Oleh Bachtiar Adnan Kusuma
Hari ini, tepat 14 September 2025, bertepatan dengan Hari Kunjung Perpustakaan dan Bulan Gemar Membaca yang telah diresmikan Presiden Soeharto atas usulan Kepala Perpustakaan Nasional pertama, Mastini Hardjoprakoso. Intinya, penulis kembali menegaskan bahwa keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat. Begitu definisi yang lumrah kita dengar. Meskipun ia adalah unit terkecil, bukan berarti peranannya juga kecil. Peran keluarga teramat vital. Banyak problem masyarakat justru berawal dari rapuhnya tatanan keluarga, termasuk soal literasi. Kalau mau gema literasi terdengar di mana-mana dan semakin membahana, maka keluarga juga harus mengambil peran. Harus ada kesepakatan dalam keluarga untuk menjadikannya keluarga literasi: keluarga yang membaca dan menulis. Inilah esensi dari pentingnya Bulan Gemar Membaca dan Kunjung Perpustakaan.
Indah sekali jika membayangkan ada keluarga yang sang ayah rutin membaca, ibu pun begitu, di sela-sela mengurus urusan domestik, buku menjadi selingan penemanan rehat. Anak-anak pun tertular dengan virus literasi. Sebab anak adalah peniru ulung. Ada ruang baca untuk keluarga, tempat mereka bercengkrama. Tak perlu besar, cukup ada rak buku yang tersusun rapi, beraneka ragam judul buku berjejer sesuai tema.
Bagaimana caranya?
Memulai dengan membacakan buku kepada anak bisa menjadi terapi tersendiri. Membacakan buku secara teratur adalah sarana yang sangat efektif untuk membangun ikatan dan komunikasi dengan anak. Rutin membacakan buku akan memberikan tiga keuntungan.
Pertama, tercipta hubungan yang lebih mesra antara ibu dan anak melalui perantara buku. Anak akan menemukan sosok guru dari orang tua yang kerap membacakannya buku. Banyak generasi muda seperti kehilangan arah, tak ada sosok yang bisa dijadikan teladan, rapuh pula hubungan emosionalnya dengan orang tua. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya waktu bersama.
Kedua, sama-sama belajar. Tak bisa dipungkiri, meskipun yang dibaca adalah buku anak, tetap saja merupakan informasi baru bagi orang tua. Saat itulah terjadi proses belajar bersama. Orang tua belajar, begitu pula anak. Karena sama-sama diperhadapkan pada bahan bacaan yang sama, maka proses pembelajaran bersama pun terjadi. Membacakan buku dengan suara lantang berdampak baik pada perkembangan psikologis anak. Kata-kata yang dibacakan nyaring akan membekas kuat dalam ingatannya.
Ketiga, orang tua yang sering membacakan buku akan menanamkan kenangan mendalam bagi anak terhadap orang tuanya, terutama dalam berbahasa. Anak akan hafal betul judul-judul buku apa saja yang pernah orang tuanya bacakan.
Kini, orang tua sudah terbiasa menyiapkan kotak P3K di rumah, lengkap dengan obat-obatan. Maka sekarang penting juga menghadirkan ruang baca dan buku-buku di rumah. Agar setiap saat anak merasa dekat dengan buku, nuansa membaca pun selalu terjaga. Ke mana pun anak memandang, yang ia lihat adalah buku.
Dari keluargalah titik awal kampanye membaca dimulai. Keteladanan adalah kuncinya. Tidak perlu banyak teori pendekatan agar anak suka membaca. Cukup sederhana: ayah dan ibunya lebih dulu memberi contoh sebagai orang tua gemar membaca. Biar dilihat anak-anaknya. Mulailah membaca 25 menit setiap hari di rumah.
Pertanyaannya, bagaimana meningkatkan kesadaran membaca di kalangan ibu-ibu?
Ada tiga hal yang dapat menggugah gemar membaca di kalangan ibu.
Pertama, bagaimana menumbuhkan motivasi setiap saat agar membaca menjadi bagian penting dalam kegiatan hidup. Apakah perlu motivasi? Tentu perlu. Karena hanya dengan motivasi, ibu-ibu terdorong melakukan sesuatu, apalagi membaca. Tanpa motivasi yang tumbuh dan terus diasah, sulit kiranya membentuk ibu-ibu yang suka membaca di rumah. Mountain mengemukakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang mendorong seseorang belajar melakukan yang terbaik. Karena itu, membaca bagi ibu-ibu tak sekadar menyuarakan bunyi bahasa atau mencari arti kata-kata sulit dalam teks bacaan, melainkan melibatkan pemahaman mendalam.
Kedua, menumbuhkan minat baca secara berkelanjutan. Minat adalah keinginan yang kuat disertai usaha. Karena itu, ibu-ibu yang memiliki minat baca yang kuat akan selalu berusaha mencari sumber-sumber bacaan. Frymier menyebutkan ada tujuh faktor yang memengaruhi perkembangan minat baca seseorang, salah satunya adalah pengalaman membaca sebelumnya.
Ketiga, kedewasaan sosio-emosional dan penyesuaian diri. Ini mencakup stabilitas emosi, kepercayaan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kelompok. Biasanya ibu-ibu yang aktif dan pandai memberikan solusi dalam kelompok atau keluarga adalah mereka yang suka membaca.
Terima kasih kepada Bupati Maros, Chaidir Syam, dan Bunda Literasi Maros, Hj. Ulfiah Nur Yusuf Chaidir, yang telah mencanangkan Gerakan Membacakan Buku 25 Menit kepada anak sebelum tidur. Gerakan ini menjadi pelatuk awal nutrisi literasi bagi anak-anak sejak dini. Dari kebiasaan membacakan buku sebelum tidur, tumbuhlah budaya mencintai buku sejak dini.
Dan terima kasih kepada Bunda Literasi Kota Makassar, Hj. Melinda Aksa Munafri, yang telah berperan serta mencanangkan Gerakan Sayang Buku dan Ibu Suka Membaca Kota Makassar, sekaligus mencanangkan Bulan Gemar Membaca Keluarga pada Rabu, 10 September 2025 di Masjid Anny Mujahidah Rasunnah, Parangtambung, Makassar.
Yuk membaca… []
Bachtiar Adnan Kusuma, Tokoh Literasi dan Penulis Nasional.
Penulis: Bachtiar Adnan Kusuma
Editor: Muhammad Subhan









