Mengelola Stres dan ‘Burnout’: Panduan untuk Dosen dalam Menjaga Kesehatan Mental

Stres adalah respons alami tubuh terhadap tekanan, namun jika tidak dikelola dengan baik, stres dapat dengan cepat berkembang menjadi burnout.

Oleh Widya Rizky Pratiwi

STRES dan burnout (kelelahan) merupakan tantangan yang sering dihadapi oleh dosen dalam menjalani tugas-tugas akademik yang padat. Beban kerja yang tinggi, tanggung jawab yang besar, dan tuntutan yang terus meningkat dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dosen. Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda awal stres dan burnout serta menerapkan strategi praktis untuk menjaga kesehatan mental merupakan cara mengelola stres dan mencegah burnout.

Stres dan burnout adalah realitas yang sering kali tidak bisa dihindari dalam dunia akademik. Namun, dengan mengenali tanda-tanda awal dan menerapkan strategi-strategi yang tepat, dosen dapat menjaga kesehatan mentalnya dengan lebih baik. Pada akhirnya, menjaga kesehatan mental adalah investasi jangka panjang bagi dosen untuk tetap produktif dan bahagia dalam menjalani karier mereka. Dengan proaktif dalam mengelola stres, dosen tidak hanya dapat meningkatkan kualitas hidup mereka sendiri, tetapi juga memberikan dampak positif bagi mahasiswa dan lingkungan akademik secara keseluruhan.

Mengenali Tanda-Tanda Awal Stres dan Burnout

Stres adalah respons alami tubuh terhadap tekanan, namun jika tidak dikelola dengan baik, stres dapat dengan cepat berkembang menjadi burnout, yakni sebuah kondisi kelelahan emosional yang parah. Burnout ditandai dengan perasaan kehilangan motivasi, tekanan emosional yang intens, serta penurunan signifikan dalam kinerja. Bagi dosen, tanda-tanda burnout sering kali terlihat dalam bentuk kelelahan yang mendalam, hilangnya minat terhadap tugas-tugas yang sebelumnya dianggap bermakna, dan perasaan keterasingan dari lingkungan kerja. Kondisi ini bukan hanya mempengaruhi produktivitas dosen, tetapi juga dapat berdampak pada kualitas pengajaran dan interaksi dengan mahasiswa.

Tanda-tanda awal stres pada dosen sering kali terlihat dalam bentuk gejala fisik dan emosional seperti kecemasan yang meningkat, gangguan tidur, mudah marah, dan kesulitan untuk berkonsentrasi. Gejala-gejala ini, jika dibiarkan, bisa menjadi pintu masuk menuju burnout. Burnout sendiri sering kali ditandai dengan perasaan tidak berdaya, hilangnya kepuasan dalam bekerja, serta munculnya sikap sinis terhadap pekerjaan dan lingkungan sekitarnya. Penting untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini bukanlah sesuatu yang bisa diabaikan begitu saja, karena mereka bisa menjadi sinyal awal dari masalah kesehatan mental yang lebih serius.

Selain gejala fisik dan emosional, mengenali tanda-tanda awal burnout juga memerlukan perhatian terhadap perubahan perilaku yang terjadi pada diri sendiri atau rekan kerja. Misalnya, dosen yang biasanya bersemangat mungkin mulai menghindari interaksi sosial atau menjadi lebih tertutup, menunjukkan penurunan kualitas kerja, atau menarik diri dari aktivitas yang sebelumnya mereka nikmati. Perubahan kebiasaan makan dan pola tidur, seperti makan berlebihan atau kehilangan nafsu makan, serta insomnia, juga bisa menjadi tanda bahwa seseorang sedang mendekati burnout. Dengan memahami dan mengenali perubahan-perubahan ini, dosen dapat segera mengambil tindakan pencegahan, seperti mencari dukungan dari rekan kerja atau profesional, serta mengatur ulang beban kerja untuk mencegah dampak yang lebih serius pada kesehatan mental mereka.

Strategi Menjaga Kesehatan Mental

Mengelola stres dan mencegah burnout memerlukan pendekatan yang holistik, mencakup aspek fisik, emosional, dan sosial. Salah satu strategi paling efektif adalah dengan menerapkan teknik manajemen stres yang sederhana namun berdampak besar, seperti latihan pernapasan dalam, meditasi, atau yoga. Aktivitas-aktivitas ini dapat membantu mengurangi ketegangan dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Bagi dosen yang memiliki jadwal yang padat, bahkan menyisihkan waktu lima hingga sepuluh menit setiap hari untuk latihan relaksasi dapat memberikan manfaat yang signifikan.

Selain itu, penting bagi dosen untuk menetapkan batasan yang jelas antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Sering kali, dosen terjebak dalam lingkaran kerja yang tidak pernah berhenti, di mana mereka merasa perlu untuk terus bekerja meskipun sudah di luar jam kerja. Menetapkan batas waktu untuk berhenti bekerja dan mematuhi jadwal tersebut dapat membantu menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi, yang pada akhirnya dapat mengurangi risiko stres dan burnout.

Menjaga Kesehatan Fisik sebagai Bagian dari Kesehatan Mental

Kesehatan fisik dan kesehatan mental saling berkaitan erat. Dosen yang menjaga kesehatan fisiknya dengan baik cenderung memiliki ketahanan mental yang lebih baik. Olahraga teratur, pola makan sehat, dan tidur yang cukup adalah faktor-faktor penting yang dapat membantu mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Misalnya, melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki di pagi hari atau bersepeda bisa membantu mengurangi ketegangan otot dan meningkatkan produksi endorfin, yang merupakan hormon kebahagiaan.

Tidur yang cukup juga sangat penting dalam menjaga kesehatan mental. Dosen yang kurang tidur cenderung lebih mudah merasa stres dan sulit berkonsentrasi. Oleh karena itu, menjaga rutinitas tidur yang teratur dan memastikan waktu tidur yang cukup setiap malam adalah langkah yang sangat penting. Menghindari konsumsi kafein atau makanan berat sebelum tidur juga bisa membantu meningkatkan kualitas tidur.

1. Pentingnya Menetapkan Prioritas dan Manajemen Waktu

Salah satu penyebab utama stres dan burnout pada dosen adalah ketidakmampuan untuk mengelola waktu dengan efektif. Beban kerja yang beragam, mulai dari mengajar, menilai, hingga penelitian, sering kali membuat dosen merasa kewalahan. Oleh karena itu, penting untuk mengembangkan keterampilan dalam menetapkan prioritas dan mengelola waktu dengan baik. Memanfaatkan alat bantu manajemen waktu seperti to-do list atau aplikasi pengatur waktu dapat membantu dosen untuk tetap fokus pada tugas yang paling mendesak dan penting.

Selain itu, dosen juga perlu belajar mengatakan “tidak” pada tugas tambahan yang mungkin terlalu memberatkan. Menolak tugas bukanlah tanda ketidakmampuan, melainkan cara untuk menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan waktu pribadi. Dengan menetapkan prioritas yang jelas, dosen dapat menghindari perasaan kewalahan dan meningkatkan produktivitas mereka tanpa harus mengorbankan kesehatan mental.

2. Membangun Kebiasaan Refleksi Diri

Refleksi diri adalah praktik yang dapat membantu dosen untuk mengidentifikasi sumber stres dan mengevaluasi respons mereka terhadap tekanan kerja. Dengan rutin meluangkan waktu untuk merenung, dosen dapat lebih memahami apa yang memicu stres dan mencari cara yang lebih efektif untuk mengatasinya. Misalnya, mencatat dalam jurnal tentang tantangan yang dihadapi dan bagaimana mereka meresponsnya dapat memberikan wawasan yang berharga untuk perbaikan di masa mendatang.

Selain itu, refleksi diri juga membantu dalam mengenali pencapaian dan perkembangan diri, yang sering kali terlewatkan dalam rutinitas kerja yang sibuk. Menghargai pencapaian kecil dapat meningkatkan rasa percaya diri dan memberikan dorongan positif untuk terus berkembang. Dengan demikian, refleksi diri bukan hanya alat untuk mengatasi stres, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan emosional dan kepuasan dalam bekerja.

3. Melibatkan Dukungan Sosial dalam Mengelola Stres

Dukungan sosial memainkan peran penting dalam mengelola stres dan mencegah burnout. Dosen yang memiliki jaringan dukungan yang kuat, baik itu dari rekan kerja, keluarga, atau teman, cenderung lebih mampu menghadapi tekanan pekerjaan. Berbagi pengalaman dengan sesama dosen yang mungkin menghadapi tantangan serupa dapat memberikan rasa lega dan membantu menemukan solusi. Selain itu, meminta bantuan atau saran dari orang-orang di sekitar ketika merasa kewalahan dapat mencegah akumulasi stres yang berlebihan.

Mengembangkan hubungan yang positif dengan kolega juga bisa menjadi salah satu cara untuk mengurangi stres di tempat kerja. Kolaborasi dalam proyek-proyek akademik atau saling bertukar ide dapat memberikan dorongan motivasi dan mengurangi perasaan terisolasi. Lingkungan kerja yang mendukung dan saling menghargai bisa menjadi benteng pelindung dari efek negatif stres dan burnout.

Widya Rizky Pratiwi, Dosen Magister Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Terbuka.

Penulis: Widya Rizky Pratiwi

Editor: Maghdalena

Komentar

1 Komentar
  1. Sedikit memberikan ruang dan waktu untuk healing dan refreshing santai meski sejenak bersama keluarga juga merupakan solusi yg cukup baik untuk mengurangi stress dan burnout.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan