Menghidupkan Kembali Dewan Kesenian yang Vakum Selama 1,5 Dasawarsa: Antara Inisiatif dan Legitimasi

Dalam situasi di mana tidak ada pengurus aktif dan struktur organisasi telah runtuh, kelompok inisiator memiliki legitimasi untuk membentuk tim formatur.

Oleh Muhammad Ishak

KETIKA sebuah Dewan Kesenian telah vakum selama 1,5 dasawarsa, dengan kepengurusan yang berakhir masa tugas dan tanpa penerus, tidak ada pertanggungjawaban dari pengurus, runtuhnya struktur organisasi, tidak ada dana, serta data anggota yang tidak valid, banyak yang menganggap bahwa organisasi tersebut telah mati secara fungsional. Namun, kematian organisasi tidak selalu bersifat permanen. Organisasi sejatinya adalah entitas hidup yang dapat dibangkitkan kembali oleh mereka yang masih memiliki kepedulian terhadap visi dan misi yang pernah diusung.

Kepedulian adalah sikap atau perasaan empati, perhatian, dan tanggung jawab terhadap situasi, kondisi, atau kebutuhan orang lain maupun lingkungan sekitar. Kepedulian muncul dari kesadaran individu atau kelompok untuk terlibat secara aktif dalam memperbaiki atau menjaga hal-hal yang dianggap penting, baik dalam konteks sosial, lingkungan, maupun organisasi.

Ketika kita berbicara tentang kepedulian orang-orang atau sekelompok orang, ini merujuk pada komitmen kolektif yang didasarkan pada nilai, tujuan, atau kepentingan bersama. Sekelompok orang yang peduli biasanya memiliki ikatan emosional dan moral terhadap suatu isu atau entitas, seperti komunitas, organisasi, atau lingkungan sosial mereka. Mereka merasa bertanggung jawab untuk terlibat secara aktif dalam upaya memperbaiki, mempertahankan, atau mengembangkan hal-hal tersebut.

Dalam situasi seperti ini, inisiatif dari sekelompok orang yang memiliki niat tulus untuk membangkitkan kembali organisasi, bahkan dengan menggunakan metode keterwakilan, bukanlah keinginan sepihak. Sebaliknya, ini adalah manifestasi dari tanggung jawab moral dan komitmen kolektif untuk menjaga keberlanjutan organisasi. Pertanyaannya adalah: Apakah mereka berhak membentuk kepengurusan baru? Dan apa langkah-langkah yang harus dilakukan setelahnya?

Dalam kondisi seperti ini, menunggu bukanlah pilihan, tetapi bertindak adalah keharusan.

Dalam kondisi di mana tidak ada pengurus aktif, vakum selama 1,5 dasawarsa (14 tahun) yang bisa menginisiasi Musyawarah Besar (Mubes) diperparah dengan ketiadaan dana, maka langkah paling realistis adalah membentuk kepengurusan baru melalui sistem keterwakilan dan tim formatur.

Menurut Prof. Dr. Rhenald Kasali, seorang pakar manajemen perubahan, “Organisasi bukan sekadar struktur formal, melainkan kumpulan individu yang memiliki tujuan bersama. Ketika struktur runtuh, yang menyelamatkan adalah semangat kolektif.” Ini menegaskan bahwa inisiatif dari kelompok kecil yang peduli bukan hanya sah secara moral, tetapi juga diperlukan untuk mengisi kekosongan struktural.

Dr. Salim Said, seorang ahli sosiologi organisasi, menambahkan bahwa “Dalam situasi di mana organisasi vakum, kelompok inisiator dapat bertindak sebagai agen perubahan. Metode keterwakilan adalah bentuk demokrasi partisipatif yang sah untuk memulai proses kebangkitan.” Dengan kata lain, kelompok inisiator yang bekerja secara sukarela memiliki legitimasi untuk membentuk struktur kepengurusan baru, asalkan prosesnya dilakukan secara transparan dan inklusif.

Apakah Inisiatif Ini Dipandang sebagai Keinginan Sepihak? Tidak.

Selama inisiatif tersebut bertujuan untuk kebaikan bersama dan dilakukan dengan prinsip transparansi dan inklusi, maka tidak dapat dianggap sebagai keinginan sepihak. Metode keterwakilan di mana sekelompok orang yang peduli berkumpul untuk membahas dan memutuskan langkah-langkah kebangkitan organisasi adalah bentuk partisipasi kolektif yang sah dalam konteks demokrasi organisasi.

Apakah kelompok inisiator bisa membentuk kepengurusan baru melalui Tim Formatur? Ya, bisa.

Dalam situasi di mana tidak ada pengurus aktif dan struktur organisasi telah runtuh, kelompok inisiator memiliki legitimasi untuk membentuk tim formatur. Tim formatur ini bertugas merancang struktur kepengurusan baru dan memastikan proses kebangkitan organisasi berjalan sesuai dengan prinsip demokrasi organisasi.

Namun, untuk menghindari persepsi negatif atau tuduhan bahwa inisiatif ini bersifat sepihak, beberapa prinsip berikut perlu dijaga:

  1. Transparansi dalam Proses: Semua tahapan musyawarah dan keputusan yang diambil harus terbuka dan terdokumentasi.
  2. Komunikasi Terbuka: Sebisa mungkin libatkan anggota lama yang masih bisa dihubungi, dan beri kesempatan kepada siapa pun yang ingin terlibat.
  3. Konsensus Kolektif: Keputusan penting harus diambil berdasarkan musyawarah mufakat.

Langkah-Langkah Setelah Kepengurusan Baru Terbentuk:

  1. Konsolidasi Internal dan Penguatan Legitimasi

Verifikasi dan Pendataan

  • Mengidentifikasi kembali siapa saja seniman, budayawan, atau penggiat seni yang masih aktif.
  • Jika data lama tidak ada atau tidak lengkap buat pendataan ulang untuk memastikan.

Penyusunan Ulang AD/ART

  • Meninjau kembali Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Jika tidak ada atau sudah tidak relevan, perlu disusun ulang agar sesuai dengan kebutuhan zaman.

Pengesahan Kepengurusan

  • Jika Dewan Kesenian memiliki hubungan dengan pemerintah daerah, segera ajukan SK Pengesahan dari Kepala Daerah atau Dinas Kebudayaan.

Membangun Kesepakatan Visi dan Misi Baru

  • Organisasi yang vakum lama mungkin perlu melakukan redefinisi visi dan misi agar relevan dengan kondisi ekosistem seni saat ini.
  1. Pemulihan Kredibilitas dan Reputasi
  • Komunikasi dan Sosialisasi ke Publik
  • Mengumumkan bahwa Dewan Kesenian telah aktif kembali melalui media sosial, website, dan media lokal.
  • Menjalin komunikasi dengan tokoh-tokoh seni dan budaya untuk mendapatkan dukungan moral dan pengakuan publik.

Silaturahmi dengan Seniman dan Komunitas Seni

  • Mengadakan forum diskusi atau pertemuan informal untuk mendengar aspirasi seniman lokal.
  • Membangun kembali jejaring dengan komunitas seni dan budaya yang ada di daerah tersebut.

Audiensi dengan Pemerintah dan Sponsor

  • Menjalin hubungan dengan pemerintah daerah, dinas terkait, dan DPRD untuk mendapatkan dukungan program dan pendanaan.
  • Mendekati sponsor, CSR perusahaan, dan institusi swasta untuk potensi kerja sama dalam program seni dan budaya.
  1. Reaktivasi Program dan Kegiatan

Menyusun Program Kerja Jangka Pendek & Panjang

  • Menyiapkan roadmap 3-5 tahun untuk pengembangan organisasi dan kebijakan kebudayaan.
  • Mengaktifkan Media Promosi
  • Membuat website resmi dan akun media sosial sebagai pusat informasi.
  • Mengaktifkan publikasi rutin tentang kegiatan seni yang dilakukan oleh Dewan Kesenian.

Memfasilitasi Pelatihan dan Workshop.

  • Revitalisasi Infrastruktur Seni
  • Jika Dewan Kesenian memiliki gedung.
  1. Pengelolaan Dana dan Kemandirian Finansial

Mengajukan Hibah atau Bantuan Dana

  • Mengajukan proposal ke Kementerian Kebudayaan atau lembaga donor seni.
  • Mencari Sponsor dan Kemitraan
  • Menjalin kerja sama dengan BUMN, swasta, dan lembaga filantropi seni.
  • Menciptakan Sumber Pendapatan Mandiri.
  1. Mengadakan Musyawarah Besar (MUBES) atau Kongres Kesenian.

Setelah kepengurusan berjalan stabil, adakan Musyawarah Besar Seniman untuk:

  • Menetapkan arah organisasi jangka panjang.
  • Menyusun kebijakan seni dan budaya yang lebih strategis.

Menghidupkan kembali organisasi yang telah vakum selama 1,5 dasa warsa (14 tahun) adalah tantangan besar, namun bukan hal yang mustahil. Inisiatif dari sekelompok orang yang peduli, bahkan jika dilakukan dengan metode keterwakilan melalui Tim Formatur, adalah bentuk tanggung jawab moral dan komitmen kolektif terhadap visi organisasi Dewan Kesenian. Membentuk kepengurusan baru dalam kondisi seperti ini sah secara etika dan fungsional, selama prosesnya dilakukan secara transparan dan demokratis.

“Setiap upaya perubahan membutuhkan dukungan dan evaluasi, bukan prasangka dan kecurigaan.”

Sebagaimana dikatakan Peter Drucker, “The best way to predict the future is to create it.” Masa depan organisasi ada di tangan mereka yang berani mengambil inisiatif, bukan hanya menunggu struktur lama yang tak lagi ada. []

Muhammad Ishak, seniman/budayawan Sumatera Barat.

Penulis: Muhammad Ishak

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan