AI Harus Tetap di Bawah Kendali Manusia
Prinsipnya, AI itu mendukung kebutuhan manusia, membantu manusia, serta dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia.

Oleh Shantined
“Bersahabatlah dengan AI, bukalah mindset tentang AI, namun semua tetap di bawah kendali kita!” (Riri Satria)
DEMIKIANLAH kalimat pamungkas yang disampaikan oleh Riri Satria pada kuliah umum yang bertajuk “Era Digital dan Kecerdasan Buatan (AI) pada Dunia Kampus: Inspirasi, Adaptasi, serta Tantangan Mahasiswa”, yang dilakukan secara daring yang diikuti para civitas akademika (dosen dan mahasiswa) Universitas Yayasan Pendidikan Imam Bonjol (YPIB) Majalengka, Kamis (23/1/2024).
Sosok Riri Satria dikenal sebagai salah satu pakar digital di Indonesia serta dosen Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, juga mempunyai beberapa jabatan lain, di antaranya sebagai Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan RI, untuk bidang Digital, Siber, dan Ekonomi, selain juga sebagai Komisaris Utama PT ILCS Pelindo Solusi Digital, Perusahaan teknologi dalam Grup Pelabuhan Indonesia. Selain itu, beliau juga adalah Anggota Dewan Pertimbangan Ikatan Alumni Universitas Indonesia, juga adalah Anggota Dewan Juri untuk Indonesia Digital Culture Excellence Award. Jadi tepatlah jika topik ini dibawakan oleh beliau. Di samping itu, ia juga bergelut dengan puisi dan sastra, serta menulis puisi dan esai yang sudah dibukukan.
Pada sambutannya, Prof. Yoyon Suryono, Guru Besar Universitas YPIB Majalengka menyampaikan bahwa perkembangan teknologi seperti AI ini sudah tidak terhindarkan. Dunia pendidikan harus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan ini. Kita harus mampu menemukan pendekatan-pendekatan baru dalam pendidikan dengan menafaatkan teknologi AI ini.
“Prinsipnya, AI itu mendukung kebutuhan manusia, membantu manusia, serta dimanfaatkan untuk kemaslahatan manusia, termasuk dunia pendidikan,” demikian Prof. Yoyon Suryono menegaskan dalam sambutannya.
Acara berlangsung dua jam namun terasa sangat cepat. Paparan Riri Satria tentang AI ini benar-benar padat dan lengkap. Paket komplit untuk para peserta yang majemuk, berasal dari berbagai unsur keilmuan. Satu sesi pemaparan materi selama satu jam penuh, disambung satu jam untuk sesi tanya jawab. Sesi pertama layar pemirsa disuguhi oleh slide demi slide bahan paparan yang mudah dicerna dan dipahami sebab lebih banyak menampilkan bagan dan ilustrasi. Sambil menerangkan isi slide, dia menjelaskan apa maksud gambar tersebut beserta contoh dan implementasinya kepada para mahasiswa dan tenaga pendidik. Cara beliau menyampaikan materi sangat jelas dan runut, dengan gaya khas beliau yang humoris.
Ada hal menarik yang disampaikan Riri Satria dan selalu tekankan berkali-kali, bahwa kehadiran AI ini tidak usah ditakutkan! Karena seperti namanya yaitu kecerdasan buatan, maka itu adalah murni buatan manusia, dan karena buatan manusia, maka tetaplah di bawah kendali manusia. Bagaimanapun manusia lebih unggul dari segala aspek dibandingkan mesin hasil teknologi atau AI ini.
Dalam impelementasinya, AI mempermudah pekerjaan yang memerlukan data secara lebih cepat, lebih akurat, lebih komprehensif, namun manusia memegang peran untuk menganalisis dan membuat keputusan. Keputusan akhir tetap ada di tangan manusia.
Tuhan memberi enam jenis kemampuan manusia untuk berpikir yakni: creating, evaluating, analysing, applying, understanding dan remembering. Tiga kemampuan pertama disebut dengan HOTS (High Order Thinking Skills) atau kemamuan berpikir tingkat tinggi. Sedangkan tiga yang terakhir dikenal dengan nama LOTS (Low Order Thinking Skills) atau kemampuan berpikir tingkat rendah.
Pesan yang disampaikan Riri Satria adalah jangan sampai generasi muda kita kehilangan kualitas sehingga menjadi penonton di negeri sendiri. Dengan demikian bonus demografi Indonesia menuju Indonesia Emas tidak memberikan nilai tambah untuk membawa Indonesia keluar dari middle income trap atau jebakan negara berkembang dan tak kunjung menjadi high income countries atau negara maju dengan pendapatan tinggi.
“Tak ada waktu untuk menundanya, semua harus bergerak cepat mengejar ilmu yang terus berkembang. Dosen dari berbagai fakultas harus menguasai AI karena akan berhadapan dengan mahasiswa yang aktif menggunakan AI untuk menyelesaikan tugas, skripsi, thesis, bahkan disertasi,” demikian Riri Satria menegaskan.
Adapun AI adalah ibarat alat bantu yang akan berguna jika berada di tangan yang tepat, namun akan jadi bumerang bila digunakan oleh orang yang salah. Seperti sebilah pisau, akan bermanfaat bagi tukang masak, menghasilkan makanan yang lezat. Namun, bila ada di tangan orang jahat, bisa dipakai untuk alat melakukan tindak kriminal.
Pada bagian akhir paparannya, Riri Satria membagikan 10 tips kepada para mahasiswa untuk menjadi generasi gemilang yang tahan banting terhadap kemajuan jaman dan teknologi, yaitu (1) membangun growth mindset dengan mengoptimalkan High Order Thinking Skills (HOTS), (2) kompeten dan berdaya saing dalam bidang masing-masing, (3) mampu menganalisis berbagai persoalan dengan baik dan memecahkan masalah, termasuk memahami fenomena post truth saat ini, (4) berpikir kreatif, inovatif, serta kritis, (5) memahami perkembangan ekosistem digital untuk keseharian, (6) mengikuti perkembangan teknologi terutama digital, internet serta siber dan manfaatnya untuk kehidupan, (7) memperluas pertemanan global, (8) memastikan bahwa apa yang digerakkan menciptakan nilai atau value dan memahami manajemen risiko sehari-hari, (9) mamahami dan menerapkan manajemen waktu yang baik, mampu menentukan mana yang prioritas, serta (10) selfcaring atau tahu memahami diri sendiri dan menjaganya, termasuk yang utama aspek spiritualitas.
Pada sesi tanya jawab, salah satu peserta menanyakan seberapa besar kita harus bertoleransi terhadap AI, dan jawabannya adalah buka sebesar-besarnya namun kendali di tangan kita.
Menyimak paparan Riri Satria, saya sepakat bawa AI itu tetaplan kecerdasan buatan walaupun mampu meniru kecerdasan manusia. Namun sekali lagi, tetap buatan. Kemampuan manusia berkomunikasi dengan AI sangatlah menentukan kesuksesan penggunaan atau pemanfaatannya. Kemampuan komunikasi atau yang biasa disebut dengan prompting itu dengan berbagai bentuknya, jika tidak dipahami dengan baik, tetap tidak akan memberikan nilai tambah yang tinggi dalam penggunaan AI. Karena prompting ini banyak menggunakan bahasa manusia alami, maka kemampuan logika dan kemampuan menulis menadi sangat penting.
Jadi, menurut saya, sangat salah jika ada anggapan yang mengatakan jika menggunakan AI maka memampuan logika dan menulis kita menjadi tumpul. Sekali lagi, menurut saya tidak! Justru kedua kemampuan itu harus terasah dengan baik supaya dapat berkomunikasi dan menggunakan AI dengan baik melalui prompting tadi.
Akhirnya, paparan Riri Satria selama satu jam tersebut terasa “sampai” pada peserta sebagai pesan ilmu baru bermanfaat yang mudah dicerna, terbukti dari banyaknya pertanyaan yang dijawab tuntas oleh beliau. []

Shantined, penyair, cerpenis, serta ativis sastra, berdomisili di Depok Jawa Barat, penulis buku kumpulan puisi Kita yang Tersisa dari Luka Cuaca serta buku kumpulan cerpen Saga, Serigala, dan Sebilah Mandau.
Penulis: Shantined
Editor: Muhammad Subhan
-
Ping-balik: AI Harus Tetap di Bawah Kendali Manusia - Riri Satria