Memancing
Seperti memancing yang membutuhkan usaha dan ketekunan, hidup pun menuntut kesabaran dan keyakinan agar bisa meraih hasil yang diharapkan.

Oleh Muhammad Subhan
SELAIN membaca dan menulis, hobi berikutnya yang saya sukai adalah memancing. Memancing ikan, tentunya. Bisa di empang, sungai, danau, atau laut.
Saya lebih suka memancing di laut. Lebih menantang. Lebih seru. Lebih banyak ikan.
Sering kali, saya menumpang perahu nelayan. Perahu bercadik. Lebih stabil. Tak mudah oleng meski diadang ombak.
Waktu memancing bebas. Saat ada kesempatan. Tapi lebih sering selepas Lebaran. Kebetulan, saya punya famili di Bungus Teluk Kabung, pinggiran Kota Padang. Dia nelayan. Punya perahu sendiri.
Saat mudik, saya menyempatkan diri ke sana. Kadang menginap. Subuh sebelum fajar menyingsing, kami berangkat melaut.
Perahu kami dorong ke laut. Tenaga bersama. Kadang dibantu nelayan lainnya, karena perahu itu berat. Perahu itu memiliki mesin tempel. Mesinnya kecil. Butuh dua hingga tiga jam menuju titik pancing di tengah laut yang luas.
Itu dengan mesin. Nelayan tanpa mesin? Hanya mengandalkan kayuh. Bisa berjam-jam lamanya. Butuh tenaga. Butuh ketahanan. Tapi sudah jarang nelayan sekadar mengandalkan kayuh. Umumnya sudah memakai mesin tempel.
Sampai di titik pancing, kail saya turunkan. Lumayan dalam. Entah berapa meter. Saya tak dapat memperkirakan berapa dalamnya laut itu. Tapi, kalau kedalaman hatimu, bisa saya tebak, eeaaa …. Ini bercanda. Yang pasti, saat besi pemberat menyentuh dasar laut, umpan langsung disambar ikan.
“Jujut, jujut!” Begitulah getarannya di ujung jari.
Jika ikannya besar, tarikannya lebih kuat. Lebih mendebarkan. Sensasinya luar biasa. Ikan karang banyak tertangkap. Tapi tak jarang, pancing tersangkut di batu karang.
Memancing bukan sekadar menunggu ikan menggigit umpan. Ia mengajarkan kesabaran.
Menjadi nelayan tak mudah. Mereka mengarungi laut. Menghadapi ombak. Menunggu ikan dengan penuh harap. Kadang pulang dengan hasil banyak. Kadang tak membawa apa-apa.
Begitulah hidup. Tak selalu sesuai rencana. Tapi tetap harus berusaha. Tak boleh menyerah.
Memancing juga mengajarkan kerja keras. Kail yang diturunkan tak serta-merta membawa ikan. Kadang lama menunggu. Kadang umpan habis, tapi tak ada hasil.
Seperti hidup. Tak semua usaha langsung berbuah. Harus tetap mencoba. Tetap bertahan. Yakin bahwa rezeki akan datang pada saatnya.
Ada rasa percaya diri dalam memancing. Seorang pemancing harus yakin. Ikan ada di sana. Jika tidak, ia tak akan bertahan. Begitu juga hidup. Kepercayaan diri penting. Tanpa keyakinan, langkah terasa berat.
Memancing menyehatkan. Bukan hanya fisik, tetapi juga jiwa. Menghirup udara laut yang segar. Berjemur di bawah sinar matahari. Menggerakkan tubuh saat menarik pancing. Semua itu baik untuk tubuh.
Untuk jiwa, memancing memberikan ketenangan. Suara ombak. Embusan angin. Kesabaran menunggu. Semua menjadi terapi bagi pikiran yang lelah.
Ikan yang ditangkap juga sumber protein terbaik. Kaya gizi. Menjaga kesehatan tubuh.
Jika tak ada nelayan, orang kota tak makan ikan. Jika tak ada nelayan, gizi masyarakat berkurang.
Nelayan adalah pahlawan pangan. Tanpa mereka, sumber protein dari laut tak sampai ke meja makan.
Memancing mengajarkan rasa syukur. Setiap ikan yang didapat adalah rezeki dari Tuhan.
Tak semua pemancing berhasil membawa ikan pulang. Begitu juga hidup. Apa yang kita dapat hari ini, tak selalu bisa kita peroleh besok. Bersyukur atas apa yang diberikan.
Dalam Islam, nelayan adalah pekerja yang mulia. Mereka mencari nafkah dengan cara halal. Berusaha di lautan luas. Menangkap ikan dengan jerih payah. Tidak ada hasil tanpa usaha. Itu prinsip hidup yang diajarkan agama.
Memancing juga mengajarkan tawakal. Setelah segala upaya dilakukan, hasilnya kita serahkan kepada Tuhan. Seperti nelayan yang berlayar, mereka tak bisa memastikan berapa banyak ikan yang akan didapat. Mereka hanya bisa berusaha. Selebihnya, Tuhan yang menentukan.
Kata memancing tak hanya tentang ikan. Ia punya makna lebih luas. Memancing rezeki. Memancing perhatian. Memancing inspirasi.
Dan lagi, hidup ini seperti memancing. Kita harus berusaha. Harus sabar. Harus yakin. Jika kail dilempar ke tempat yang tepat, hasilnya akan lebih baik.
Memancing adalah seni menunggu. Tidak semua yang ditunggu akan datang. Tidak semua usaha langsung berhasil.
Tapi, di balik setiap kail yang diturunkan, ada harapan. Ada keyakinan. Bahwa di bawah sana, ada ikan yang akan menggigit. Begitu juga hidup. Ada rezeki yang menunggu. Ada keberuntungan yang akan datang. Asal kita mau berusaha. Asal kita tak menyerah.
Memancing bukan hanya soal mendapatkan ikan. Ia adalah pelajaran hidup. Kesabaran, kerja keras, kepercayaan diri, rasa syukur. Semua ada dalam prosesnya.
Hidup ini seperti laut. Kadang tenang. Kadang berombak. Tapi, selama ada keberanian untuk melaut, ada harapan untuk pulang membawa hasil.
Jadi, apa lagi yang ditunggu? Segera turunkan kail. Tariklah rezeki dari lautan kehidupan. Dan jangan lupa bersyukur atas setiap tangkapan, sekecil apa pun itu. []
Muhammad Subhan, penulis, pegiat literasi, dan founder Sekolah Menulis elipsis.
Penulis: Muhammad Subhan
Editor: Anita Aisyah