengan zaman.

Lebih dari sekadar tradisi, literasi dalam Islam menjadi bagian dari identitas umat. Dari turunnya wahyu pertama hingga era digital, literasi Islam telah membentuk peradaban yang kaya ilmu, menginspirasi umat untuk terus membaca, menulis, dan menyebarkan ilmu sebagai bagian dari ibadah. Peristiwa Nuzulul Qur’an bukan hanya awal dari turunnya kitab suci, tetapi juga titik awal peradaban literasi yang terus berkembang dan memberi cahaya bagi dunia. []

Fatatik Maulidiyah, Guru Al-Qur’an Hadis dan Ilmu Tafsir MAN 2 Mojokerto.

Penulis: Fatatik Maulidiyah

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan