Kuflet Bakar Semangat Pegiat Seni di Banda Aceh, Sulaiman Juned: Seniman Tak Pernah Pensiun, Kecuali Mati
Seniman tak pernah pensiun, sebab mereka hidup dalam karya dan proses yang tak berhenti.
BANDA ACEH, Majalahelipsis.id—Tidak ada kata mantan untuk seniman, kecuali mati. Seniman tidak pernah pensiun, sebab seniman hidup dalam karyanya.
“Seorang seniman harus memiliki sudut pandang yang luas dan liar pikirannya. Seniman tak pernah menjadi mantan,” tegas Dr. Sulaiman Juned, S.Sn, M.Sn. saat tampil sebagai narasumber dalam diskusi seminar seni bertajuk “Penyutradaraan Teater dan Menulis Kreatif” yang digelar UPTD Taman Budaya dan Seni Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Selasa (3/6/2025).
Kegiatan yang menjadi bagian dari roadshow Komunitas Seni Kuflet Padang Panjang ke sebelas kabupaten/kota di Aceh ini berlangsung di Kafe TB. Seminar dipandu Djamal Sharief, aktor dan seniman teater Aceh.

Dalam pemaparannya, Sulaiman Juned menekankan bahwa menjadi sutradara teater bukan perkara instan. Menjadi sutradara butuh proses panjang serta latihan terus-menerus.
“Kerja awal sutradara adalah mampu menganalisis setiap bagian dalam satu adegan. Ia juga harus memahami ruang panggung untuk membangun dan menghidupkan ruang ekspresi akting,” jelasnya.

Sulaiman Juned juga menegaskan bahwa sutradara tidak boleh bersikap otoriter. Panggung itu bisa membahasakan tubuh dari aktornya.
“Sutradara harus memberi ruang diskusi. Pekerjaan teater bukan milik sutradara saja, tetapi juga milik tim artistik,” pungkasnya.
Sementara itu, narasumber lainnya, Muhammad Subhan, menyoroti pentingnya keterampilan menulis kreatif dimiliki pegiat seni.

“Kita butuh banyak tulisan apresiasi dan kritik seni agar dunia kesenian makin hidup. Publikasi seni tidak hanya mengandalkan media sosial, tetapi tulisan kritis harus muncul juga di media massa dengan kurasi yang baik dan ketat dari seorang editor,” ujar Muhammad Subhan yang juga penulis, pegiat literasi, dan founder Sekolah Menulis elipsis.
Muhammad Subhan menambahkan, esai pertunjukan merupakan bentuk apresiasi yang kini mulai langka.
“Esai yang baik itu subjektif, tetapi tetap berbasis fakta. Karya seni yang hidup akan membentuk struktur tulisan yang menggugah pikiran dan perasaan pembaca. Maka dari itu, riset dan gaya personal sangat penting dalam menulis esai,” tegasnya.
Kepala UPTD Taman Budaya dan Seni Aceh, Azhadi Akbar, S.Sn., menyampaikan apresiasi atas kehadiran dua narasumber dari Komunitas Seni Kuflet.
Ia berharap peserta benar-benar menyimak dan mengambil ilmu dan manfaat dari seminar tersebut.
Antusiasme peserta tampak tinggi. Mahasiswa, seniman, serta komunitas seni dan sastra dari berbagai daerah di Aceh memenuhi ruang diskusi. Diskusi berjalan dinamis, dibuktikan dengan banyaknya pertanyaan dari para peserta.
“Kami mendapatkan pencerahan luar biasa, terutama di bidang seni teater dan menulis kreatif. Semoga akan bermunculan sutradara-sutradara teater baru yang berkompeten,” ungkap Novizal, salah satu peserta seminar.
Hal senada disampaikan Dewi Maharani S. “Kegiatan ini sangat membantu kami yang ingin mendalami penyutradaraan dan keaktoran. Seminar ini membuat kami lebih percaya diri untuk menjadi penulis, sutradara, dan aktor yang lebih baik,” ujarnya.
Sementara ditambahkan Kepala UPTD Taman Budaya dan Seni Aceh, Azhadi Akbar, di masa mendatang Taman Budaya dan Seni Aceh bersedia kembali berkolaborasi dengan Komunitas Seni Kuflet untuk program-program seni lainnya.
“Saya juga banyak belajar pada Kuflet terutama saat masih kuliah di ISI Padang Panjang,” ujar Azhadi Akbar yang merupakan salah satu aktor dalam pertunjukan teater “Hikayat Cantoi” garapan sutradara Sulaiman Juned.
Penulis: Jefri Prawinata
Editor: Anita Aisyah











apakah Komunitas Seni Kuflet atau Taman Budaya dan Seni Aceh memiliki rencana untuk membuat program lanjutan atau mentorship bagi para peserta yang ingin secara serius mendalami penyutradaraan teater atau menulis esai pertunjukan, untuk memastikan ilmu yang didapat bisa diaplikasikan lebih mendalam?