oleh Elva Damayanti

SAAT ini pemerintah sedang menyusun startegi untuk menuju Indonesia Emas 2045 melalui program Makan Bergizi Gratis (MBG). Edukasi tentang pemberian zat gizi seimbang sangat penting dilakukan untuk mencegah terjadinya gizi buruk di kalangan masyarakat. Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi yaitu sebesar 21,6%. Data tersebut menunjukkan bahwa masalah gizi khususnya stunting masih menjadi tantangan untuk menuju Indonesia Emas 2045.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak yang memiliki status gizi normal akan memiliki hasil belajaran yang baik. Status normal dapat tercapai apabila kebutuhan akan zat gizi yang seimbang terpenuhi secara optimal. Dalam upaya meningkatkan status gizi anak diperlukan kolaborasi antara rumah dan lembaga pendidikan untuk membentuk kebiasaan hidup sehat dan makan dengan gizi seimbang bagi para penerus bangsa.

Dalam hal ini, sekolah juga mengambil peran penting dalam upaya meningkatkan kesadaran akan pentingnya asupan gizi seimbang terutama bagi anak-anak, salah satunya melalui materi pembelajaran. Sebagai seorang guru IPA, saya menambahkan materi “Isi Piringku” untuk diajarkan kepada siswa-siswi saya ketika kami belajar materi gizi seimbang.

Bagi angkatan kelahiran tahun 90an hingga tahun 2000 mungkin sudah tidak asing dengan slogan “4 sehat 5 sempurna”. Slogan ini bertujuan untuk mendorong pola makan sehat dan bergizi masyarakat yang diajarkan semasa sekolah terdahulu. Tetapi, saat ini konsep “4 sehat 5 sempurna” telah digantikan dengan Pedoman Gizi Seimbang atau yang lebih dikenal dengan “Isi Piringku”, yang berfokus pada pola makan yang beragam, bersih, konsumsi air yang cukup, serta olahraga teratur. Pedoman ini juga menekankan pada penyesuaian zat gizi berdasarkan aktivitas harian individu, jenis kelamin, dan usia.

Pada proses pembelajaran, hal menarik muncul ketika beberapa siswa antusias bertanya tentang pentingnya pedoman gizi seimbang dan dampaknya bagi proses mereka menuntut ilmu. Pertanyaan yang mereka ajukan juga beragam mulai dari:

Mengapa harus makan sesuai pedoman gizi seimbang?

Kalau makan itu yang penting kenyanglah? atau

Kalau tak makan sesuai pedoman kami bisa jadi bodoh, ya? dan

Mengapa harus makan sesuai pedoman, makan makanan yang enak, kan buat kita senang, kalau kita senang ketika makan pasti membuat kita sehat.

Bahkan, salah satu siswa saya memberikan pernyataan ini “Kalau Bunda saya cuma bawakan bekal nugget tanpa sayur gimana, Miss? ‘Kan, kita harus bersyukur dengan makanan kita.”

Pada saat itu, suasanan kelas mulai ramai dengan berbagai pertanyaan maupun pernyataan yang dilontarkan oleh siswa-siswi ketika materi gizi seimbang dipaparkan. Antusias inilah yang memberikan semangat kepada saya untuk menjelaskan kepada mereka kaitan antara gizi seimbang dengan proses pembelajaran.

Hal pertama yang dapat dilakukan oleh para guru maupun orang tua ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu adalah dengan memberikan pemahaman atau pengetehuan tentang sumber zat makanan dan pengaruhnya bagi tubuh. Pengetahuan tentang sumber zat makanan sangat berpengaruh kepada anak pada saat menentukan jenis makanan atau jajanan apa saja yang akan dikonsumsi.

Setelah memiliki pengetahuan tersebut, selanjutnya ajarkan anak untuk memiliki sikap atau perilaku bijak memilih makanan. Semakin baik seorang anak memilih jenis makanan yang akan dikonsumsi, maka semakin baik pula jenis makanannya. Selain terbentuk dari pengetahuan tentang pentingnya zat gizi, sikap gizi juga dipengaruhi oleh kebiasaan pola makan di rumah dan lembaga pendidikan. Lingkungan rumah dan sekolah menjadi kunci utama dalam pembentukan kebiasaan pola hidup sehat seperti pembiasaan makan dengan gizi seimbang, tidak membiasakan makan atau minuman manis dengan gula berlebih, membiasakan makan buah dan sayuran di antara waktu makan, maupun pembiasaan membawa bekal sehat dari rumah merupakan cara yang dapat dilakukan untuk membentuk keasadaran akan pentingnya gizi seimbang bagi masa pertumbuhan anak-anak.

Tercapainya peningkatan kondisi kesehatan dimulai dengan upaya meningkatkan status gizi masyarakat, khususnya anak usia sekolah. Anak sekolah dasar merupakan kelompok usia yang rawan terjadinya masalah gizi. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman tentang gizi seimbang pada usia mereka. Keadaan status gizi yang tidak optimal pada anak akam memiliki dampak buruk yang mengakibatkan terhambatnya proses pertumbuhan dan perkembangan baik pada fisik maupun kerja otak. Akibatnya, anak akan mudah sakit, konsentrasi terhadap pembelajaran berkurang, menurunnya daya ingat dan mudah terserang infeksi, hal tersebut sangat mempengaruhi hasil pembelajaran.

Setelah pemaparan mengenai pentingnya zat gizi saya sampaikan kepada siswa-siswi di kelas. Saya melihat kejadian menarik saat istirahat makan siang, ketika jam telah menunjukkan waktu makan siang, mereka bergegas mengambil bekal, lalu berkumpul dan saling membahas isi bekal makan siang mereka dengan kesesuain materi yang baru saja mereka pelajari. Sesuatu hal yang menyenangkan ketika kita dapat melihat secara langsung bahwa materi yang baru saja diajarkan langsung diaplikasikan oleh siswa-siswi di kelas. []

Elva Damayanti Lubis, S.Pd. Alumnus Pendidikan Kimia Universitas Negeri Medan. Saat ini mengajar sebagai guru IPA di SD Azzakiyah Islamic Leadership, Medan.

Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan teknologi AI.

Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Elva Damayanti Lubis, S.Pd.

Editor: Neneng JK

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan