Motivasi untuk Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat
Penting, membangun kebudayaan yang transparan, inklusif, dan bebas dari hegemoni.

Oleh Rizal Tanjung
Taman Budaya: Bukan Sekadar Simbol, tetapi Pusat Kreativitas
Kebudayaan adalah jati diri bangsa. Ia bukan hanya warisan, tetapi juga fondasi bagi masa depan yang lebih maju dan berdaya saing. Dalam menghadapi tantangan global, Indonesia memiliki modal besar melalui warisan budaya yang kaya dan unik. Namun, warisan ini tidak boleh hanya menjadi simbol yang dipajang, melainkan harus terus berkembang, berinovasi, dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Taman Budaya, sebagai wadah ekspresi seni dan budaya, seharusnya menjadi tempat di mana kreativitas tumbuh subur tanpa batasan yang mengekang. Ia bukan hanya sekadar unit pelaksana teknis (UPTD) di bawah Dinas Kebudayaan, melainkan sebuah institusi yang memiliki peran strategis dalam membentuk kesadaran budaya, mendukung kebebasan berekspresi, serta mendorong pertumbuhan industri kreatif yang berkelanjutan.
Namun, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa pengelolaan budaya di Indonesia, termasuk di Sumatera Barat, masih sering terjebak dalam pendekatan administratif yang kaku. Alih-alih mendorong inovasi, kebijakan budaya cenderung lebih banyak berfokus pada konservasi tanpa pengembangan lebih lanjut. Seni budaya sering hanya dijadikan sebagai formalitas dalam seremoni-seremoni tanpa ada keberlanjutan yang nyata.
Transparansi dan Inklusivitas: Kunci Kemajuan Taman Budaya
Mengacu pada pemikiran Antonio Gramsci, setiap institusi, termasuk Taman Budaya, adalah medan pertarungan ideologi. Jika tidak dikelola dengan transparan dan inklusif, institusi ini dapat menjadi alat hegemoni yang hanya menguntungkan segelintir pihak, terutama elite politik dan birokrasi. Ketika kebijakan kebudayaan lebih condong pada kepentingan politik citra, maka masyarakat dan para seniman akan kehilangan haknya untuk berkembang dan berkreasi secara bebas.
Oleh karena itu, Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya harus menjadikan transparansi sebagai prinsip utama dalam menjalankan tugasnya. Beberapa langkah yang bisa diambil meliputi:
Keterbukaan dalam perencanaan dan pengelolaan anggaran
Setiap anggaran yang dialokasikan untuk pengembangan budaya harus dapat diakses oleh publik.
Harus ada evaluasi dan laporan yang jelas mengenai efektivitas program yang dijalankan.
Kebijakan yang inklusif dan berbasis kebutuhan seniman serta komunitas kreatif
Dinas Kebudayaan tidak boleh hanya melibatkan kelompok tertentu dalam perumusan kebijakan, tetapi harus membuka ruang dialog bagi semua pelaku seni dan budaya.
Seniman lokal harus diberi akses lebih luas untuk menampilkan karya mereka di panggung nasional dan internasional.
Penghapusan birokrasi yang menghambat kreativitas
Kebijakan kebudayaan harus lebih fleksibel dan tidak hanya terpaku pada aturan administratif yang rigid.
Aparatur Dinas Kebudayaan harus memahami dinamika seni dan budaya agar kebijakan yang diambil benar-benar mendukung perkembangan sektor ini.
Menghapus Hegemoni: Kebudayaan untuk Semua, Bukan Milik Segelintir
Dalam berbagai analisis kritis, seperti yang diungkapkan oleh Navis, sering kali kebijakan budaya hanya menjadi alat pelestarian yang stagnan tanpa ada ruang untuk inovasi. Hal ini diperparah dengan adanya dominasi kelompok tertentu dalam menentukan arah kebijakan kebudayaan.
Taman Budaya harus menjadi ruang yang bebas dari hegemoni politik dan birokrasi. Ia bukan milik pejabat yang sedang berkuasa atau kelompok elite tertentu, melainkan milik semua pelaku seni dan budaya yang ingin berkontribusi. Oleh karena itu, penting untuk:
Membangun sistem seleksi yang adil dan transparan dalam pemilihan program seni dan budaya.
Membuka akses seluas-luasnya bagi seniman muda dan komunitas kreatif untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Taman Budaya.
Menjauhkan kepentingan politik dalam pengelolaan kebudayaan, sehingga seni dan budaya dapat berkembang secara murni tanpa intervensi yang merugikan.
Transformasi Taman Budaya: Dari Administratif ke Substansial
Jika ingin menjadi pusat kebudayaan yang berdaya guna, Taman Budaya harus melakukan transformasi dari sekadar unit administratif menjadi lembaga yang benar-benar memiliki dampak substansial. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah:
Meningkatkan dukungan finansial dan infrastruktur
Selama ini, minimnya anggaran dan infrastruktur sering menjadi kendala utama dalam pengembangan budaya. Pemerintah harus melihat budaya sebagai investasi, bukan sekadar biaya.
Teknologi digital harus dimanfaatkan untuk memperluas jangkauan seni dan budaya ke tingkat global.
Revitalisasi program dan kegiatan budaya
Program yang dibuat harus berbasis pada kebutuhan nyata seniman dan masyarakat.
Kegiatan seni tidak boleh hanya bersifat seremonial, tetapi harus memberikan dampak jangka panjang bagi perkembangan budaya.
Meningkatkan kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan komunitas seni
Tidak ada kebijakan budaya yang bisa berhasil tanpa keterlibatan berbagai pihak.
Harus ada sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, komunitas kreatif, dan dunia usaha dalam membangun ekosistem budaya yang lebih kuat.
Seni dan Budaya sebagai Soft Power di Era Global
Di tengah derasnya arus globalisasi dan pengaruh budaya asing, Indonesia harus mampu menjadikan seni dan budaya sebagai soft power untuk memperkuat identitas nasional. Banyak negara yang telah berhasil memanfaatkan budaya mereka sebagai alat diplomasi dan strategi ekonomi kreatif, seperti Korea Selatan dengan K-Pop dan drama Koreanya.
Kita tidak boleh tertinggal. Indonesia, termasuk Sumatera Barat, memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Namun, kekayaan ini harus dikelola dengan strategi yang tepat agar dapat dikenal dunia. Oleh karena itu, peran Taman Budaya harus lebih dari sekadar tempat pameran seni, tetapi juga sebagai pusat pengembangan dan promosi seni-budaya di tingkat internasional.
Beberapa langkah yang dapat diambil untuk memperkuat peran Taman Budaya dalam strategi soft power adalah:
Mengembangkan program seni dan budaya berbasis digital agar lebih mudah diakses oleh masyarakat luas.
Menjalin kerja sama dengan lembaga budaya internasional untuk memperluas jaringan dan peluang bagi seniman lokal.
Meningkatkan literasi budaya di kalangan generasi muda agar mereka lebih memahami dan bangga dengan budaya lokal.
Bergerak Bersama Menuju Pemajuan Kebudayaan yang Lebih Progresif
Taman Budaya tidak boleh hanya menjadi simbol formalitas, melainkan harus menjadi pusat kreativitas yang dinamis dan inovatif. Untuk itu, Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya harus berani melakukan perubahan dengan menerapkan prinsip transparansi, inklusivitas, dan kebebasan berekspresi.
Dengan menghapus hegemoni dan membuka ruang bagi semua elemen masyarakat, kita dapat menciptakan ekosistem budaya yang lebih sehat dan progresif. Bukan hanya untuk kepentingan seremonial, tetapi benar-benar memberikan manfaat bagi para seniman, komunitas budaya, dan masyarakat luas.
Mari kita jadikan Taman Budaya sebagai pusat pergerakan seni dan budaya yang dapat bersaing di tingkat global. Bersama, kita bisa mewujudkan kebudayaan yang lebih maju, berdaya saing, dan menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia! []
Rizal Tanjung, seniman/budayawan Sumatera Barat.
Penulis: Rizal Tanjung
Editor: Muhammad Subhan