Nilai Spiritualitas dalam Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw.
Isra Mi'raj mengajarkan pentingnya salat sebagai bentuk komunikasi langsung dengan Allah Swt.

Oleh Fatatik Maulidiyah
“MAHASUCI Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad saw.) pada malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda (Kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS. Al Isra: 1)
Isra’ Mi’raj merupakan perjalanan fisik dan spiritual Rasulullah Muhammad saw. dan menjadi mukjizat kedua setelah Al-Qur’an. Pada perjalanan tersebut sarat dengan berbagai pengalaman serta menjadi riwayat tersendiri dalam sejarah Islam dan kenabian. Setiap tahun umat Islam memperingatinya untuk merefleksikan dalam ibadah ritual dan sosial yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ibnu Ishaq pada abad ke-8 menuturkan, pada suatu malam setelah Rasulullah saw. kehilangan Siti Khadijah yang wafat pada sekitar 621 Masehi, Rasulullah tertidur di sebelah utara Ka’bah. Selepas tengah malam, Malaikat Jibril membangunkan Rasulullah. Setelah terbangun, Rasulullah kemudian digandeng Jibril ke gerbang utama menuju Ka’bah.
“Kemudian aku melihat seekor binatang berwarna putih, seukuran bagal atau keledai dengan dua sayap menutupi kaki belakangnya. Kaki depannya merentang sejauh mata memandang.” Mengutip keterangan yang menurutnya datang dari Rasulullah sendiri ditulis Ibnu Ishaq.
Sebagai salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam, yang menjadi tonggak penting bagi keimanan umat islam, perjalanan luar biasa Nabi Muhammad saw. ini terjadi dalam satu malam, melibatkan perjalanan horizontal dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid Al-Aqsha di Palestina (Isra’), dan dilanjutkan dengan perjalanan vertikal ke langit tertinggi hingga Sidratul Muntaha (Mi’raj). Keajaiban peristiwa ini tidak hanya menjadi bukti kebesaran Allah Swt., tetapi juga menyimpan banyak pelajaran spiritual yang relevan sepanjang masa.
Isra’ adalah bagian pertama dari perjalanan Nabi Muhammad saw. Dalam perjalanan ini, beliau didampingi Malaikat Jibril dengan menaiki Buraq, makhluk surga yang bergerak lebih cepat daripada cahaya. Tujuan perjalanan ini adalah Masjid Al-Aqsha, yang menjadi simbol persatuan para Nabi dan umat beriman. Di sana, Nabi Muhammad saw. memimpin salat bersama para Nabi lainnya, menegaskan posisi beliau sebagai penghulu para Nabi.
Perjalanan Isra’ ini menunjukkan betapa pentingnya Masjid Al-Aqsha sebagai tempat suci ketiga dalam Islam. Hal ini mengajarkan umat Islam untuk menjaga dan menghormati tempat-tempat suci, serta mengingatkan akan nilai persaudaraan universal antarumat beriman.
Setelah menyelesaikan Isra’, Nabi Muhammad saw. melanjutkan perjalanan Mi’raj, naik ke langit tertinggi melewati tujuh lapisan langit. Dalam setiap lapisan, beliau bertemu dengan para Nabi, seperti Nabi Adam, Nabi Isa, Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim, yang memberikan salam dan penghormatan.
Puncak perjalanan Mi’raj adalah ketika Nabi Muhammad saw. sampai di Sidratul Muntaha, tempat yang tidak dapat dijangkau oleh makhluk mana pun selain Rasulullah saw. Di tempat inilah beliau menerima perintah langsung dari Allah Swt. untuk melaksanakan salat lima waktu bagi umatnya, yang menjadi salah satu pilar utama Islam.
Salat adalah hadiah terbesar dari peristiwa Mi’raj, yang menunjukkan betapa pentingnya hubungan seorang hamba dengan Tuhannya. Perintah ini juga menjadi pengingat bahwa dalam kehidupan modern yang serba sibuk, salat adalah momen untuk kembali terhubung dengan Allah Swt. dan menyucikan jiwa.
Isra’ Mi’raj mengandung banyak nilai spiritual yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah keteguhan iman Nabi Muhammad saw., yang tetap percaya dan teguh meskipun banyak orang yang meragukan peristiwa ini. Pelajaran ini relevan bagi umat Islam untuk tetap berpegang pada keyakinan meskipun menghadapi tantangan.
Selain itu, peristiwa ini mengajarkan pentingnya salat sebagai bentuk komunikasi langsung dengan Allah Swt. Salat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga cara untuk mendekatkan diri kepada-Nya, memohon petunjuk, dan mencari ketenangan jiwa.
Isra’ Mi’raj juga mengajarkan tentang keberanian untuk melampaui batasan manusiawi. Perjalanan Nabi yang melibatkan dimensi ruang dan waktu mengingatkan bahwa dalam kehidupan, kita harus berani menghadapi hal-hal yang tampak mustahil dengan keyakinan kepada Allah Swt.
Dalam dunia yang penuh dengan distraksi, Isra’ Mi’raj menjadi pengingat bahwa manusia memerlukan momen-momen refleksi spiritual. Salat, sebagai hadiah dari peristiwa ini, adalah sarana untuk melepaskan diri dari kesibukan duniawi dan mengarahkan fokus kepada Allah Swt.
Selain itu, persatuan yang tercermin dalam salat berjamaah di Masjid Al-Aqsha mengajarkan pentingnya solidaritas umat Islam di seluruh dunia. Persaudaraan, kerja sama, dan saling mendukung adalah nilai-nilai yang harus dijaga untuk menghadapi tantangan zaman.
Isra’ Mi’raj bukan sekadar kisah sejarah, tetapi juga pelajaran spiritual yang abadi. Dari peristiwa ini, umat Islam diajak untuk memperkuat hubungan dengan Allah Swt. melalui salat, menjaga tempat-tempat suci, dan mempererat persaudaraan.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari perjalanan agung ini untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan kualitas hidup kita sebagai umat Muslim. []
Fatatik Maulidiyah, guru dan penulis. Berdomisili di Mojokerto, Jawa Timur.
Penulis: Fatatik Maulidiyah
Editor: Muhammad Subhan