Beatrice Consolata: Perjalanan Musik Lintas Generasi

Beatrice Consolata ingin menginspirasi banyak orang melalui perjalanan musiknya yang lintas generasi dan berkolaborasi lintas batas dalam ekosistem harmonis.

JAKARTA, majalahelipsis.id—Beatrice Jean Consolata Gobang, yang lebih dikenal dengan nama panggung Beatrice Consolata, mencatatkan momen penting dalam perjalanan musiknya pada Sabtu, 7 Desember 2024, di Kompetisi Piano Nusantara Plus di IFI Jakarta. Ia membawakan tembang puitik karya Ananda Sukarlan berjudul “Perempuan Bersayap Malaikat”, yang diadopsi dari puisi Muhammad Subhan. Puisi ini adalah ungkapan rasa terima kasih yang mendalam kepada seorang ibu, yang kemudian diolah menjadi sebuah tembang puitik yang penuh makna.

Penampilan perdana Beatrice membawakan tembang puitik Ananda Sukarlan ini juga membawa pesan yang terus berulang, yaitu betapa pentingnya dinamika musik dan ekspresi rasa serta nuansa emosi dalam menghayati dan menyampaikan karya seni. Proses kreatif ini melibatkan kolaborasi antara penyair, komposer, dan penyanyi, yang bekerja bersama untuk menyampaikan pesan mendalam dan menggugah perasaan penonton, menciptakan sebuah ko-kreasi yang luar biasa.

Beatrice Consolata

Beatrice, yang lahir pada tahun 2009, kini duduk di kelas 10 SMA Kolese Gonzaga Jakarta. Perjalanan musiknya dimulai sejak usia 3,5 tahun, ketika ia pertama kali mempelajari biola di Community Music Center (CMC) Jakarta di bawah pimpinan Therese Wirakesuma. Dengan dukungan penuh dari orang tuanya, Beatrice aktif sejak usia dini melihat dan mendengar serta tampil dalam resital, konser, konferensi, dan masterclass biola baik di tingkat nasional maupun internasional. Beatrice juga berkesempatan belajar dengan sejumlah guru biolanya seperti Yasintha Pattiasina, Melodi Arben, Theresia Srinaita, dan Giovani Biga. Pada usia lima tahun, Beatrice mulai belajar piano di bawah bimbingan Mayangsari di CMC Jakarta, dan kemudian melanjutkan dengan Daniel Adipradhana hingga 2021 di The Resonanz. Kini, ia tengah melanjutkan studi pianonya di Jakarta Conservatory of Music dengan Harimada Kusuma.

Sejak 2017, Beatrice mulai menjelajahi dunia musik vokal di The Resonanz Music Studio Jakarta, di bawah bimbingan mezzo-soprano Valentina Nova, dan sejak 2021 dengan soprano Aning Katamsi. Pada 2019, Beatrice merilis sebuah mini album yang mencakup lagu-lagu seperti Panis Angelicus, Lihatlah Lebih Dekat, dan Heal the World. Ia juga pernah mengikuti masterclass vokal dengan Farman Purnama, Katherine Ciesinski, Marlina Deasy Hartanto, Aning Katamsi, dan Chatarina Leimena. Beatrice turut bergabung dengan The Resonanz Children’s Choir (TRCC) sejak 2018, sebuah grup paduan suara anak yang telah meraih berbagai penghargaan internasional. Selain berpartisipasi dalam konser-konser nasional TRCC, Beatrice juga mengikuti kejuaraan paduan suara bergengsi seperti Bali International Choral Festival Denpasar 2022, Leonardo Da Vinci Choral Festival Florence 2023, Franz Schubert Choral Festival Wina 2024, dan Tolosa Choral Contest di Spanyol 2024.

Dedikasi Beatrice dalam dunia musik tercermin melalui berbagai pelajaran dan penampilan yang melibatkan ekosistem kolaboratif harmonis berbagai pihak yang terlibat. Beatrice juga berperan aktif dalam memperkenalkan tembang puitik Indonesia (Indonesian Art Songs), yang tidak hanya mengangkat dunia sastra, tetapi juga vokal klasik Indonesia. Tembang klasik Indonesia yang pernah ia bawakan antara lain Setitik Embun (Mochtar Embut), Irama Desa (Iskandar), Gita Malam (Badjuri), dan Kasih dan Pelukis (Mochtar Embut). Ia turut memperkenalkan karya-karya ini dalam Festival Indonesiana 2021-2024, di mana ia meraih penghargaan Emas untuk kategori usia yang diikutinya. Beatrice juga mempresentasikan tembang puitik tersebut dalam festival dan kompetisi internasional seperti London Young Musician Award dan American Protégé International Singing Competition 2022, selain membaginya dalam Instagram, SoundCloud, YouTube, dan juga dipublikasikan dalam media Pusat Prestasi Nasional. Sejak 2023, Beatrice mempelajari tembang-tembang puitik karya Ananda Sukarlan.

Dengan latihan rutin tatap muka (luring), online (daring) memanfaatkan teknologi digital, pada 2019-2022 Beatrice aktif mengikuti sejumlah festival dan lomba vokal klasik tingkat internasional. Beberapa penghargaan vokal yang telah diraihnya antara lain Juara Pertama dalam International Competition of Romantic Music 2020, Music Talent 2021, dan Singing Competition 2022 (American Protégé) untuk kelompok usia 10-14 tahun. Pada Juni 2022, ia juga merilis hasil rekaman studio untuk lagu Ave Maria karya Franz Schubert, yang dapat diakses melalui kanal musik digital dan Instagram Musik.

Ada lagi yang khusus pada Januari 2021, Beatrice menerima penghargaan First Prize & Exceptional Young Talent Special Prize pada Golden Classical Music Awards (kelompok usia 9-12 tahun) dengan membawakan tembang puitik berbahasa Jerman Schwanenlied karya Fanny Mendelssohn-Hensel, berdasarkan lirik penyair Heinrich Heine. Penghargaan ini, bersama dengan apresiasi American Protégé International Music Award 2020-2022, membawanya ke New York untuk tampil perdana di Weill Recital Hall – Carnegie Hall pada 19 Desember 2022. Di panggung megah dengan akustik kelas dunia tersebut, Beatrice membawakan kembali Schwanenlied dan pada 27 Desember 2022, tampil lagi dengan Le Violette karya Alessandro Scarlatti. Sebelum tampil di Carnegie Hall, Beatrice juga tampil di Konsulat Jenderal RI di New York pada 16 Desember 2022, membawakan Gita Malam bersama pianis Kyoung Im Kim dari Manhattan School of Music New York, yang juga mengiringinya membawakan Le Violette.

Beatrice Consolata

Le Violette merupakan karya vokal yang ditulis oleh Alessandro Scarlatti, seorang komposer Barok asal Italia. Le Violette mengisahkan tentang keindahan bunga violet yang melambangkan kelembutan, kesederhanaan, dan keabadian. Dalam liriknya, bunga violet sering kali digunakan sebagai simbol cinta yang penuh kerinduan dan keindahan yang rapuh. Lagu ini bisa diinterpretasikan sebagai ungkapan cinta yang tulus namun juga berhubungan dengan perasaan kehilangan atau kerinduan yang mendalam, seiring dengan kehidupan yang terus berjalan dan waktu yang tak terhindarkan. Pentas Beatrice membawakan Le Violette dapat diakses di berbagai kanal musik digital termasuk Instagram Musik dan telah dipublikasikan pada platform Instagram DasKonzert (Austria) 27 Juni 2023. Dalam konteks puisi atau lirik yang mengiringi lagu ini, bunga violet menjadi metafora bagi perasaan yang halus, penuh kasih, dan mungkin juga melankolis. Scarlatti menggambarkan keindahan alami bunga ini, sering kali mengaitkannya dengan perasaan cinta yang sering kali bersifat sementara atau penuh dengan kerinduan. Secara musikal, karya ini mencerminkan karakteristik Barok dengan melodi yang indah dan ornamentasi yang rumit, yang digunakan untuk mengekspresikan perasaan dan nuansa yang terkandung dalam liriknya.

