Apa Itu “Raso Pareso”?
Bulan Ramadan sebentar lagi datang. Ramadan bulan ampunan, dan harapannya setelah Ramadan, habislah sengketa dan penyakit hati.
Oleh M. Jamil Labai Sampono
SALAH satu nilai pribadi manusia menurut adat Minangkabau adalah punya “raso jo pareso”. Kalau tidak ada ini, maka habislah Minang. Yang tinggal hanya titik… titik….
Nan kuruik kundi
Nan merah sago
Nan baik budi
Nan indah baso.
Dalam diri manusia itu ada gumpalan. Bila gumpalan itu elok, eloklah tubuh seluruhnya. Bila gumpalan itu buruk (busuk), maka buruklah tubuh seluruhnya. Yakni hati. (HR. Muslim)
Di antara penyakit yang menggurita di nagari, banyaknya penyakit di hati. Tidak sedikit yang suka menyeleweng, dengki, bahkan berselisih sampai mati.
Yang lebih parah, tertutupnya pintu maaf (dendam) dalam hati yang berakibat banyaknya sengketa hingga menimbulkan pertumpahan darah.
Baca juga: Sambut Bulan Suci Ramadan, Mahasiswa Sekolah Adat Padang Panjang Gelar Makan Bajamba
Menurut Syara’, kalau tidak selesai di dunia, Dunsanak akan memikulnya nanti di akhirat. Apa lagi sengketa karena memakan atau menjual harta pusaka kaum. Kadang tidak terpikir saat hidup, namun setelah mati, yakni di akhirat, di sanalah mamak akan dituntut oleh kemenakan, di sanalah tetangga akan menuntut kezaliman, di sanalah rakyat akan meminta keadilan, dan di sanalah penyogok akan tertahan.
Sebentar lagi bulan Ramadan datang untuk kita memaafkan dosa masa lalu. Karena Ramadan adalah bulan ampunan, dan harapannya setelah Ramadan, habislah sengketa dan penyakit hati.
Baca juga: Prosesi Sakral Pengangkatan Pangulu Suku Sikumbang Tigo Niniak Jurai Sigando Berlangsung Meriah
Macam-Macam Hati
- Qalbissalim (Hati yang sehat dan bersih)
Hatinya lapang, pikirannya jernih, selalu mencari solusi, tenang, tersenyum di bibir, rendah hati, dan tawadhu’. - Qalbi mariyd (Hati yang sakit)
Tandanya adalah suka iri dan dengki, berkata kasar, riya, ujub, sombong, suka membanggakan diri, serta haus akan kekuasaan. - Qalbi mayyit (Hati yang mati)
Tidak lagi menerima kebenaran, tidak mau diberi nasihat, membalikkan fakta, suka pada yang hitam, takut pada yang putih (hidup dalam kemungkaran).
Apa obatnya? Ilmu, iman, dan amal saleh (empati dan persaudaraan).
Inilah yang dalam. Adat mengatakan raso adalah makanan hati atau nurani. Raso diangkat ke atas, pareso dibawa ke bawah. Maka, cara berpikir orang Minang adalah satu paket antara hati dan otak. Jangan timpang salah satunya. Jangan pula dipelihara hati yang rusak.
Selamat menunaikan ibadah puasa. Semoga bulan Ramadan kali ini menjadi bulan yang menghapus segala sengketa dan dosa… Aamiin. Salam badunsanak. []
M. Jamil Labai Sampono, Praktisi Adat Minang, Ketua Forum Literasi Adat Kota Padang Panjang.
Ikuti update terbaru tulisan-tulisan Majalahelipsis.id di media sosial Facebook dan Instagram. Dapatkan juga produk-produk yang diproduksi Sekolah Menulis elipsis seperti hoodie, kaus, atau buku. Khusus pelajar, mahasiswa, dan kalangan umum berstatus pemula yang berminat belajar menulis kreatif dapat mengikuti kelas di Sekolah Menulis elipsis. Hubungi Admin di nomor WhatsApp 0856-3029-582.
Penulis: M. Jamil Labai Sampono
Editor: Muhammad Subhan










