Hegemoni Birokrasi dalam Pelayanan terhadap Seniman dan Budayawan

Transparansi dan profesionalitas dalam kebijakan kebudayaan diperlukan agar seni dan budaya berkembang tanpa intervensi kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Oleh Rizal Tanjung

KEBUDAYAAN merupakan identitas paling mendasar yang melekat pada suatu masyarakat. Ia menjadi simbol eksistensi, identitas, dan harga diri sebuah komunitas. Sumatera Barat sebagai salah satu daerah yang kaya akan kebudayaan, memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga, melestarikan, dan mengembangkan kesenian tradisional serta karya-karya budaya yang hidup dalam masyarakat. Peran tersebut tidak hanya menjadi tanggung jawab para seniman dan budayawan, melainkan juga kewajiban pemerintah melalui institusi seperti Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat.

Namun, seiring perjalanan waktu, muncul berbagai pertanyaan mendasar terkait kinerja Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya dalam menjalankan fungsinya. Apakah institusi tersebut sudah menjalankan tugasnya secara profesional? Apakah pelayanan yang diberikan sudah berbasis pada prinsip transparansi dan kualitas karya? Ataukah, justru hegemoni birokrasi menjadi penghalang utama dalam pengembangan kesenian?

Tulisan ini merupakan kritik dan refleksi mendalam atas kondisi pelayanan kebudayaan di Sumatera Barat. Dalam konteks ini, hegemoni birokrasi menjadi istilah penting untuk menggambarkan bagaimana kekuasaan individu atau kelompok tertentu dalam birokrasi telah merusak tatanan kesenian dan kebudayaan yang seharusnya berkembang secara adil dan profesional.

Kesenian dan Peran Pemerintah dalam Pemajuan Kebudayaan

Kesenian adalah ekspresi batin yang lahir dari pergulatan jiwa manusia. Dalam konteks Sumatera Barat, seni tradisional seperti Randai, Saluang, Tari Piring, Talempong, hingga teater kontemporer merupakan bentuk ekspresi yang sudah diwariskan secara turun-temurun. Kesenian ini bukan hanya sekadar hiburan, tetapi juga menjadi sarana komunikasi sosial, penguatan identitas, dan kritik sosial.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk:

  1. Melindungi keberagaman ekspresi budaya.
  2. Memberikan fasilitas kepada komunitas seni.
  3. Membina dan mengembangkan karya seni yang bernilai kreatif.
  4. Memfasilitasi promosi dan distribusi karya seni.

Namun, aturan yang ideal di atas sering kali tidak sejalan dengan realitas di lapangan. Alih-alih menjadi fasilitator yang profesional dan netral, Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat justru sering kali menjadi aktor yang mempraktikkan politik kedekatan dan hegemoni birokrasi dalam pelayanan terhadap seniman dan komunitas seni.

Hegemoni Birokrasi: Virus yang Merusak Tatanan Kesenian

Hegemoni dalam birokrasi kebudayaan adalah situasi ketika kekuasaan individu atau kelompok tertentu mendominasi proses pelayanan kebudayaan tanpa mempertimbangkan aspek profesionalitas dan kualitas karya. Gejala ini sangat kentara dalam proses seleksi komunitas seni yang dilibatkan dalam program-program kebudayaan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya.

Banyak seniman dan komunitas seni berbadan hukum yang memiliki rekam jejak karya profesional merasa tidak diakomodasi dalam berbagai program pemerintah. Sebaliknya, komunitas-komunitas yang tidak memiliki kapasitas profesional justru mendapatkan akses fasilitas hanya karena kedekatan personal dengan pejabat tertentu.

Praktik ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan, tetapi juga membunuh semangat berkarya bagi kelompok-kelompok yang benar-benar bekerja secara profesional. Jika kondisi ini dibiarkan, maka lambat laun tatanan kesenian di Sumatera Barat akan semakin rapuh, karena yang bertahan bukanlah komunitas yang berkualitas, melainkan mereka yang pandai mendekati penguasa.

Profesionalitas yang Dipertanyakan

Dalam berbagai kesempatan, Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya kerap menyelenggarakan kegiatan seperti festival, pameran seni rupa, dan pertunjukan teater. Namun, pelaksanaan program-program ini sering kali terkesan asal jadi.

Pemilihan komunitas seni yang diundang lebih banyak dilakukan secara tunjuk langsung tanpa melalui proses seleksi terbuka. Tidak ada sistem penilaian berbasis kualitas karya yang diterapkan. Padahal, seleksi terbuka berbasis kualitas sangat penting untuk memastikan bahwa komunitas seni yang terlibat benar-benar memiliki kapasitas dan legalitas yang jelas.

Salah satu kritik yang paling sering muncul adalah tidak adanya database komunitas seni berbadan hukum yang dijadikan acuan dalam penunjukan peserta kegiatan. Tanpa database tersebut, proses pemilihan komunitas seni menjadi sangat subjektif dan rawan diwarnai praktik nepotisme.

Pelayanan yang Asal Jadi

Pelayanan yang diberikan kepada seniman dan budayawan oleh Dinas Kebudayaan juga masih jauh dari kata profesional. Banyak kelompok seni yang mengeluhkan lambannya proses administrasi bantuan dana, minimnya pendampingan, serta kurangnya transparansi dalam penyaluran fasilitas.

Pelayanan yang tidak transparan ini melahirkan kesan bahwa Dinas Kebudayaan hanya sekadar menjalankan program untuk memenuhi target anggaran, bukan sebagai bentuk komitmen nyata dalam memajukan kesenian.

Kendala yang Menghambat Profesionalitas

Beberapa kendala yang menyebabkan pelayanan terkesan asal jadi antara lain:

1. Minimnya Transparansi Seleksi: Tidak adanya mekanisme seleksi terbuka.

2. Birokrasi yang Lamban: Proses administrasi yang berbelit-belit.

3. Tidak Adanya Database Komunitas Seni: Tidak ada data resmi mengenai komunitas yang berbadan hukum dan memiliki rekam jejak karya.

4. Minimnya Apresiasi terhadap Seniman Profesional: Banyak seniman profesional yang merasa diabaikan.

5. Hegemoni Birokrasi: Dominasi individu atau kelompok tertentu dalam menentukan kebijakan.

Rekomendasi: Membangun Pelayanan yang Profesional dan Transparan

Agar pelayanan Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya lebih profesional, beberapa rekomendasi yang harus segera diterapkan antara lain:

  1. Membentuk Database Komunitas Seni Berbadan Hukum: Database ini harus menjadi acuan utama dalam proses seleksi komunitas seni.
  2. Menyelenggarakan Seleksi Terbuka Berbasis Kualitas: Setiap program kebudayaan harus melalui proses seleksi terbuka yang transparan.
  3. Membentuk Tim Kurator Independen: Tim ini bertugas menyeleksi komunitas seni secara objektif.
  4. Transparansi Penyaluran Dana Bantuan: Setiap bantuan dana harus diumumkan secara terbuka.
  5. Memberikan Apresiasi kepada Seniman Profesional: Memberikan penghargaan berbasis prestasi, bukan kedekatan personal.
  6. Optimalisasi Media Digital: Media digital harus dimanfaatkan untuk promosi karya seni secara luas.

Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan fungsinya. Hegemoni birokrasi yang menempatkan relasi personal di atas kualitas karya telah merusak tatanan kesenian dan membunuh semangat para seniman profesional.

Profesionalitas dan transparansi pelayanan menjadi kebutuhan mendesak yang harus segera diperbaiki. Jika tidak, maka kebudayaan Sumatera Barat hanya akan menjadi ritual seremonial tanpa makna, sementara para seniman yang berkualitas semakin tersisih.

Tulisan ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi Dinas Kebudayaan dan UPTD Taman Budaya Sumatera Barat dalam memperbaiki sistem pelayanan. Jika pemerintah daerah benar-benar ingin memajukan kebudayaan, maka transparansi, objektivitas, dan profesionalitas harus menjadi pijakan utama dalam setiap kebijakan.

Hanya dengan kebijakan yang adil dan profesional, Sumatera Barat akan mampu melahirkan karya-karya seni berkualitas yang tidak hanya menjadi kebanggaan daerah, tetapi juga aset kebudayaan nasional.

Padang, 2025

Catatan Akhir:
Tulisan ini merupakan kritik terbuka yang bertujuan untuk memperbaiki pelayanan kebudayaan di Sumatera Barat. Kritik ini bukan untuk merendahkan institusi, tetapi sebagai bentuk kepedulian agar kebudayaan daerah berkembang secara adil dan profesional.

Rizal Tanjung, seniman/budayawan Sumatera Barat.

Penulis: Rizal Tanjung

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan