“Kaik Bakaik Rotan Sago, Nan Takaik di Aka Baha, Di Langik Babarito, Tibo di Bumi Jadi Kaba” sebagai Pedoman dalam Bernegara

Sebagai warga negara, kita diajarkan untuk selalu kritis terhadap keadaan dan berperan aktif dalam menjaga keadilan serta kesejahteraan bersama.

Oleh Rizal Tanjung

MASYARAKAT Minangkabau memiliki banyak falsafah hidup yang dituangkan dalam bentuk pepatah petitih. Salah satu ungkapan yang sarat makna adalah “Kaik bakaik rotan sago, nan takaik di aka baha. Di langik babarito, tibo di bumi jadi kaba.” Ungkapan ini menggambarkan hubungan antara langit dan bumi, antara dunia metafisik dan dunia nyata, serta tentang konsekuensi dari perbuatan manusia.

Ungkapan ini terdiri dari dua bagian utama. Bagian pertama, “Kaik bakaik rotan sago, nan takaik di aka baha,” menggambarkan bahwa sesuatu yang bisa diatasi dengan upaya manusia harus segera diperbaiki. “Kaik bakaik” berarti sesuatu yang masih bisa diperbaiki, seperti rotan yang dapat dibentuk kembali. Sementara itu, “nan takaik di aka baha” menunjukkan sesuatu yang sudah menyatu dengan alam dan sulit diperbaiki, seperti akar yang tertanam kuat dalam tanah. Dalam kehidupan, manusia diingatkan untuk bertindak sebelum keadaan menjadi tidak dapat diubah.

Bagian kedua, “Dilangik babarito, tibo di bumi jadi kaba,” menunjukkan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit akan memiliki dampak di bumi. Dalam konteks Minangkabau, langit sering diartikan sebagai tempat berkumpulnya takdir, sedangkan bumi adalah tempat manifestasi dari takdir tersebut. Artinya, apa yang telah ditetapkan di alam gaib pada akhirnya akan terjadi di dunia nyata. Ini juga mencerminkan kepercayaan bahwa perbuatan manusia akan mendapat balasan, baik di dunia maupun di akhirat.

Relevansi dalam Kehidupan Sosial

Ungkapan ini memiliki relevansi dalam kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Pepatah ini mengajarkan bahwa segala informasi atau peristiwa yang terjadi akan tersebar dan menjadi buah bibir masyarakat. Oleh karena itu, dalam kehidupan sosial, seseorang harus selalu menjaga ucapan dan perbuatannya agar tidak menjadi bahan pembicaraan yang buruk.

Masyarakat Minangkabau sangat menghargai reputasi dan kehormatan dalam kehidupan bermasyarakat. Pepatah ini mengajarkan bahwa menjaga nama baik dan kehormatan keluarga adalah sesuatu yang sangat penting. Jika seseorang melakukan kesalahan, cepat atau lambat kesalahan itu akan diketahui oleh orang lain dan menjadi pembicaraan di tengah masyarakat.

Relevansi dalam Kehidupan Bernegara

Dalam konteks kehidupan bernegara, ungkapan ini memiliki relevansi yang mendalam, terutama ketika situasi negara sedang tidak baik-baik saja. Ketika kebijakan yang dibuat oleh para pemimpin tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat, cepat atau lambat akan muncul dampak yang nyata di masyarakat.

Konsep “kaik bakaik rotan sago” mengajarkan bahwa segala permasalahan yang masih bisa diperbaiki harus segera diselesaikan sebelum menjadi semakin sulit untuk diatasi. Misalnya, krisis ekonomi, ketimpangan sosial, dan ketidakadilan hukum harus ditangani dengan cepat dan tepat sebelum menjadi lebih parah. Jika tidak, maka seperti “nan takaik di aka baha,” masalah tersebut akan semakin mengakar dan sulit diperbaiki.

Sementara itu, “di langik babarito, tibo di bumi jadi kaba” dapat dikaitkan dengan bagaimana keputusan politik dan kebijakan pemerintah akan berdampak langsung pada rakyat. Kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat akan menyebar luas dan menjadi perbincangan di berbagai lapisan masyarakat, yang pada akhirnya bisa menimbulkan ketidakstabilan politik dan sosial.

Implementasi dalam Tata Kelola Pemerintahan

Sebagai warga negara, kita diajarkan untuk selalu kritis terhadap keadaan dan berperan aktif dalam menjaga keadilan serta kesejahteraan bersama. Masyarakat harus memiliki kesadaran bahwa apa yang terjadi dalam pemerintahan akan berimbas langsung pada kehidupan mereka. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk bertindak dengan bijaksana, transparan, dan mengutamakan kepentingan rakyat agar tidak menyesal di kemudian hari.

Pemimpin yang baik harus menyadari bahwa segala kebijakan yang dibuat akan memiliki konsekuensi jangka panjang. Mereka harus mampu mengatasi masalah yang masih bisa diperbaiki sebelum menjadi lebih kompleks. Dalam sistem demokrasi, rakyat memiliki peran untuk mengawasi dan menuntut transparansi serta keadilan dalam pemerintahan.

Ungkapan “Kaik bakaik rotan sago, nan takaik di aka baha. Di langik babarito, tibo di bumi jadi kaba” mencerminkan kebijaksanaan dan kepercayaan masyarakat Minangkabau terhadap hubungan antara langit dan bumi. Ungkapan ini mengajarkan tentang konsekuensi dari perbuatan manusia, pentingnya menjaga kehormatan, dan bagaimana kehidupan sosial dapat dipengaruhi oleh tindakan kita. Dalam konteks kehidupan bernegara, pepatah ini mengingatkan bahwa keputusan pemimpin akan berdampak luas, dan permasalahan yang masih bisa diperbaiki harus segera diselesaikan sebelum menjadi lebih besar dan sulit diatasi. Nilai-nilai ini tetap relevan hingga saat ini, mengajarkan kita untuk selalu berhati-hati dalam bertindak dan berbicara agar tidak menyesal di kemudian hari.

Dengan memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam ungkapan ini, masyarakat dan para pemimpin dapat membangun negara yang lebih adil, transparan, dan sejahtera. Ungkapan ini bukan sekadar pepatah adat, tetapi sebuah pedoman yang dapat menjadi dasar dalam membangun kebijakan yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat serta keberlanjutan negara. []

Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Rizal Tanjung

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan