Alam

Alam adalah sumber pelajaran yang tak terbatas bagi manusia. Jika kita menjaga alam, alam pun akan menjaga kita.

Oleh Muhammad Subhan

“Alam terkembang jadi guru.” Begitu pepatah Minangkabau yang terkenal. Artinya, alam mengajarkan banyak hal kepada kita.

Nabi Ibrahim a.s. mencari Tuhan. Ia melihat bulan purnama bersinar terang di malam hari. Ia mengira bulan adalah Tuhan. Ketika pagi tiba, matahari muncul dengan sinar lebih terang, Ibrahim pun mengubah pandangannya. Mataharilah yang dianggapnya sebagai Tuhan.

Namun, saat senja datang, matahari tenggelam. Ibrahim berpikir, mustahil Tuhan menghilang.

Pergulatan panjang itu membawanya pada kesimpulan baru. Semua yang ia lihat hanyalah benda ciptaan. Tuhan adalah Sang Pencipta yang tak terlihat, tak bisa digambarkan, tapi keberadaannya bisa dirasakan.

Alam menyimpan banyak misteri.

Gunung tinggi, samudera luas, sungai berliku, dan hutan lebat adalah bagian dari alam. Semua itu menjadi sumber inspirasi manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Banyak penemu yang mengubah dunia bukan karena gelar akademik. Mereka bekerja keras menemukan sesuatu yang belum pernah ada. Albert Einstein, Thomas Alfa Edison, dan Isaac Newton adalah contoh tokoh yang mengukir sejarah dengan karya mereka.

Imam Al Ghazali pernah berpesan, “Berjalanlah kamu di atas dunia ini, maka banyak yang akan kamu lihat.”

Artinya, semakin banyak yang kita lihat, semakin banyak yang kita ketahui. Semakin banyak yang kita ketahui, semakin banyak pula yang bisa kita tulis.

Rasa ingin tahu adalah sifat positif manusia. Jika dikelola dengan baik, sifat ini akan membawa kita pada penemuan-penemuan baru. Keingintahuan menggerakkan pikiran untuk mencari dan menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi umat manusia.

Konsep “orang bisa, kenapa kita tidak” harus ditanamkan dalam diri setiap orang yang ingin maju. Orang sukses dan orang gagal sama-sama memiliki waktu 24 jam sehari. Pilihan ada di tangan kita.

Alam juga mengajarkan tentang keseimbangan.

Pohon memberi oksigen, hujan menyuburkan tanah, sungai mengalirkan kehidupan.

Namun, ketika keserakahan menguasai manusia, keseimbangan itu terganggu.

Hutan ditebang, sungai dikotori, udara tercemar. Akibatnya, bencana datang silih berganti. Alam seakan menangis atas perlakuan manusia.

Kita sering merasa berkuasa atas alam, padahal kita hanyalah tamu di bumi ini.

Rumah kita sebenarnya bukan gedung-gedung tinggi, melainkan hamparan hijau yang memberi kita hidup. Alam telah memberi segalanya tanpa meminta balasan.

Namun, seberapa sering kita bersyukur? Seberapa banyak kita menjaga apa yang telah dianugerahkan?

Merenungi alam adalah merenungi diri sendiri.

Kita, seperti daun yang akhirnya gugur, seperti ombak yang akhirnya reda. Hidup ini fana, dan alam terus mengajarkan kebijaksanaan.

Jika kita ingin belajar tentang kesabaran, lihatlah batu yang terus diterpa ombak. Jika kita ingin belajar tentang keteguhan, lihatlah gunung yang berdiri kokoh. Jika kita ingin belajar tentang ketulusan, lihatlah matahari yang tak pernah meminta balasan atas cahayanya.

Pada akhirnya, alam adalah cermin bagi kehidupan. Apa yang kita lakukan terhadapnya adalah cerminan dari siapa kita sebenarnya. []

Muhammad Subhan, penulis, pegiat literasi, founder Sekolah Menulis elipsis.

Penulis: Muhammad Subhan

Editor: Anita Aisyah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan