Oleh Muhammad Subhan
JIKA ada satu kata dalam perbendaharaan bahasa Indonesia yang memiliki daya kejut, daya pukau, dan daya tampar secara bersamaan, maka kata itu adalah goblok.
Sebuah kata yang sederhana, tetapi membawa beban sejarah, budaya, dan emosi yang tidak bisa dianggap remeh.
Kata ini telah diwariskan turun-temurun, menyeberangi generasi, dan menjelma menjadi cermin kejujuran yang terkadang lebih menyakitkan dari pedang tajam.
Seperti banyak kata-kata dalam bahasa Indonesia yang penuh warna, goblok tidak memiliki asal-usul yang benar-benar jelas.
Ada yang mengatakan kata ini berasal dari bahasa Jawa, merujuk pada ‘ketidaktahuan yang membandel’.
Dalam konteks lain, goblok sering disamakan dengan ketololan yang monumental, sebuah bentuk kebebalan yang seolah-olah telah disertifikasi secara internasional.
Namun, seandainya para filolog bahasa ingin melakukan kajian lebih mendalam, mereka mungkin akan menemukan jejak goblok pada momen-momen penting dalam sejarah, seperti ketika seseorang mencoba memasukkan kunci motor ke dalam stopkontak listrik.
Dalam kehidupan sehari-hari, kata goblok memiliki beragam fungsi dan makna.
Kadang ia muncul sebagai ekspresi kekecewaan, seperti saat seseorang dengan percaya diri menaruh ponsel di dalam kulkas karena mengira itu charger terbaru.
Di lain kesempatan, goblok menjadi bentuk kasih sayang yang unik dalam pergaulan, misalnya ketika seorang sahabat tertawa terpingkal-pingkal dan menepuk pundak kawannya seraya berkata, “Goblok banget, sih, lo!”—tanpa ada niat merendahkan, hanya sebagai bentuk keakraban yang jujur.
Namun, di ranah sosial dan politik, kata goblok bisa menjadi pedang bermata dua.
Ia digunakan untuk mengkritik kebijakan yang tampaknya tidak masuk akal, seperti pembangunan jalan tol yang berujung ke hutan tanpa ada jalur keluar, misalnya.
Ia juga sering digunakan oleh rakyat kecil yang kebingungan menyaksikan pejabat publik memberikan pernyataan yang bertentangan dengan akal sehat.
Dalam konteks ini, goblok bukan lagi sekadar kata, melainkan sebuah perlawanan intelektual, pengingat bahwa kebodohan yang sistemik bisa lebih berbahaya daripada sekadar lupa memasukkan gula ke dalam teh.
Baca juga: Terindikasi
Sebagai manusia yang tidak lepas dari kesalahan, kita semua memiliki momen goblok dalam hidup.
Ada yang pernah tersesat di pusat perbelanjaan dan bukannya mencari jalan keluar, malah menelepon customer service toko untuk meminta petunjuk arah.
Ada pula yang membeli tiket pesawat murah tanpa menyadari bahwa penerbangannya berangkat dari bandara di kota sebelah.
Dari situ kita belajar, bahwa kebodohan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, melainkan sesuatu yang harus dikenali dan diperbaiki.
Dalam skala yang lebih luas, mungkin kita harus berterima kasih pada kata goblok.
Ia adalah pengingat bahwa kepintaran bukanlah sesuatu yang permanen. Bahkan, orang paling cerdas di dunia pun pernah melakukan hal bodoh dalam hidupnya.
Steve Jobs pernah membuat komputer tanpa kipas pendingin hingga akhirnya meleleh sendiri.
Newton, ilmuwan terbesar sepanjang masa, hampir membutakan dirinya sendiri karena bereksperimen dengan menusukkan jarum ke matanya.
Dengan kata lain, kebodohan adalah bagian dari evolusi manusia.
Jadi, ketika hidup menghadapkan kita pada kenyataan yang sulit, ketika keputusan yang kita ambil terasa seperti hasil pemikiran seekor ikan mas yang sedang kurang tidur, jangan terlalu kecewa.
Ingatlah bahwa di balik setiap goblok yang kita lakukan, ada pelajaran berharga yang menanti.
Namun, jika kebodohan terus diulang tanpa ada upaya memperbaiki diri, mungkin sudah waktunya becermin dan bertanya, “Saya ini goblok sekali atau memang sudah menjadikan goblok sebagai gaya hidup?”
Jangan sampai goblok dijadikan pembenaran untuk menutupi kegoblokan. []
Muhammad Subhan, penulis, pegiat literasi, founder Sekolah Menulis elipsis.
Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: Muhammad Subhan
Editor: Ayu K. Ardi
-
-
Tulisan renyah yang bikin senyum-senyum sendiri. Jadi ingat “momen goblok” diri ini, yang ternyata menjadi pelajaran berharga.
-
-
Ping-balik: Terindikasi - Majalahelipsis.id
Keren sekali euy 👍
Jangan sampai goblok dijadikan pembenaran untuk menutupi kegoblokan.