Ini Kata Peserta Sekolah Menulis elipsis tentang Manfaat Membaca dan Menulis
Bagi sebagian orang, membaca memberikan ketenangan dan pemahaman, sementara bagi yang lain, menulis menjadi cara untuk mengabadikan diri.

PADANG, majalahelipsis.id–Membaca dan menulis bukan sekadar hobi, tetapi telah menjadi bagian dari kehidupan bagi banyak orang.
Sejak kecil, mereka yang tumbuh dengan buku di sekelilingnya menemukan bahwa membaca bukan hanya tentang menambah wawasan, tetapi juga membentuk karakter, meningkatkan rasa percaya diri, dan bahkan menjadi pelarian dari rutinitas yang melelahkan.
Sementara itu, menulis menjadi ruang bagi mereka untuk mengabadikan momen, menyalurkan ekspresi, dan meninggalkan jejak di dunia.
Ayu K. Ardi dari Payakumbuh mengisahkan bagaimana membaca awalnya hanya menjadi cara untuk menghindari pekerjaan rumah, namun akhirnya berubah menjadi kebutuhan.
Baca juga: Sekolah Menulis elipsis Dorong Produktivitas Peserta di Tahun 2025
“Saya pura-pura membaca agar tidak disuruh ngepel atau nyuci piring oleh ibu. Tapi lama-lama malah keterusan, dan sekarang saya merasa tidak bisa sehari pun tanpa membaca,” ujarnya sambil tertawa.
Bagi Ayu yang juga tim kreatif Sekolah Menulis elipsis ini, membaca telah meningkatkan keterampilan berbahasa dan logika, sementara menulis menjadi jalan untuk memastikan dirinya tetap ‘hidup’ dalam tulisan meskipun suatu hari ia telah tiada.
Bagi Delvia Andrini, kecintaan terhadap buku dimulai dari kebiasaan masa kecil. Setiap malam, ayah dan ibunya rutin membacakan dongeng sebelum tidur.
“Dari cerita-cerita itu, saya mulai mencintai membaca,” kenangnya.
Baca juga: Kelas Fiksi Sekolah Menulis elipsis Dimulai Besok di Ruang Baca Rimba Bulan
Rak buku sederhana di rumahnya terus bertambah koleksinya, terutama buku-buku keagamaan milik ayahnya yang seorang guru Madrasah Aliyah.
Hadiah buku dari sang ayah sebagai bentuk apresiasi atas prestasi sekolah semakin mengukuhkan kecintaannya terhadap literasi.
Ketika remaja, Delvia mulai menulis puisi dan mengirimkannya ke media cetak seperti surat kabar Canang.
“Saya senang bukan main ketika puisi pertama saya, Tekadku, dimuat,” katanya.
Menulis bagi Delvia bukan sekadar ekspresi diri, tetapi juga cara untuk mengasah kemampuan berpikir dan berbagi pemikiran.
Sementara itu, Riami dari Malang menyebut bahwa membaca tidak hanya menambah wawasan, tetapi juga menginspirasi untuk menulis.
“Kadang membaca bisa jadi hiburan,” katanya.
Bagi Dilla, S.Pd. dari Bukittinggi, membaca adalah cara untuk mengisi ‘tangki’ pengetahuan.
“Saya suka membandingkan berbagai pendapat para ahli terhadap suatu informasi. Dengan begitu, saya bisa menyimpulkan sendiri dan menyampaikan pandangan saya dengan cara yang berbeda,” jelasnya.
Sebagai penikmat cerita fiksi, Dilla sering kali larut dalam dunia yang ia baca, bahkan sampai terbawa ke dalam mimpinya.
Baginya, membaca karya sastra bisa memperhalus budi dan mengubah cara pandang seseorang terhadap kehidupan.
Suria Tresna dari Pasaman Barat menuturkan bahwa membaca telah menjadi kebutuhan dalam hidupnya.
“Kalau sehari tidak membaca, rasanya ada yang kurang,” katanya.
Baginya, membaca adalah pelarian dari kejenuhan, berbeda dengan menonton drama yang justru sering kali meninggalkan rasa lelah dan penyesalan karena menyita banyak waktu.
“Saya belum pernah kecewa setelah selesai membaca. Justru membaca membangkitkan gairah baru untuk membaca lebih banyak lagi,” ujarnya.
Lantas, bagaimana dengan menulis? Suria menilai bahwa menulis adalah cara terbaik untuk menyalurkan ekspresi yang sering kali tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata lisan.
“Menulis itu menuntaskan hasrat yang berkecamuk di kepala,” ungkapnya.
Ia menulis untuk mengenang, untuk belajar, untuk menyalurkan rindu, bahkan untuk meluapkan kekecewaan.
Namun, meskipun begitu banyak manfaatnya, ia masih merasa ada kalanya malas menulis.
Fenomena ini menunjukkan bahwa membaca dan menulis bukan sekadar aktivitas akademis, tetapi bagian dari perjalanan hidup seseorang.
Bagi sebagian orang, membaca memberikan ketenangan dan pemahaman, sementara bagi yang lain, menulis menjadi cara untuk mengabadikan diri.
Namun, satu hal yang pasti: baik membaca maupun menulis, keduanya adalah cara untuk tetap hidup, meninggalkan jejak, dan berbagi makna dengan dunia.
Sementara Mayherlina di Ampek Angkek, Agam mengatakan, sejak umur 5 tahun ia sering dibawa sang ayah ke pasar. Di sana ada lapak koran dan majalah.
Hal yang paling menyenangkan baginya mengeja huruf satu persatu. Seiring berjalannya waktu bisa membaca sendiri sehingga orang tua berlangganan majalah anak-anak.
“Bapak sering membawa kami ke toko buku sebagai hadiah. Belajar mengarang memotivasi menulis agar apa yang dibaca bisa ditulis memakai bahasa sendiri sehingga rajin menulis apa pun yang terjadi setiap hari. Semua itu menyenangkan sekali,” tambahnya.
Ikuti update terbaru tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Muhammad Subhan
Editor: Abi Pasya
-
Ping-balik: Sesi ke-203 di Sekolah Menulis elipsis Bedah Esai hingga Feature - Majalahelipsis.id