Lahir 17 Februari 1908, Ini Beberapa Kata Mutiara dari Buya Hamka

Banyak ucapan dan tulisan Buya Hamka yang mengandung saripati kehidupan.

Majalahelipsis.id–H. Abdul Malik Karim Amrullah, atau Buya Hamka (17 Februari 1908 – 24 Juli 1981), adalah ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia. Ia pernah menjadi wartawan, penulis, pengajar, serta aktif di Muhammadiyah.

Hamka menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pertama dan menerima gelar doktor kehormatan dari Universitas Al-Azhar dan Universitas Nasional Malaysia. Namanya kini diabadikan pada Universitas Hamka milik Muhammadiyah dan ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia.

Dibayangi nama besar ayahnya, Abdul Karim Amrullah, Hamka muda merantau ke Jawa di usia 16 tahun. Setelah pulang, ia membesarkan Muhammadiyah di Padang Panjang, tetapi ditolak sebagai guru karena tak memiliki ijazah.

Ia pun pergi ke Makkah untuk memperdalam ilmu Islam dan sastra. Sekembalinya, ia menjadi wartawan serta menulis novel Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, yang melambungkan namanya.

Saat Revolusi Fisik, Hamka bergerilya di Sumatera Barat. Pada 1955, ia terpilih sebagai anggota Konstituante dari Masyumi, tetapi hubungannya memburuk dengan Soekarno hingga ia dipenjara pada 1964. Di dalam tahanan, ia merampungkan Tafsir Al-Azhar.

Pada era Orde Baru, Hamka aktif berdakwah di Masjid Agung Al-Azhar, RRI, dan TVRI. Ia memimpin MUI sejak 1975, tetapi mundur 1981 akibat tekanan pemerintah terkait fatwa Natal bersama. Hamka wafat pada 24 Juli 1981 dan dimakamkan di Tanah Kusir, Jakarta.

Berikut beberapa kutipan dari Buya Hamka yang mengandung pesan mendalam bagi kehidupan:

  1. Jika ghirah telah hilang dari hati, gantinya hanya satu, yaitu kain kafan tiga lapis. Sebab kehilangan ghirah sama dengan mati.
  2. Jangan tangisi yang telah hilang, tapi syukuri yang masih ada.
  3. Jika kau goreskan luka di hati ibumu, surga sudah bukan menjadi milikmu.
  4. Kalau hidup hanya sekadar hidup, kera di rimba juga hidup. Kalau kerja hanya sekadar kerja, kerbau di sawah juga kerja.
  5. Yang melemahkan semangat ada dua; pertama prasangka, kedua hati busuk.
  6. Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi, namun ilmu tanpa iman bagaikan lentera di tangan pencuri.
  7. Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat.
  8. Takut akan kena cinta, itulah dua sifat dari cinta, cinta itulah yang telah merupakan dirinya menjadi suatu ketakutan, cinta itu kerap kali berupa putus harapan, takut cemburu, hiba hati dan kadang-kadang berani.
  9. Air mata berasa asin itu karenanya air mata adalah garam kehidupan.
  10. Jika kita dapat menyelamatkan diri kita sendiri, para Nabi tidak perlu ada untuk keselamatan kita.
  11. Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri.
  12. Tahan menderita kepahitan hidup sehingga penderitaan menjadi kekayaan adalah bahagia.
  13. Kita memang hanya akan dipertemukan dengan apa-apa yang kita cari.
  14. Saya akan pikul rahsia itu jika engkau percayakan kepada saya dan saya akan masukkan ke dalam perbendaharaan hati saya dan kemudian saya kunci pintunya erat-erat. Kunci itu akan saya lemparkan jauh-jauh sehingga seorang pun tak dapat mengambilnya ke dalam lagi.
  15. Riwayat lama tutuplah sudah sekarang buka lembaran baru. Baik hentikan termenung gundah, apalah guna lama terharu.

Ikuti update terbaru tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Abi Pasya

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan