Oleh Arnita

Terkadang, dengan mengingat hal-hal dulu sering membuat kami tertawa, kami sadar bahwa kenangan itu memang patut diingatkan sebagai bentuk dari perjuangan.

Perjuangan?

Iya, lebih tepatnya demikian, kami bukan sepasang kekasih yang selalu bertemu setiap waktu, kencan tiap weekend atau melakukan perjalanan menjelajah tempat-tempat bersejarah.

Ada perasaan haru ketika mengingat pertemuan dulu, kami percaya, bahwa semua yang terjadi atas izin-Nya. Sungguh, tidak pernah kami rencanakan atau terpikirkan dari awal. Dalam sebuah hubungan, kami hanya memegang komitmen untuk saling menjaga kepercayaan, dan itu bukan hal mudah menjalani tanpa pertemuan.

Saya sering membayangkan untuk pertemuan berikutnya, mungkin akan dihabiskan dengan sebuah pelukan, menangis, kemudian saling bercerita, itu sudah membuat kami bahagia, sesederhana itu memang. Sebelum itu terjadi, kami selalu mengingat kenangan bagaimana cara semesta mempertemukan, hal-hal konyol, bahkan pertengkaran kecil yang kerap terjadi.

Saya perempuan keras kepala, tapi menghadapi orang dengan tipikal ego tinggi bisa saja hubungan kami gampang bubar. Dengan itu, bukan lagi emosi dan ego yang kita pertahankan, namun, bagaimana itu menjadikan lebih dewasa. Meskipun sebenarnya saya enggan menjadi dewasa di depan dia, haha.

Suatu hari, kami pernah bertengkar hebat. Sebenarnya hal sepele, tapi karena saat itu kita sama-sama ego sehingga masalah sulit terselesaikan. Kami saling berbalas chat dengan kata-kata yang kasar, menghujat hingga memojokkan. Saya sempat ingin mundur, tapi saya menyadari mengambil keputusan di saat emosi juga tidak baik.

Ketika itu, saya mematikan ponsel, keluar sebentar dengan berkali-kali menghela napas. Tidak, saya tidak berhenti mencintainya, hanya butuh jeda untuk mengembalikan kestabilan mental. Meskipun saya keras kepala, tapi tahu cara menghadapi dia. Jiwa saya selalu luluh, bahkan sering menurunkan ego agar hubungan kami tetap baik-baik saja.

“Aku minta maaf.”

Sebuah chat masuk, ketika ponsel diaktifkan setelah beberapa jam sejak pertengkaran.

Saya terdiam, memikirkan sejenak perihal sumber pertengkaran kami. Dalam hal ini, saya memang salah selalu melakukan apa yang dia tidak suka. Bukan cari masalah, namun saya selalu menyepelekan persoalan. Begitulah, akhir dari pertengkaran, tentu saja ini menjadi pelajaran. Terkadang dengan suasana seperti itu membawa saya untuk lebih menghargai waktu, kebersamaan, dan komunikasi.

Saya merindukan pelukannya, tangan lembut itu membuat nyaman dan terjaga. Saya selalu rindu suara serta petuahnya. Meski kadang suka memberontak, overthinking, dan menduga-duga yang tidak jelas, tapi dia lelaki yang dewasa di mata saya. Andai saja jarak tidak memisahkan, mungkin kami bisa menghabiskan waktu bersama, menemani dia bertugas, atau mengelilingi kota kecil dengan spot yang indah dan menarik. Tapi, memang perjalanan kami seperti ini, sebuah proses bagaimana merawat rasa, senantiasa menjaga satu sama lainnya.

Saya masih mengingat pertemuan itu, dia datang dengan tergesa. Keterlambatannya membuat saya menunggu agak lama, tapi anehnya, saya tidak marah. Semesta sudah mengatur kapan jam kami untuk bertemu. Lelaki yang selama ini saya rindukan tepat berada di depan mata. Pandangan kami beradu, ada getaran yang bergejolak, membakar seluruh aliran sendi-sendi darahku. Ya Tuhan, sebahagia ini…. Kami berpelukan dan melepaskan beban rindu.

Sampai saat ini, saya selalu merindukan sebuah pertemuan. Banyak hal yang ingin diceritakan. Mungkin tentang perjalanan hidup di sini, tentang kearoganan seseorang, dan tentang kerinduan yang tidak pernah berujung. Selain itu, mungkin saya akan menceritakan perihal politik yang semrawut, situasi negara atau tagar-tagar yang menjadi polemik para tokoh. Memang bukan bahasan yang romantis, tapi itu cara kami menyatukan pandangan yang berbeda. Di sisi lain, kami sama-sama tertarik menyimak dunia politik. Haha… lucu memang. Tapi apa pun hal yang kami bahas itu sudah membuat saya banyak berpikir secara logis.

Beberapa kali ponsel berdering. Saya tahu, dia cemas. Saya selalu meninggalkan percakapan ketika sedang dalam pertengkaran. Saya egois. Tapi, saya lakukan karena sayang sama dia. Terkadang ketika dalam keadaan emosi, pikiran saya tidak stabil dan tidak rasional. Saya tidak mau kata-kata kasar itu keluar dan menyakitinya. Mungkin hanya butuh waktu sebentar untuk meredakan emosi, itu saja.

I love u more.

Saya ucapakan itu ketika mengangkat teleponnya. Dia terkekeh. Kami tidak membahas pertengkaran lagi. Dia hanya menyuruh saya untuk tidak meninggalkannya. Iya, kadang terkesan merengek, huhu… tapi pernyataan itu selalu membuat saya rindu. Adakalanya saya bersikap seperti anak kecil, kolokan, ngeyel. Kadang dia juga bertingkah arogan, egois, dan keras kepala. Namun, itu tidak berlangsung lama, kami tetap dua orang manusia yang saling membutuhkan.

“Ingat, perjalanan kita butuh perjuangan. Jangan hanya karena ego dan emosi, hancur seketika. Baik-baik di sana dan jaga hati.”

Kalimat yang sering dia lontarkan sebagai pengingat, sebagai pegangan, dan sebagai ikrar.[]

Arnita. Lahir di Bandung. Seorang jurnalis dan pengelola rumah tahfidz Baitus Syukur. Penyuka artwork dan dunia fotografi. Pemimpin Redaksi Jurnal Puisi Cinta, Redaktur Note Journey Magazine, ketua PAC (Photography & Art Community). Pernah bekerja di majalah Migospecta International sebagai executive editor (wakil CEO), pernah menjadi pemimpin umum di buletin inshinecam. Pernah bekerja di majalah Homagi sebagai editor & director. Tulisan-tulisannya telah dimuat di media cetak dan elektronik. Salah satu cerpennya menjadi pemenang di sayembara ESVA Malaysia 2020. Cerpen dengan judul “Kotaku Gelap; Apa Kabar Perempuan?” masuk Nominasi Anugerah Sastra Apajake 2023 kategori cerpen. Telah bergabung di 136 antologi bersama dan melahirkan dua buah antologi tunggal.

Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan Bing Image Creator.

Ikuti tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.

Penulis: Arnita

Editor: Anita Aisyah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan