Literasi, Cermin dari Rumah Kita

Membangun budaya literasi bisa dimulai dari keluarga, dengan langkah kecil seperti membiasakan membaca di rumah.

Oleh Bachtiar Adnan Kusuma

PADA Senin, tepatnya Tanggal 17 Ramadhan 1446 Hijriah atau bertepatan dengan 17 Maret 2025 adalah peringatan Nuzulul Qur’an. Nuzulul Qur’an kembali mengingatkan turunnya wahyu Allah Swt. yaitu malam Nuzulul Qur’an dipandang sebagai malam penuh rahmat dan ampunan. Dari peristiwa pertama kali turunnya Al-Qur’an yaitu Allah Swt. memerintahkan kepada Rasulullah Muhammad saw. agar membaca, yaitu Iqra. Perintah membaca diterima Rasulullah Muhammad saw. pertama kali terjadi pada tanggal 17 Ramadan sekitar tahun 610 Masehi yang disampaikan malaikat Jibril di Gua Hira.

Dari peringatan Nuzulul Qur’an atau perintah membaca tersebut, penulis memahami dan menyadari betul bahwa semangat literasi telah diterima umat Islam sejak 610 Masehi. Hal ini membutikan bahwa semangat literasi telah menjadi perintah yang diterima umat Islam sedunia dengan meneladani Rasulullah Muhammad saw. sebagai panutan, teladan dan juru penyampai literasi.

Nah, kalau hari ini literasi menggema di mana-mana, dari tempat terpencil dengan segala keterbatasannya, sampai kota besar yang segalanya ada. Tersebar pejuang literasi dengan masing-masing gayanya, menjaga gema semangat literasi, agar selalu ada. Bahkan, semakin nyaring terdengar, sesungguhnya meneruskan perjuangan Baginda Rasulullah Muhammad saw. yang tak pernah lelah mengajak umatnya membaca Al-Qur’an dan menjadikannya pedoman hidup yang abadi.

Kita Mulai dari Hal Sederhana

Energi literasi sudah menyala, tugas selanjutnya adalah menjaganya agar tetap berkobar. Caranya? Mulailah dari hal-hal kecil. Tularkan energi literasi pada orang-orang terdekat. Itulah yang ditawarkan penulis dalam buku Parenting Literasi, yang penulis tulis. Penulis adalah pegiat literasi yang sudah puluhan tahun beraksi, mengabdi. Atas kiprah di dunia literasi ini, pada akhirnya penulis diganjar Penghargaan Tertinggi Nugra Jasadharma Pustaloka Perpustakaan Nasional. Sebelumnya, penulis dianugerahi penghargaan Literasi Award Nasional IKA BKPRMI, Parmusi Award, Pin Emas tiga kali berturut-turut dari Wali Kota Makassar, Danny Pomanto, sebagai Penggagas dan Motivator Perpustakaan Lorong, Tokoh Pendidikan Non Formal dan Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Terbaik 1 Kota Makassar, pada 2017 dan penghargaan dari Bupati Maros Chaidir Syam dan sejumlah lembaga Nasional dan lokal di Indonesia.

Berikutnya, penulis kembali ke soal Parenting Literasi adalah buku yang hendak berbagi informasi, bahwa mengurus pengembangan literasi adalah mengurusi sebuah mega proyek. Membangun literasi sejatinya membangun peradaban. Meskipun begitu, mulailah dari hal yang sederhana. Jangan berfokus pada akhir perjuangan literasi, bagaikan istana megah yang sulit dibangun. Pandanglah literasi seperti keping-keping kecil batu pualam yang menyusunnya. Pada kepingan mana kita mau memberi sumbangsih. Tidak perlu muluk-muluk dalam mengembangkan literasi, mulailah dari keluarga sendiri. Itu semangat yang berusaha penulis bagi dalam buku tersebut.

Jujur, keluarga memang menjadi unit terkecil dalam masyarakat. Bukan karena dia unit terkecil, maka kecil pula pengaruhnya. Persoalan sosial yang ada di masyarakat, biasanya berawal dari tatanan keluarga yang rapuh. Juga sebaliknya, keadaan masyarakat harmonis, pasti lahir dari keluarga nan tentram.

Jika ingin memajukan literasi di tengah masyarakat, mulailah dari unit terkecil: keluarga. Penulis dalam buku ini menggambarkan tentang potret keluarga yang berliterasi. Selain dipenuhi perabotan rumah, ruang-ruang keluarga juga dipenuhi jejeran buku beraneka tema. Anak-anak tidak hanya sibuk dengan gawai, tapi mereka lebih antusias membalik-balik lembar buku.

Dua Pembahasan

Jika dibagi dalam dua bagian besar, Parenting Literasi memuat buah pikir dan jejak pengalaman penulis sebagai seorang pejuang literasi. Ide-ide kreatif yang sederhana, menjadi ciri khas. Misalnya, penulis pernah menggagas “Gerakan Membaca 15 Menit”. Ya, waktu yang tidak terlampau lama, hanya 15 menit. SMA Negeri 17 Makassar adalah sekolah yang pernah menerapkan konsep ini. Setiap hari siswa diwajibkan membaca 15 menit saja di perpustakaan sekolah pada 2013-2015.

Dalam buku Parenting Literasi, juga dikisahkan penulis membuat sebuah terobosan, lagi-lagi dalam bentuk gerakan, namanya Gerakan Ibu Suka Membaca Buku. Ibu-ibu yang biasanya identik dengan urusan domestik rumah tangga, di mata penulis mereka sangat potensial dalam membesarkan gelombang literasi.

Apalagi untuk perkara membangun peradaban. Wanita adalah komponen penting. Wanita, kelak bila dia telah menjadi ibu, maka sejatinya dialah pendidik dunia. Bila generasi muda ini hancur, maka salah satu yang paling patut terkena getah adalah ibu.

Dari sekian banyak ide segar pengembangan literasi yang digagas penulis, salah satu yang paling inovatif adalah Perpustakaan Lorong. Berawal dari mencermati tata ruang Kota Makassar yang banyak memiliki lorong, muncullah gagasan untuk membuat perpustakaan di lorong-lorong Kota Makassar.

Perpustakaan Lorong, ide yang telah terejewantah dalam aksi nyata, membuat penulis mendapat banyak sorotan. Dalam buku ini penulis mengungkapkan keinginan mengikuti jejak John Wood. Seorang tokoh literasi dunia yang punya sekitar 7.000 perpustakaan.

Selain disuguhi oleh gagasan-gagasan segar, membaca buku Parenting Literasi seperti sedang membaca catatan perjalanan seorang pejuang literasi. Penulis mengajak kita bersafari dari satu forum literasi ke forum yang lain. Dari “safari literasi” itu penulis mengajak kita bertemu dengan berbagai tokoh pendukung literasi. Juga beragam organisasi yang punya komitmen terhadap pengembangan literasi.

Buku Parenting Literasi cocok diasup oleh mereka yang punya rencana sama dengan penulis, menjadi pengabdi di dunia literasi. Banyak aksi nyata yang bisa “dicontek” dari buku ini. Atau bagi mereka yang hampir kehabisan asa dalam memasyarakatkan literasi. Dengan ide-ide kreatifnya yang sederhana, penulis berhasil menggambarkan dan membuktikan bahwa perjuangan literasi sesuatu yang sungguh realistis. Mulailah dari langkah-langkah kecil yang kita bisa; parenting literasi, literasi dari rumah kita adalah salah satunya. []

Bachtiar Adnan Kusuma, Ketua Forum Nasional Penerima Penghargaan Tertinggi NJDP Perpustakaan Nasional.

Penulis: Bachtiar Adnan Kusuma

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan