Oleh Ilhamdi Sulaiman
DI SEBUAH hotel mewah, di pengujung Ramadan, sejumlah pejabat serta pengusaha properti dan real estate mengadakan buka puasa bersama yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga dengan tema acara “Hikmah Ramadan Berbagi Kebahagiaan.”
Hotel tersebut menjadi pusat perhatian masyarakat kurang mampu. Dari pemulung hingga pedagang asongan, ramai mendatangi tempat itu dengan harapan mendapatkan kebahagiaan dari para pejabat dan pengusaha yang hadir dalam acara tersebut.
Orang-orang di luar gedung berharap mendapatkan amplop berisi uang setelah acara selesai.
Sementara itu, sekuriti dibantu beberapa polisi berjaga-jaga di luar hotel. Orang-orang yang berada di luar bahkan tak diizinkan mendekat. Mereka dihadang 50 meter dari hotel.
Rasa kesal dan kecewa terpancar di wajah mereka yang berharap. Namun, mereka tak berdaya menghadapi hadangan polisi yang memegang senjata laras panjang. Mereka sadar bahwa melunakkan hati petugas bukan perkara mudah, kecuali dengan sebait lirik lagu yang sedang viral dan sangat melekat di hati mereka.
Di dalam gedung hotel mewah, sebelum bedug Magrib berkumandang, salah seorang pejabat memberikan sambutan kepada tamu yang hadir.
Dengan mengucap salam, pejabat tersebut memulai sambutannya.
“Saudara-saudara, terima kasih atas kehadirannya pada acara ini. Saya, sebagai ketua pelaksana, mewakili Bapak Menteri. Saya ingin menyampaikan pesan beliau yang saat ini tidak dapat hadir karena sedang berada di tempat lain bersama keluarganya. Beliau berpesan bahwa sebagai warga negara, kita harus memiliki rasa kepedulian sosial terhadap masyarakat yang kurang beruntung. Hanya itu pesan beliau agar kita bersama-sama melaksanakan kepedulian sosial tersebut. Namun, sebelum saya sudahi sambutan ini, saya berharap kepada Yang Mulia Mr. X untuk sekadar memberikan apresiasinya terhadap ide dan gagasan Bapak Menteri kita. Sekian, terima kasih.”
Setelah sambutan selesai dan pejabat yang mewakili Bapak Menteri kembali duduk, MC pun memanggil Mr. X untuk memberikan kata sepatah dua kata.
“Kepada Yang Mulia Mr. X, kami persilakan,” ujar MC dengan suara lembut.
“Saudara-saudara, saya sebenarnya tak pandai berbicara dalam acara seperti ini. Saya hanya pandai mencari cuan. Atau seperti kata Bapak Presiden sebelumnya: kerja, kerja, dan kerja. Itu yang saya bisa. Terima kasih. Kamsia.”
Mr. X langsung kembali ke tempat duduknya. Orang-orang yang hadir dalam acara itu bergemuruh bertepuk tangan.
Makanan mewah, mahal, dan tentu lezat telah terhidang di meja makan. Para pelayan hotel mempersilakan semua yang hadir untuk menyantap hidangan yang telah disediakan panitia bukber.
Wakil Menteri dan beberapa pejabat makan dengan lahapnya, seolah makanan itu tak pernah mereka temukan di rumah. Sementara para investor hanya makan sedikit dan seadanya. Entah karena mereka tidak lapar setelah tidak berpuasa, atau mereka hanya menjaga citra agar tidak terlihat seperti rakyat jelata yang sudah dua hari tak bertemu nasi. Mereka tersenyum-senyum melihat tingkah para pejabat yang menyantap makanan dengan rakus dan berbicara dengan mulut masih penuh makanan.
Sebelum acara bukber usai, beberapa investor meninggalkan ruangan dan berpamitan kepada tamu lainnya. Mereka beralasan memiliki acara lain.
Sedangkan para pejabat yang tersisa berbicara tentang proyek yang akan mereka laksanakan dengan dana anggaran departemen yang telah dipangkas oleh negara.
Di luar hotel, para gelandangan, pemulung, pedagang asongan, tukang ojek, dan lainnya tetap menunggu meskipun polisi masih menjaga mereka agar tidak mendekat ke hotel tersebut. Mereka hanya bisa menyaksikan satu per satu mobil mewah keluar dari hotel. Namun, tak satu pun menepi untuk mendekati mereka. Bahkan dengan kaca tertutup, mereka tak dapat melihat siapa yang berada di dalam mobil mewah itu.
Hujan mulai turun. Mereka pun tak mendapat apa pun dari tema acara yang beredar di media massa dan media sosial: “Membagi Kebahagiaan.”
Dalam hujan, mereka hanya melihat mobil sampah keluar dari hotel. Sampah makanan sisa acara, tentunya. Bau sampah tercium dari mobil tersebut. Bau makanan mewah sisa acara yang wah. Mereka bergumam, mudah-mudahan di masa mendatang, makanan serupa itu dapat mampir di meja-meja makan di gubuk mereka.
Tapi, barangkali itu hanya mimpi.
28 Ramadan 1447
Ilhamdi Sulaiman, seniman.
Gambar ilustrasi diolah oleh tim redaksi Majalahelipsis.id menggunakan Bing Image Creator.
Penulis: Ilhamdi Sulaiman
Editor: Muhammad Subhan