Pada 2023 Beatrice merilis dua EP (Extended Play) digital, yaitu Violet (2023) bersama pianis Jonathan Wibowo, dan Evergreen (2023, 2024) bersama pianis Daniel Adipradhana. Rilis musik ini tersedia dalam media digital melalui platform streaming musik favorit pembaca seperti Spotify, Apple Music, YouTube Music. Pada Konser Murid The Resonanz pada 20 Agustus 2023 Beatrice membawakan tembang puitik Les Chemins de l’Amour (Francis Poulenc), “debut” berbahasa Perancis, bersama pianis Jonathan Wibowo, sebuah karya yang dibawakan dalam menyambut sesi Trinity Singing Oktober 2023.

Beatrice Consolata

Pada tahun 2023 Beatrice juga berpartisipasi dalam proyek HENSEL atas undangan Tim Parker-Langston. HENSEL Project adalah sebuah proyek musik yang diprakarsai oleh Tim Parker-Langston, yang bertujuan untuk mengangkat dan merayakan karya-karya Fanny Mendelssohn-Hensel, seorang komposer dan pianis Romantik asal Jerman yang karyanya sering kali kurang dikenal dibandingkan dengan saudara laki-lakinya, Felix Mendelssohn. Fanny Mendelssohn-Hensel dianggap sebagai salah satu komposer terkemuka pada masanya, tetapi karena norma-norma sosial pada abad ke-19 yang membatasi peran wanita dalam dunia musik, karyanya sering kali diabaikan atau tidak mendapat perhatian yang pantas.

HENSEL Project berfokus pada penemuan kembali dan promosi musik Fanny Mendelssohn-Hensel, serta mengangkat kontribusinya yang signifikan dalam musik klasik. Proyek ini melibatkan para musisi, termasuk penyanyi dan pianis, yang menginterpretasikan dan membawakan karya-karya Hensel, baik dalam bentuk konser maupun rekaman.

Beatrice Consolata terlibat dalam proyek ini sebagai seorang vokalis yang berkolaborasi dengan pianis Daniel Adipradhana, berpartisipasi dalam menyebarkan karya Fanny Mendelssohn-Hensel kepada publik yang lebih luas. Proyek ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi Beatrice untuk mengembangkan keterampilan vokalnya melalui karya-karya klasik, tetapi juga memberikan penghormatan pada Fanny Mendelssohn-Hensel sebagai komposer wanita yang berpengaruh namun sering terabaikan.

Keterlibatan Beatrice dalam HENSEL Project berkontribusi pada pelestarian dan pengakuan karya-karya musik yang telah membentuk sejarah musik klasik. Penampilan Beatrice dalam HENSEL membawakan dua tembang puitik karya tahun 1820 dari Fanny Mendelssohn-Hensel (1805-1847) dapat pembaca nikmati melalui kanal YouTube HENSEL, media musik digital, dan Instagram musik @beatriceconsolata.

Penampilan Beatrice pada tahun 2024 terbagi dua antara pentas paduan suara bersama TRCC (di Jakarta, Wina, dan enam kota di Spanyol) dan pentas solonya pada Konser Murid The Resonanz 29 September 2024 membawakan Voi che sapete (Wolfgang Amadeus Mozart) dari Le Nozze di Figaro. “Voi che sapete” kemudian ia bawakan lagi sebagai lagu pilihan dalam Kompetisi Piano Nusantara Plus Tembang Puitik pada 7 Desember 2024, setelah membawakan tembang puitik Ananda Sukarlan berjudul Perempuan Bersayap Malaikat karya puisi Muhammad Subhan (2023) sebagai berikut:

Ibu adalah malaikat
yang memberikan dua sayapnya
ke punggungku
agar aku bisa terbang.

Sementara Ibu
masih setia menunggu,
di jenjang Rumah Gadang
hingga aku pulang.

Dengan semangat penghargaan dan rasa syukur atas kasih sayang Ibu yang tak terhingga, Beatrice Consolata ingin menginspirasi banyak orang melalui perjalanan musiknya yang lintas generasi dan berkolaborasi lintas batas dalam ekosistem harmonis. Selamat Hari Ibu 2024, untuk semua Ibu yang telah memberikan sayap dan dukungan tanpa batas.

Penulis: Redaksi elipsis

Editor: Muhammad Subhan

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan