Konser “December in Bimasena” Rayakan Perempuan, Hak Asasi Manusia, dan Toleransi
Lagu dari puisi Muhammad Subhan sudah sering dinyanyikan oleh banyak vokalis klasik, tapi inilah pertama kalinya Ananda memperdanakan tembang puitiknya dari puisi Heru Mugiarso.

JAKARTA, majalahelipsis.id—Musik klasik bertemu dengan puisi dalam konser “December in Bimasena”, sebuah perayaan seni yang menggugah rasa.
Ananda Sukarlan, pianis dan komponis ternama Indonesia, mempersembahkan karya bertema Ibu dengan tembang puitik “Perempuan Bersayap Malaikat” dari puisi Muhammad Subhan dan “Membaca Ibu” dari puisi Heru Mugiarso.
Lagu dari puisi Muhammad Subhan sudah sering dinyanyikan oleh banyak vokalis klasik, tapi inilah pertama kalinya Ananda memperdanakan tembang puitiknya dari puisi Heru Mugiarso.
Karya kedua penyair yang dialihwahanakan Ananda tidak hanya menghormati peran Ibu, tetapi juga menggali makna mendalam dari dua penyair dengan gaya yang berbeda, membawa penonton pada refleksi tentang cinta, kehangatan, dan kekuatan seorang ibu.
Bimasena, sebuah klub elite tokoh-tokoh pertambangan dan energi yang berpusat di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, kerap mengadakan acara budaya. Untuk menutup tahun 2024, mereka mengundang pianis dan komponis Indonesia Ananda Sukarlan. Ananda merupakan salah satu dari sedikit tokoh Indonesia yang menerima penghargaan tertinggi dari dua negara, yaitu Cavaliere Ordine della Stella d’Italia dari Presiden Sergio Mattarella, dan La Real Orden de Isabel la Catolica dari Raja Felipe VI dari Spanyol. Konser digelar di Bimasena Lounge pada Kamis, 12 Desember, bekerja sama dengan Yamaha Piano.
Dalam konser ini, Ananda menggandeng dua musikus klasik muda, keduanya wanita, yang merupakan pemenang Kompetisi Piano Nusantara Plus. Kompetisi ini baru saja usai setelah diadakan di delapan kota dan mencatat rekor dengan 477 peserta, jumlah terbanyak dalam sejarah kompetisi musik klasik di Indonesia.
“Ini bukti bahwa musik klasik memiliki masa depan gemilang karena diminati generasi Alpha. Bukan hanya jumlah peserta yang membuat saya kagum, tetapi juga kualitas artistik, teknik permainan, dan musikalitas mereka,” ujar Ananda, yang juga merupakan pendiri sekaligus ketua dewan juri kompetisi ini sejak 2016.
“December in Bimasena” merayakan tiga momen penting di bulan Desember: Hari Hak Asasi Manusia (10 Desember), Hari Perempuan Nasional (22 Desember), dan Hari Natal (25 Desember).
Konser dibuka dengan Ananda memainkan karyanya “December, 2016”.
“Karya ini ‘merekam’ perasaan saya dan juga jutaan orang Indonesia pada hari-hari setelah peristiwa 212, yaitu 2 Desember tahun itu. Betapa rindunya kita terhadap toleransi beragama, di mana bunyi azan tetap merdu terdengar menjelang Natal yang damai,” jelas Ananda.
Selain itu, tema hak asasi manusia disampaikan melalui cuplikan dari opera I’m Not For Sale, yang menampilkan nyanyian korban perdagangan manusia. Opera ini secara keseluruhan akan diperkenalkan tahun depan.
Di Kompetisi Piano Nusantara Plus, aria dari opera I’m Not For Sale, yang berasal dari teks puisi Emi Suy, dibawakan oleh soprano Ratnaganadi Paramita, dan penampilannya berhasil mengantarkannya menjadi juara Pertama.
Selain itu, Ratna dan Ananda juga membawakan “Sepanjang Prawirotaman” dari puisi Kurnia Effendi yang digubah menjadi tembang puitik dengan sentuhan Jawa Tengah yang kental oleh Ananda Sukarlan. Kedalaman ekspresi dan pemahaman puitiknya menunjukkan kematangan teknik vokal soprano muda yang juga seorang sarjana neuroscience ini, didukung oleh iringan piano sang komponisnya sendiri. Penyair Emi Suy dan Kurnia Effendi hadir dalam konser yang diawali dengan jamuan makan malam mewah ini.
Ratnaganadi belajar vokal di Amerika Serikat dengan Prof. Phillip Larson, Prof. Tiffany Du Mouchelle dan almarhum Maestro Prof. János Négyesy di University of California San Diego.
Perayaan Hari Perempuan juga disampaikan oleh permainan piano solo Ananda Sukarlan lewat “Virtuosic Variations on S.M. Mochtar’s ‘Kasih Ibu’ ” yang mengeksplorasi motif lagu “Kasih Ibu” melalui tekstur pianistik yang kaya dan penuh warna.
Ananda juga memperkenalkan pianis muda Vivienne Thamrin, yang melengkapi tema Hak Asasi Manusia di konser ini dengan dua karya klasik Eropa, “Sonetto 104 del Petrarca” dari Franz Liszt (Hungaria), dan bagian ketiga dari Sonata in A major dari komponis Austria, Franz Schubert. Karya Franz Liszt itu juga terinspirasi dari mahakarya Francesco Petrarca (1304-1375), sastrawan dari zaman Renaissance dan memiliki julukan “Bapak Humanisme”.
Vivienne Thamrin, kelahiran Makassar adalah pemenang Kompetisi Piano Nusantara 2017 (waktu itu belum ditambahkan kata “Plus” sejak tahun 2024 yang mengindikasi bahwa kompetisi ini adalah untuk semua instrumen dan juga vokal klasik). Selain itu ia juga memenangkan Juara ke-2 kategori Junior di kompetisi paling prestisius di tanah air, Ananda Sukarlan Award tahun 2018, sebelum melanjutkan kuliah beberapa tahun setelahnya ke University of British Columbia di Kanada sampai saat ini. Di Indonesia, Vivi, panggilan akrabnya, adalah murid dari pianis Dr. Edith Widayani (pemenang Ananda Sukarlan Award 2010) dan di UBC dosen pianonya adalah pianis asal Australia, David Fung. Tahun ini ia tampil di Music Fest Perugia (Italia) setelah lulus audisi di ajang festival bergengsi ini.
Ananda pun menutup konser ini dengan satu lagi karya virtuosik yaitu “O Holy Night, O Speedy Night” berdasarkan melodi lagu Natal karya komponis Perancis Adolphe Adam yang terkenal, “O Holy Night“.
Tiga hari setelah konser ini, Minggu 15 Desember nanti Ananda akan mempersembahkan konser lagi, tetap bertema Desember di Galeri Seni Mitra Hadiprana. Selain Vivienne Thamrin dan Ratnaganadi, Ananda juga mengajak pemenang KPN+ lainnya yaitu penyanyi bariton Wirawan Cuanda. Yang spesial dari konser hari Minggu nanti adalah bahwa Ananda akan membawakan karya Frederic Chopin yang telah hilang selama 200-an tahun, dan baru ditemukan di New York Library. Karya tersebut, sebuah Waltz in A minor yang pendek, baru saja menerima pertunjukan perdana dunianya Oktober lalu oleh pianis Lang Lang, dan Ananda akan memperdanakannya di Indonesia. Setelah mengumumkannya di konser di Bimasena itu, Ananda dan Ratnaganadi mempersembahkan sebuah tembang puitik “Seberapa Panjang Malammu” dari puisi Dedy Tri Riyadi yang terinspirasi oleh Nocturne op. 9 no. 2 dari sang komponis Polandia. Komposisi yang unik ini menguntai melodi baru dari teks puisi Dedy yang indah, dengan latar belakang Nocturne tersebut dimainkan di piano.
Penulis: Tiara Nursyita Sariza
Editor: Anita Aisyah