Oleh Ilhamdi Sulaiman
DUA sosok laki-laki di pinggir jalan depan supermarket seperti menunggu seseorang keluar dari dalam supermarket. Matanya tak lepas ke halaman dan sekitar tempat ia kini berada. Sementara, di dalam supermarket hanya ada pelayan kasir dan seorang pembeli wanita muda.
Ia datang mengendarai motor matic yang kini terparkir di halaman toko. Setelah membeli keperluan dan menemui kasir untuk membayar apa yang ia beli, perempuan muda itu keluar menuju motor matic yang ia parkirkan di sana.
“Itu dia. Ayo, kita ikuti dia!” kata Firdaus kepada Rasman.
Rasman yang baru pertama kali melakukan pekerjaan itu gugup dan keringat membasahi tangannya. Tentu, pekerjaan itu bertolak belakang dengan batinnya.
Rasman dan Firdaus adalah mantan karyawan sebuah pabrik tekstil yang terkena PHK akibat gelombang impor dari negara Cina dan Amerika. Pabrik tempat ia bekerja terpaksa gulung tikar dan diputuskan pengadilan sebagai perusahaan yang pailit. Selain mereka berdua, ada ribuan orang yang sama nasibnya.
Sejak di-PHK pada Oktober lalu, mereka berdua sudah ke berbagai pabrik dan perusahaan untuk mendapatkan pekerjaan baru agar tetap bisa menghidupi rumah tangganya. Namun, tak ada satu pun yang mau menerimanya. Rasman, 43 tahun, sedangkan Firdaus, 41 tahun. Sebab usia tak lagi muda itu, membuat mereka sulit mendapatkan pekerjaan.
“Ayo, Bang, kita ikuti pelan-pelan, jaga jarak agar tidak mencurigakan,” perintah Firdaus kepada Rasman.
Firdaus yang berboncengan dengan Rasman memegang komando operasi yang akan mereka lakukan.
“Kejar, lalu pepet, setelah itu nanti motornya aku tending,” perintah Firdaus lagi.
Rasman mematuhi perintah kawannya. Setelah motor yang dikendarai seorang wanita mereka pepet, Firdaus langsung menendangnya.
Seketika, motor matic itu terjatuh membentur aspal. Firdaus secepat kilat turun dan ingin mengambil motor tersebut.
Suara benturan motor ke aspal membuat warga di sekitar berhamburan ke jalan. Seorang pemuda yang sedang bermain gitar di depan teras rumahnya berteriak, “Tabrakan! Ada motor terjatuh!”
Warga lainnya yang mendengar teriakan pemuda itu langsung berhamburan ke arah suara motor yang mereka kira bertabrakan.
Firdaus mendirikan motor tersebut, sedangkan wanita itu mengerang kesakitan. Banyak ceceran bensin di sekitar motor.
Firdaus berusaha menghidupkan mesin motor matic yang telah siap akan ia kendarai. Namun, motor tidak bisa menyala seperti yang ia rencanakan.
Orang kampung sudah mengelilingi motor dan sebagian lagi menolong wanita yang terjatuh.
“Bukan tabrakan, saya ditendang. Mereka begal, tolong!” Suara wanita itu merintih menahan rasa sakit karena tubuhnya terkena benturan keras di aspal.
Warga kaget. Seketika, tendangan, pukulan, hantaman kayu datang bertubi-tubi ke arah Firdaus. Firdaus meronta, mencoba berteriak, tapi yang keluar hanya darah di sekujur tubuhnya.
Wajah-wajah murka mengelilinginya. Mereka bukan sekadar warga biasa. Mereka juga korban PHK. Orang-orang yang kehilangan pekerjaan, pedagang yang usahanya bangkrut, ayah yang tak bisa membelikan susu untuk anaknya. Semua menghantam dan bahkan ada seorang pemuda yang berteriak, “Bakar! Bakar saja! Biar dia tahu rasa!” Suara pemuda itu memprovokasi massa.
Firdaus tak berdaya. Ia pingsan tak sadarkan diri.
Massa menyeretnya ke sebuah tiang besar untuk mereka ikat di sana. Di tiang besar itu ada sebuah baliho bertuliskan “BERSAMA SAYA MASYARAKAT BAHAGIA”.
Dan, di atas tulisan itu sebuah foto wajah yang sangat familier tersenyum. Wajah yang akan dipilih warga.
Sementara itu, Rasman menyelamatkan diri dari amukan massa. Ia kabur dengan motor yang ia kendarai sebelum peristiwa. Rasman pulang ke rumahnya, mengambil beberapa helai pakaian dan pergi entah ke mana. []
Ied hari kedua, 2025
Ilhamdi Sulaiman, penyair, prosais, dan aktor.
Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan Bing Image Creator.
Penulis: Ilhamdi Sulaiman
Editor: Muhammad Subhan