Isra Mikraj, Perjalanan Spiritual dan Teknologi yang Menembus Batas
Isra Mikraj bukan hanya sebuah perjalanan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga membawa makna spiritual yang mendalam.

Oleh Adisman Libra
SEIRING dengan kemajuan teknologi, bepergian ke belahan dunia atau bahkan menembus atmosfer bumi kini tidak lagi menjadi hal yang mustahil. Astronaut yang mengorbit melalui Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), yang dibangun oleh beberapa negara seperti Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Jepang, dan Badan Antariksa Eropa (ESA), membuktikan hal tersebut. Namun, bagaimana jika kita berbicara tentang perjalanan menuju langit ketujuh dan Sidratul Muntaha?
Dalam kajian Islam, salah satu hal yang paling mendasar menjelang terjadinya Isra Mikraj adalah setelah wafatnya Abu Thalib dan Khadijah, yang dikenal sebagai tahun kesedihan (Amul Huzni). Pada masa itu, Nabi Muhammad saw. mengalami kehilangan yang mendalam—pertama, sosok pamannya, Abu Thalib, yang merupakan pembela setia perjuangan beliau dalam menegakkan kebenaran, dan kedua, Khadijah binti Khuwailid, istri yang sangat dermawan dan mendukung penuh perjuangan Nabi untuk kebangkitan Islam. Menurut mayoritas pendapat Ulama Ahlusunah Wal Jamaah, Isra Mikraj Nabi Muhammad saw. terjadi pada bulan Rajab, tepatnya tanggal 27 Rajab, sebagaimana disampaikan oleh Sayyidatuna Aisyah (istri Rasulullah).
Menariknya, Isra Mikraj bukanlah sekadar perjalanan biasa, melainkan sebuah perintah dari Sang Pencipta untuk memperjalankan hamba-Nya menjemput risalah salat lima waktu. Dalam bahasa Arab, Isra Mikraj terdiri dari dua kata: Sidrah yang berarti Pohon Bidara, dan Muntaha yang berarti tempat berkesudahan atau puncak. Peristiwa ini menggambarkan perjalanan Rasulullah saw. dari Masjidil Haram di Makkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina (Isra), lalu diangkat ke langit hingga mencapai Sidratul Muntaha (Mikraj). Kejadian ini tidak hanya tercatat dalam hadis sahih, tetapi juga dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Bukti adanya Isra Mikraj dapat ditemukan dalam Surah Al-Isra ayat pertama: “Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Menurut Ismail Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-Azim, penafsiran dari perjalanan Isra Mikraj yang terkandung dalam surah Al-Isra’ ayat pertama mengawali dengan “Maha Suci Allah”, sebagai pujian Allah atas diri-Nya, yang menunjukkan kekuasaan-Nya atas apa yang tidak dikuasai oleh siapa pun selain Dia. Dengan demikian, tiada Tuhan selain Allah, dan tiada yang dapat menandingi-Nya.
Dalam peristiwa Isra Mikraj, berdasarkan hadis Riwayat Muslim, Nabi Muhammad saw. melakukan perjalanan dengan kendaraan khusus, Buraq, hewan putih yang lebih besar dari keledai namun lebih kecil dari baghal (anak kuda). Sepanjang perjalanan menuju langit, Rasulullah bertemu dengan para nabi terdahulu, seperti Nabi Adam, Nabi Yahya, Nabi Ishaq, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun, dan Nabi Musa, yang semuanya mendoakan keselamatan beliau.
Banyak peristiwa penting yang disaksikan Rasulullah saw. dalam perjalanan Isra Mikraj, antara lain orang yang memukul kepalanya karena tidak melaksanakan salat, bau harum kuburan Siti Masyitoh, serta pandangan beliau terhadap surga dan neraka. Semua peristiwa ini memberikan pelajaran mendalam bagi umat manusia.
Pelajaran terpenting dari peristiwa Isra Mikraj di era kemajuan teknologi ini adalah pentingnya berpegang teguh pada keyakinan terhadap hal-hal yang tidak tampak oleh mata, namun dapat dirasakan dan diyakini oleh hati. Kebenaran kitab suci Al-Qur’an mengajarkan bahwa keberhasilan tidak pernah datang tanpa perjuangan, dan perjuangan tertinggi adalah senantiasa mengingat Sang Pencipta, Al-Khaliq. Kita juga harus meyakini bahwa mukjizat hanya dimiliki oleh para utusan Allah.
Sebagai umat muslim yang beriman, kita harus yakin sepenuh hati bahwa tiada yang sulit bagi Allah dengan segala kekuasaan-Nya. Dia adalah pencipta langit dan bumi, serta segala yang ada di alam semesta ini. Semua bergerak dan berhenti sesuai dengan kehendak-Nya. Peristiwa Isra Mikraj benar-benar terjadi pada diri Rasulullah saw. untuk menjemput risalah salat lima waktu. Sebagai umat yang hidup di akhir zaman, semoga kita selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
Pada momen bulan Rajab, hendaknya kita mengenang peristiwa besar yang terjadi pada bulan ini, yang penuh berkah. Beberapa kejadian penting yang bertepatan dengan bulan Rajab, antara lain: Peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad saw. pada tahun ke-10 Kenabian, Pembebasan Masjidil Aqsa oleh Shalahuddin Al-Ayyubi pada tanggal 27 Rajab 583 H (2 Oktober 1187 M), serta kepulangan ribuan warga Gaza Palestina ke rumah mereka pada tahun 1446 Hijriah.
Akhirnya, perjalanan Isra Mikraj bukan hanya sebuah perjalanan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga membawa makna spiritual yang mendalam, yang mengingatkan kita untuk selalu mengingat dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. []
Adisman Libra, seorang penulis dan guru. Menetap di Kota Padang.