Oleh Afri Juang
Ahkir-ahkir ini, jagad media sosial diramaikan oleh hashtag “kabur aja dulu”. “Kabur aja dulu” adalah bentuk refleksi kaum muda yang merasa tidak puas dengan kondisi Indonesia saat ini. Problem-problem yang terjadi di negara ini, begitu memprihatinkan dan dianggap dapat merusak eksistensi NKRI sebagai negara hukum dan demokrasi. Pelanggaran-pelanggaran dilakukan oleh para pemangku pemerintahan, misalnya korupsi, kolusi, nepotisme serta kebijakkan-kebijakkan lainnya yang merugikan masyarakat sipil.
Hashtag “kabur aja dulu” menjadi viral di media sosial dan menjadi perbincangan hangat di kalangan netizen. Tren ini muncul sebagai refleksi dari keinginan banyak orang, terutama anak muda, untuk meninggalkan Indonesia dan mencari kehidupan lebih baik di luar negeri. (Kompas.com – 23/02/2025, 08:08 WIB)
Kaum muda Indonesia merasa tidak puas terhadap segala sesuatu yang terjadi di dalam negeri, sehingga mereka lebih memilih untuk kabur ke luar negeri. Hemat saya, ini merupakan kritik yang begitu besar untuk pemerintah. Banyak pihak yang mengkritik hashtag “kabur aja dulu” sebagai bentuk pengkhianatan dan apatis yang ditunjukkan oleh kaum muda bangsa ini. Saya mengutip satu channel berita sebagai berikut: “Popularitas hashtag ini menimbulkan perdebatan sengit. Beberapa pejabat negara menilai orang yang memilih “kabur” ke luar negeri tidak nasionalis, tidak mencintai Tanah Air” (CNN Indonesia, 19/2/2025). Pertanyaannya, benarkah kaum muda yang membuat hashtag “kabur aja dulu” tidak nasionalis? Pada bagian berikut saya akan menguraikan hal ini, dari beberapa perspektif.
Pertama, hashtag “kabur aja dulu” merupakan bentuk ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah. Ketidakpuasan itu disuarakan lewat media sosial. Demokrasi di zaman sekarang tidak bisa dilepaspisahkan dengan apa yang dinamakan partisipasi demokrasi digital. Hashtag “kabur aja dulu” yang viral merupakan satu langkah yang diambil oleh kaum muda untuk menyatakan ketidakpuasannya. Zaman sekarang, peran media dalam perpolitikan dan demokrasi sangat menentukan. Saya ambil contoh, jatuhnya sang diktator Tunisia, Zine El Abiden Ben Ali. Jika ditinjau secara lebih serius, apa yang dilakukan oleh kaum muda, dalam hal ini hashtag “kabur aja dulu”, merupakan kritik bagi pemerintah Indonesia yang kurang mampu memberikan kenyamanan bagi warganya, sehingga warganya kabur ke negeri orang untuk mencari sesuatu yang nyaman. Secara tersirat, kaum muda mau menyampaikan bahwa negara ini tidak mampu mengurus warga dan demokrasi secara baik. Kaum muda melihat bahwa negara lain lebih nyaman ketimbang negara Indonesia dalam urusan politik dan kesejahteraan warganya.
Kedua, hashtag “kabur aja dulu” adalah bentuk partisipasi politik. Dalam teori politik, ketika partisipasi politik masyarakat menjadi rendah, ada dua hal yang ditawarkan untuk mengatasi situasi ini: modernisasi dan meningkatnya komunikasi massa (Sastroadmodjo, 1995). Secara pribadi, saya tidak melihat hal ini sebagai bentuk pengkhianatan atau kurangnya rasa nasionalis kaum muda, melainkan ini adalah bentuk partisipasi politik yang dilakukan kaum muda lewat media sosial. Kaum mudah sadar bahwa banyak masyarakat yang perlu tahu dan mengerti persoalan negara Indonesia, sehingga membuat hashtag “kabur aja dulu” sebagai bentuk propaganda politik. Belajar dari pengalaman yang telah terjadi pada Arab Spring, bukan tidak mungkin hashtag “kabur aja dulu” akan sangat berguna bagi kesehatan perpolitikan dan pemerintahan di Indonesia.
Ketiga, hashtag “kabur aja dulu” adalah kritik terhadap pemerintah. Salah satu hal yang penting dalam kehidupan bernegara adalah kritik. Kritik dapat membantu memperbaiki tata kelola pemerintahan yang salah dalam suatu negara. Hemat saya, hashtag “kabur aja dulu” adalah bentuk kritikan yang disampaikan lewat media sosial. Partisipasi politik melalui media memilki pengaruh yang sangat luas. Seorang warga negara ikut ambil bagian dalam politik karena ia yakin bahwa partisipasi politik yang dilakukannya dapat mempunyai dampak bagi kehidupan politik baik sekarang maupun di masa yang akan datang (Fayakkhuun Adriadi, 2016).
Hashtag “kabur aja dulu” adalah salah satu kritikan bagi pemerintah yang disampaikan lewat media sosial. Hemat saya, kaum muda tidak lari dari tanggung jawab, melainkan kaum muda merasa kebijakan yang ditetapkan sudah melenceng jauh dari cita-cita bangsa.
Setelah melihat hashtag “kabur aja dulu”, saya merasa bahwa apa yang dilakukan oleh kaum muda adalah bentuk kepedulian terhadap negara Indonesia. Saya tidak melihat kabur ke luar negeri sebagai bentuk keengganan untuk ikut dalam perpolitikan Indonesia yang mengalami kerusakan.
Hashtag “kabur aja dulu” adalah kritikan yang sangat pedas bagi pemerintah bila ditanggapi secara serius. Sebagai kaum muda, saya harus berpartisipasi dalam bentuk apa pun, seperti demo, kritikan lewat tulisan, dan sebagainya.[]
Afri Juang, adalah panggilan yang diberikan oleh teman-temannya. Juang diambil dari nama panjangnya, yaitu Afrianus Juang. Ia berasal dari Flores dan sekarang sedang belajar di Jurusan Filsafat semester empat, IFTK Ledalero, Maumere, Nusa Tenggara Timur.
Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan AI.
Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Afri Juang
Editor: Neneng JK