Guru Jangan “Jarkoni”

Guru harus memberi contoh dalam praktik berbahasa agar tidak hanya sekadar mengajar teori dengan menulis sendiri sebelum meminta siswa menulis serta menanamkan nilai kejujuran dan orisinalitas dalam karya mereka.

Oleh Riami

SEKARANG sudah zaman digital, selayaknya guru mengajar mengikuti perkembangan zaman. Gunakan layar kaca secara tepat dan bermakna. Materi teori bisa diarahkan melalui buku siswa dan pencarian di Google, atau guru dapat membuat materi di akun YouTube ataupun media online lainnya. Panduan pertanyaan pemantik berasal dari guru. Jadi, anak tidak sekadar menulis hal-hal yang kurang penting.

Misalnya, anak-anak diberi pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan pantun? Bagaimana struktur pantun? Jelaskan ciri-ciri pantun! Carilah di Google dua contoh pantun yang sesuai dengan ciri-ciri pantun! Selain fungsi pantun sebagai karya sastra, apa saja fungsi pantun menurutmu? Sebutkan minimal satu fungsi pantun!

Untuk menguji pemahaman mereka, cukup ditanya secara lisan, berpedoman pada pertanyaan pemantik. Bisa dibentuk kelompok, diberikan kesempatan untuk berdiskusi, lalu saling menilai di antara teman dalam satu kelompok. Yang paling hafal bisa menjelaskan di depan kelas. Selanjutnya, jangan hanya teori. Anak-anak butuh implementasi dalam kehidupan sehari-hari.

Apa perlunya belajar bahasa? Pada dasarnya, bahasa meliputi empat elemen utama: menyimak, membaca dan memirsa, berbicara dan mempresentasikan, serta menulis. Mengajar bukan berarti mengajak anak didik menjadi seperti diri kita, tetapi harus bisa mengarahkan mereka ingin menjadi apa di kemudian hari. Dengan semboyan “bahasa adalah penghela semua pengetahuan”, guru harus bisa mengarahkan. Misalnya, di kelas tujuh semester satu, anak-anak diajak belajar mendeskripsikan, memahami pantun, narasi, fantasi, dan terakhir teks prosedur.

Di tengah gencarnya penggunaan gawai, anak-anak perlu diarahkan untuk melihat akun-akun yang berbobot. Selain mengenal teori, mereka juga harus praktik. Misalnya, membaca pantun, mendeskripsikan benda yang mereka miliki, orang terdekat, hewan kesayangan, dagangan yang dimiliki, bahkan mungkin gejala sakit yang mereka rasakan.

Guru harus menyampaikan betapa pentingnya pelajaran bahasa di semua bidang pekerjaan kelak. Misalnya, seorang penulis perlu mendeskripsikan tokoh dan latar tempat dengan menarik. Seorang dokter harus bisa mendeskripsikan penyakit, obat, dan cara minumnya dengan benar. Tentara perlu mendeskripsikan tugas kepada bawahan atau pasukan dengan tepat. Bahkan, pedagang harus mampu mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan produk yang dimilikinya.

Berdasarkan pengalaman, anak-anak lebih bersemangat melakukan kegiatan ketika mereka tahu manfaat dan rencana kegiatan yang terstruktur. Bahkan anak yang sangat penakut berbicara mulai berani berlatih. Salah satu murid saya mendapatkan beasiswa di SMA selama tiga tahun melalui buku solo kumpulan puisinya. Awalnya, ia takut dan menangis. Namun, setelah diberi pemahaman bahwa bekerja dengan bahasa tidak memerlukan modal besar seperti berjualan kue yang butuh bahan dan modal, ia mulai bersemangat. Jika gagal dalam menulis, tidak ada kerugian materi. Yang dibutuhkan hanyalah latihan serius.

Akhirnya, ia berhasil. Meski tidak semua anak akhirnya mempraktikkan berbicara untuk mencari uang dari kemampuan berbahasa, setidaknya mereka bisa menggunakan kemampuannya untuk melatih keberanian dalam berkomunikasi. Setelah bukunya terbit dan mendapat beasiswa, ia pun menyemangati adik-adik kelasnya.

Untuk hasil yang maksimal, guru harus memiliki kriteria penilaian. Dalam membaca, terdapat dua aspek, yaitu membaca pemahaman dan membaca nyaring, yang kriterianya berbeda. Dalam membaca pemahaman, setiap jawaban atas pertanyaan harus diberi skor yang mengacu pada nilai maksimal, yaitu seratus. Untuk membaca nyaring, misalnya dalam membaca naskah berita, kriteria yang dinilai meliputi kelancaran, intonasi, jeda, dan penghayatan naskah.

Dalam praktik menulis, guru harus mencantumkan kriteria yang utama, yaitu orisinalitas. Kemudian, diikuti oleh kreativitas, keunikan, dan keterkaitan seluruh naskah. Untuk menguji orisinalitas, guru bisa mengecek melalui Google. Beberapa anak cenderung malas berpikir sendiri dan langsung menyalin dari Brainly, lalu mengganti nama penulisnya dengan nama mereka sendiri.

Kita harus menindaklanjuti kebiasaan tersebut. Namun, bukan berarti anak yang hingga akhir waktu yang ditargetkan belum bisa menulis tidak mendapatkan nilai. Mereka boleh mengambil referensi dari Google, tetapi harus memilih yang tepat dan benar serta mencantumkan sumber yang jelas, termasuk nama penulisnya. Ini untuk melatih kejujuran dalam menulis.

Memang dibutuhkan banyak rekam jejak penilaian, tetapi ini sangat membantu anak dalam memahami materi serta kepentingan belajar mereka. Anak akan merasa bahwa ini adalah hal yang mereka butuhkan. Misalnya, mencari contoh teks prosedur harus sesuai dengan kebutuhan.

Begitu pula dalam mendeskripsikan sesuatu. Biasanya, anak-anak lebih senang mendeskripsikan hal-hal yang dekat dengan mereka dan yang paling mereka sukai. Biarkan mereka berekspektasi sesuai pemikirannya. Untuk kelas 9, misalnya dalam materi laporan percobaan, mereka boleh memilih percobaan yang dilakukan dalam mata pelajaran lain, seperti IPA atau biologi, atau bahkan membuat percobaan sendiri sesuai keinginan mereka.

Demikianlah, Kawan, sekelumit cara mengajarkan bahasa. Selain mengarahkan siswa, yang utama adalah mengarahkan diri sendiri. Sebelum menyuruh siswa menulis apa pun, sebaiknya guru juga menulis terlebih dahulu, minimal disimpan di sekolah. Sebelum dipublikasikan, hasil tulisan didiskusikan dengan senior yang mampu membantu kurasi. Apalagi jika bisa diterbitkan, itu sangat luar biasa. Jadi, ketika anak bertanya tentang kesulitannya, guru bisa dengan lancar membimbingnya karena telah memiliki pengalaman menulis. Sangat aneh jika guru menyuruh siswa menulis puisi, pantun, atau cerpen, tetapi dirinya sendiri belum pernah melakukannya. Oleh karena itu, sebutan “Jarkoni” (iso ngajar, gak iso nglakoni), yang berarti ‘bisa mengajar tapi tidak bisa melakukan’, harus kita hindari.

Tetap semangat, Kawan, termasuk saya sendiri. Jangan jadi “Jarkoni”, ya! Salam literasi! []

Riami, penulis dan guru, bergiat di Sekolah Menulis elipsis, menetap di Malang, Jawa Timur.

Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Riami

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan