Fenomena Hastag #KaburAjaDulu, Apa yang Terjadi?

Sekarang ada banyak sekali tawaran kerja di luar negeri dengan gaji yang besar.

Oleh Asna Rofiqoh

AKHIR-AKHIR ini sedang ramai tagar #kaburajadulu, yang tak lain penyebabnya karena banyak yang frustasi dengan kehidupan di Indonesia yang semakin hari semakin sulit.

“Kalau menurut aku setuju saja sih!” Lho kok bisa setuju? Berarti kamu tidak nasionalis, dong.

Saat ini jumlah penduduk Indonesia lagi bonus demografi, tetapi faktanya kondisi ekonominya seperti lagi krisis.

Jadinya ketika banyak jutaan anak muda yang lulus tiap tahunnya tapi enggak ada lapangan kerja yang memadai buat mereka.

Itu kenapa kita enggak heran kalau sekarang ada sekitar sepuluh juta Gen Z yang lagi menganggur.

Meskipun masih ada lowongan pekerjaan pun biasanya persyaratan lamaran banyak tetapi gajinya kecil.

Berharap gaji besar kayaknya juga berat karena faktanya ekonomi negara kita tidak akan mampu menggaji tenaga kerja kita seperti di luar negeri.

Sudahlah kita ini kuliah berbiaya mahal, capek-capek belajar, tetapi begitu lulus dan dapat tawaran kerja, gajinya sangat kecil. Sangat kecil di sini dalam artian gaji kita sebulan belum bisa mencukupi kebutuhan hidup kita selama satu bulan itu sendiri.

Sekarang ada banyak sekali tawaran kerja di luar negeri dengan gaji yang besar. Salah satunya adalah program Ausbildung di Jerman.

Ausbildung adalah program pelatihan kerja berdurasi 2,5—3 tahun di Jerman yang menggabungkan teori di sekolah dan praktik langsung di lapangan.

Syarat utama minimal ijazah SMA sederajat dan tentu saja menguasai bahasa Jerman.

Bidang pekerjaan yang populer antara lain perhotelan, kesehatan, mekatronik dan IT.

Adapun gaji selama masa pelatihan mulai dari Rp14 juta—22 juta per bulan. Dan gaji setelah lulus kisaran Rp42 juta—60 juta per bulan, tergantung bidang dan pengalaman.

Jadi, menurut aku gapapa kerja ke luar negeri daripada di Indonesia hanya jadi pengangguran dan beban negara.

Lebih baik kabur ke luar negeri menjadi manusia produktif dan berpenghasilan besar.

Bisa membantu ekonomi keluarga, merenovasi rumah orang tua yang sudah reot, membantu pendidikan saudara yang masih sekolah, selebihnya ditabung untuk ke depannya dijadikan investasi jangka panjang bila nanti saatnya ingin kembali ke Indonesia.

Hayo, lebih baik mana? Diam pasif tidak produktif atau pilih kabur ke luar negeri tetapi menjadi manusia yang produktif dan berpenghasilan besar?

Lantas di manakah letak tidak nasionalisnya? []

Penulis: Asna Rofiqoh

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan