Membangun Budaya Literasi
Rumah adalah sekolah pertama bagi setiap insan. Di rumahlah kebiasaan-kebiasaan baik atau buruk dimulai, budaya literasi ini bisa dimulai dari rumah.
Oleh Dilla, S.Pd.
BUDAYA adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa, dan karsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat, atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah. Budaya juga diartikan sebagai suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok masyarakat. Dalam arti kata budaya adalah kebiasaan.
Lalu, apa itu budaya literasi? Menurut Wikipedia, budaya literasi suatu budaya atau kebiasaan dalam masyarakat yang meliputi segala usaha manusia yang berkaitan dengan membaca dan menulis. Adapun tujuan budaya literasi adalah menciptakan tradisi berpikir yang diikuti oleh proses membaca dan menulis sehingga dapat menciptakan suatu karya yang berdaya guna.
Pertanyaannya, apakah literasi itu hanya baca tulis saja?
Ternyata tidak. Literasi itu ada enam, apa saja? Mari kita bahas.
Pertama, literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi digital, literasi finansial, literasi sains, dan literasi budaya.
Bagimanakah menumbuhkan budaya literasi ini dalam kehidupan sehari-hari? Tentu melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan oleh orang sekitar. Karena budaya literasi dapat didefinisikan sebagai kemampuan di mana setiap orang memiliki sikap; cerdas, peka (berempati), jeli, pembelajar, berbudaya, mampu membaca lingkungannya, dan mampu mengaktualisasikan dalam tulisan atau karya.
Lalu bagaimana cara membangun budaya literasi bagi generasi digital saat ini? Untuk bisa membangun giat budaya literasi ini harus dimulai dari rumah, masyarakat, dan sekolah. Jika tidak ada salah satunya, budaya itu akan lentur dan tidak bisa berjalan dengan maksimal.
Bagaimana membangun budaya literasi di rumah? Rumah adalah sekolah pertama bagi setiap insan. Di rumahlah kebiasaan-kebiasaan baik atau buruk dimulai. Budaya literasi ini bisa dimulai dari rumah, bagaimana caranya?
Ini yang akan kita kupas. Pertama, keluarga harus bisa menumbuhkan minat baca sedini mungkin. Karena keluarga yang jarang dan tidak membaca, tidak akan bisa membudayakan literasi. Di dalam keluargalah kita membiasakan membaca sedini mungkin. Ketika anak-anak sudah dikenalkan dengan buku sejak bayinya, maka dia akan senang membaca. Letakkan buku di tempat-tempat yang mudah dijangkau oleh anak, walaupun hanya dilihat dan dipegang-pegang saja, minimal kita sudah mengenalkan buku kepada anak. Lambat laun dengan gambar yang menarik dan karena selalu terlihat, anak akan membolak-balik buku dan belajar membacanya.
Kedua, orang tua wajib mendorong putra putrinya membaca buku. Tidak akan ada anak yang rajin membaca jika orang tuanya tidak gemar pula membaca. Semua dimulai dari pembiasaan dari orang tua di rumah. Minimal menyediakan sumber-sumber bacaan yang bermutu dan sesuai dengan umur anaknya di rumah. Bagi anak-anak usia prasekolah, sediakan buku komik dan buku dongeng bergambar.
Ketiga, orang tua memberi contoh sebagai pembaca buku yang baik. Selain itu jadikanlah membeli buku menjadi sebuah kebutuhan primer. Bawa anak-anak ke toko buku dan memilih buku kesukaannya. Bimbing juga mereka menabung sebagai bentuk literasi finasial untuk bisa membeli buku yang mereka sukai. Walaupun pada praktiknya zaman sekarang sudah jarang orang tua yang menganggarkan penghasilannya untuk membeli buku bagi anak-anaknya. Seharusnya ada budget tersendiri bagi setiap keluarga untuk membeli buku bacaan setiap bulannya.
Keempat, membiasakan kembali mendongeng sebelum tidur. Sekarang kesibukan yang makin kompleks, membuat orang tua sudah jarang mendongeng untuk anak-anaknya menjelang tidur. Dengan alasan capek sepulang kerja, atau kemalaman sampai di rumah karena kesibukan bekerja di luar rumah. Sementara bagi anak-anak, mendongeng adalah suatu hal yang sangat menarik dan akan menjadi kenangan seumur hidup mereka. Seperti kita sekarang, pasti masih ingat kalau kita pernah didongengkan oleh orang tua kita dahulunya. Kenapa? Karena dalam mendongeng anak akan mencerna setiap kisah yang disampaikan. Mereka akan menyimpan memori yang menyenangkan di bawah alam sadar mereka sehingga akan terkenang sepanjang masa. Apalagi anak-anak yang minta didongengkan adalah mereka yang dalam masa golden age. Apa pun yang disampaikan oleh orang tua mereka akan kekal dan tersimpan di dalam memori mereka sepanjang hayat.
Kelima, memiliki perpustakaan keluarga, ini juga menjadi hal langka yang bisa kita temukan di dalam keluarga sekarang ini. Ketika masuk ke sebuah rumah, yang sering kita lihat adalah pajangan foto keluarga, guci-guci, dan karangan bunga. Jarang kita lihat ada rumah yang mempunyai pustaka kecil tempat menghimpun buku-buku bacaan. Bagaimana budaya literasi akan ada jika buku yang akan dibaca itu letaknya jauh dan tersimpan rapi dalam lemari. Sudah seharusnya dibuat pustaka kecil atau pojok baca dan rak-rak buku di setiap sudut rumah. Karena tantangan di zaman ini semakin tinggi karena adanya gawai yang menjadi musuh utama budaya literasi dalam keluarga saat ini.
Selain itu, sebagai orang tua kita harus bisa membatasi penggunaan gawai pada anak dan cerdas dalam menggunakan teknologi. Sekarang ini adalah zaman digital, di mana anak-anak dari SD sampai dewasa sudah mempunyai gawai, jadi tidak akan terlaksana literasi jika masing-masing anggota keluarga sibuk dengan gawainya. Maka, karena itulah penggunaan teknologi komunikasi ini harus dibatasi dalam keluarga. Harus ada jadwal kapan waktunya bermain gawai, kapan waktunya membaca dan beraktivitas lainnya.
Itulah beberapa kebiasaan yang bisa diterapkan untuk menumbuhkan budaya lìterasi di dalam keluarga.
Bagaimana pula giat literasi di sekolah? Di sekolah ada yang namanya GLS, yaitu Gerakan Literasi Sekolah. Pelaksanaan GLS ini dibina langsung oleh semua guru, dan penanggung jawabnya oleh kepala sekolah. Banyak kegiatan yang dilakukan di sekolah untuk meningkatkan budaya literasi bagi siswa. Pertama, membaca buku cerita atau nonpelajaran selama 15 menit sebelum pelajaran dimulai. Kedua, memperkaya koleksi bacaan untuk mendukung kegiatan 15 menit membaca. Ketiga, meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran dengan menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran. Keempat, memfungsikan lingkungan sekolah melalui pemanfaatan sarana dan prasarana sekolah.
Kelima, melibatkan komunitas di luar sekolah yaitu perpustakaan keliling dalam kegiatan 15 menit membaca. Keenam, memilih buku bacaan yang baik, dan menyediakan sarana perpustakaan yang representatif dan membuat pojok baca di setiap kelas. Ada juga kafe literasi, angkringan baca, dan gerobak baca. Banyak kegiatan yang dilakukan di sekolah dalam menyukseskan gerakan literasi sekolah ini.
Masing-masing sekolah memiliki kiat dan juga motode yang berbeda. Tergantung dengan kreativitas masing-masing sekolah, baik di tingkat sekolah dasar dan juga menengah.
Lalu, bagaimana cara menumbuhkan kebiasaan dan giat budaya literasi di dalam masyarakat? Apa yang bisa kita lakukan?
Pertama, harus bisa mengoptimalkan perpustakaan daerah. Harus ada perpustakaan di setiap daerah dan bisa diakses dengan mudah oleh masyarakat. Kedua, perlunya penambahan buku di perpustakaan daerah karena perpustakaan daerah harus menyediakan buku yang baru dan beragam agar bisa dibaca oleh semua warga masyarakat. Ketiga, diadakannya kegiatan dan lomba yang menarik oleh perpustakaan daerah, seperti lomba baca puisi, lomba bercerita, lomba menulis, dan penerbitan buku. Keempat, perpustakaan daerah harus bisa menjadi lokomotif minat baca masyarakat dengan menyediakan pojok-pojok baca di tempat yang strategis, selain layanan Wi-Fi gratis. Kelima, disubsidinya buku oleh pemerintah kepada masyarakat dan dibangunnya taman-taman baca di setiap kelurahan dan RW.
Itulah beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan giat literasi di lingkungan keluarga dan masyarakat. Jika ini sudah terlaksana, tidak akan mustahil lahir generasi emas Indonesia hebat yang akan memajukan bangsa ini. []
Dilla, S.Pd. lahir di Bukittinggi, 8 Juni 1981. Saat ini mengajar di SMPN 2 Bukittinggi. Telah menerbitkan tujuh buku tunggal dan puluhan buku antologi. Saat ini tergabung di dalam Kelas Menulis elipsis, penerima Anugerah Literasi Insan Pendidikan Wali Kota Bukittinggi.
Penulis: Dilla, S.Pd.
Editor: Muhammad Subhan










