Kuflet dan Komunitas Beulangong Tanoh Diskusi Strategi Pelestarian Situs Sejarah Pidie
Festival budaya berbasis komunitas menjadi kunci untuk menghidupkan kembali warisan budaya dan mengenalkannya kepada generasi muda.
PIDIE, Majalahelipsis.id—Bagaimana nasib makam-makam kuno dan situs sejarah di Pidie jika tak lagi dikenali oleh generasi muda?
Pertanyaan ini menggantung di udara siang itu, saat dua komunitas bertemu, yaitu Komunitas Beulangong Tanoh dan Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang dalam sebuah diskusi budaya di Kulam Kupi, Beureunun, Senin (9/6/2025).
Diskusi tersebut mempertemukan Komunitas Seni Kuflet yang sedang melakukan roadshow literasi di Aceh dengan komunitas Beulangong Tanoh yang konsisten bergerak di bidang kebudayaan, khususnya menelusuri dan merawat situs-situs sejarah peninggalan masa lampau di Kabupaten Pidie.
Diskusi berlangsung hangat dan penuh semangat, membicarakan berbagai langkah pelestarian situs-situs bersejarah, terutama makam-makam kuno yang menjadi saksi peradaban Islam awal di Aceh.
“Kami sangat ingin berkolaborasi dan saling bergandeng tangan, baik antara komunitas, masyarakat, dan pemerintah, dalam upaya menjaga identitas budaya yang kaya dan luhur, khususnya di Pidie,” ujar Ketua Beulangong Tanoh, Khaled Muttaqin, didampingi sekretaris Amarullah Yacob bersama beberapa anggotanya yang berkesempatan hadir.
Sementara di pihak Kuflet hadir pendiri sekaligus pimpinan Kuflet Dr. Sulaiman Juned, M.Sn., pembina Kuflet Muhammad Subhan, tim Kuflet Dek Ki dan Jefri Prawinata.

Sulaiman Juned yang merupakan seniman dan akademisi ISI Padang Panjang Panjang menyampaikan pandangannya dengan penuh empati.
Menurutnya, Kabupaten Pidie memiliki kekuatan sejarah yang luar biasa, namun tantangannya kini adalah bagaimana mengenalkan kembali kekayaan itu kepada masyarakat luas, khususnya generasi muda.
“Budaya kita tak pernah hilang, hanya perlu lebih dihidupkan. Banyak yang sudah dan sedang dilakukan oleh teman-teman seniman di sini. Tinggal bagaimana kita memperkuat sinergi dan memperluas jangkauan publikasinya,” ujar Sulaiman Juned.
Ia juga menekankan pentingnya menciptakan ruang-ruang kreatif yang berkelanjutan untuk generasi muda, terutama dalam bidang budaya, sastra, dan kesenian.
“Di Pidie, bibit-bibit seniman muda terus tumbuh. Mereka butuh ruang, butuh dukungan, dan kesempatan tampil di panggung yang lebih luas,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Muhammad Subhan, penulis dan pegiat literasi dari Sumatera Barat. Ia mengapresiasi kerja-kerja komunitas budaya di Pidie dan menyarankan agar kegiatan seperti festival budaya, pelatihan menulis, dan tur sejarah bisa dikembangkan lebih lanjut dengan dukungan media dan publikasi digital.
“Kita bisa membawa cerita dari Pidie ke tempat lain. Budaya itu harus mengalir, tercatat, dan media adalah jembatannya,” katanya.
Dalam diskusi tersebut, semua pihak sepakat bahwa kolaborasi adalah kunci. Festival budaya yang lahir dari inisiatif komunitas—namun dibantu dan difasilitasi oleh pemerintah baik pusat maupun daerah—diyakini akan menjadi kekuatan baru dalam menjaga dan mempromosikan identitas budaya Pidie.
“Tidak lagi hanya sebagai kegiatan sesaat, tetapi sebagai program berkelanjutan yang menyentuh edukasi, ekonomi kreatif, dan pariwisata sejarah,” tambah Sulaiman Juned.
Menurut Sulaiman Juned yang juga merupakan putra Pidie, Pidie bukan hanya dikenal karena masa lalunya, tapi juga karena semangat orang-orangnya hari ini dalam menjaga itu semua.
“Banyak tokoh perjuangan lahir dan besar di Pidie, sejarah dan budayanya kaya,” kata Sulaiman Juned.
Ditambahkan, pelestarian situs sejarah dan kebudayaan bukan soal siapa yang paling berperan, tapi bagaimana semua pihak bisa berjalan bersama.
“Pidie tidak kekurangan seniman, budayawan, maupun cerita. Yang dibutuhkan kini adalah ruang, dukungan, dan keyakinan bahwa sejarah bukan untuk ditinggalkan, tapi untuk dijaga agar tetap hidup di dalam langkah-langkah masa depan,” tambahnya.
Usai diskusi komunitas Beulangong Tanong juga mengundang Kuflet melihat langsung beberapa makam kuno di sebuah tempat di Pidie. Makam tersebut tidak memiliki narasi sehingga tidak dikenali.
Selain didampingi ketua dan sekretaris Beulangong Tanoh, ziarah ke makam bersejarah itu juga didampingi anggota lainnya, yaitu Muhajir A Rahman (Bendahara Beulangong Tanoh), Muhammad Syawal Djamil (Ketua FAMe Pidie/Kabid Penelitian Beulangong Tanoh), Riazul Iqbal (Sekretaris FAMe Pidie/Anggota Kabid Penelitian Beulangong Tanoh), dan Yulia Erni (Kabid Pemberdayaan Beulangong Tanoh/Anggota FAMe Pidie).
Penulis: Jefri Prawinata
Editor: Muhammad Subhan










