๐—ฃ๐—ฒ๐—ฑ๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ป๐—ด ๐—ž๐—ฎ๐˜๐—ฎ-๐—ž๐—ฎ๐˜๐—ฎ

Perkara semangat yang menurun dan kekeringan ide dalam menulis sudah lumrah terjadi pada penulis mana saja.

Oleh Tek Nun

SEDERET kata-kata yang membuat semangat menulis kembali membara. Sebuah lemparan kata-kata yang kembali membangkitkan gairah untuk kembali menulis. Dalam hal ini, menulis bukan hanya bertujuan sebatas hobi tetapi lebih dari itu. Lebih khususnya untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Malam ini, Senin, 6 Januari 2025, Kota Bukittinggi diguyur hujan lebat. Tetapi entah kenapa diri ini seperti kepanasan. Terbakar api semangat yang sengaja disulut Pak Guru Muhammad Subhan (Founder Sekolah Menulis elipsis) di kelas elipsis agar siswa-siswanya yang “malas” seperti “Kang Panci” (tertuju pada penulis) kembali bersemangat untuk kembali menulis.

Sudah sangat lama jemari ini sibuk secral-secrol tak karuan. Alhasil, sumur ide yang dulunya penuh kini mulai menyusut bahkan hampir kering kerontang. Kang ide yang sering mampir justru tak diacuhkan alias tanpa eksekusi.

Kalaupun ada eksekusi itu pun jumlahnya sangat sedikit sekali. Masih jauh dari harapan. Jangankan satu kali sehari, satu kali sebulan pun tak terlihat hilalnya.

Apakah begini penampakan seorang pedagang kata-kata?

Apakah seperti ini penampakan tulisan yang bisa menghasilkan cuan? Tentunya jawabannya tidak.

Sebagai seorang penulis yang ingin menjadikan tulisannya sebagai jembatan menghasilkan cuan tentunya harus melakukan berbagai cara. Salah satunya adalah menulis di media cetak, baik media lokal maupun media nasional.

Seperti yang dipaparkan oleh Muhammad Subhan di kelas elipsis tadi malam. Ada sekitar tujuh belas jurus yang cukup membuat diri ini kembali terbangun dari lelapnya menulis.

Dari tujuh belas jurus yang ada, masa iya tidak satu pun bisa dilakukan dan menghasilkan?

Malu dong dengan tulisan-tulisan sebelumnya. Malu dong dengan panci gosong yang sudah setia menemani bertahun-tahun. Yuklah bangkit!

Perkara semangat yang menurun dan kekeringan ide dalam menulis sudah lumrah terjadi pada penulis mana saja. Namun, saat masa itu tiba, mari rehat sejenak tapi tidak untuk berhenti selamanya.

Beberapa penulis terkadang kesempatan untuk rehat sejenak malah kebablasan secral-secrol. Dan melupakan tujuan utamanya sebagai seorang penulis. Sadar sadar tahun sudah berganti dan belum satupun karya yang dihasilkan.

Katanya mau berdagang kata-kata. Mau menjadi seorang penulis yang bisa menghasilkan cuan. Mau menjadi seorang penulis yang berbayar. Tapi โ€ฆ

“Tapi apa, Tek Nun?” tanya boneka Minion.

“Tapi waktu dihabiskan hanya untuk secral secrol tanpa ada satu pun tulisan yang dihasilkan.”

Yuklah, mumpung masih di awal tahun segera benahi pikiran dan jempol agar tak lagi sibuk secral secrol. Buatlah kesepakatan untuk menulis setiap hari. Agar apa yang dicita-citakan tercapai. Agar keinginan menjadi seorang pedagang kata-kata dapat terwujud.

Baa Mpol, lai tadanga apo kecek Tek Nun tu?” kecek jari manis yang kemarin dibelikan cincin mainan.

Apo tu?”

Lai amuah agau karajo samo, menulis setiap hari.”

“Aku mah ngikut aja. Dirimu aja yang nggak karuan. Terkadang kalau dipikir-pikir dirimu sudah tak berperikejempolan.”

“Maksud lo? Tak berperikejempolan? Maksudnya?”

“Iya, tak berperikejempolan. Udah panas ini jari masih saja dipaksa secral secrol. Capek tau!” bentak si jempol sambil membuang muka.

“Iya iya, aku janji. Besok nggak lagi.”

Omongan lu nggak bisa dipegang. Kau buktikan aja kalau memang iya. Aku tak mau dibohongi terus.”

Ku tak mau โ€ฆ Tak mau lagi kau tipu
Tak mau lagi kau sentuh
Nyatanya cintamu palsu
Ku tak mau โ€ฆ Tak mau lagi kau tipu
Tak mau lagi kau sentuh
Kau udah di balik batu

(Ungu, Lesti, Nassar)

Bukittinggi, 6 Januari 20250

Tek Nun, nama pena dari Nurhayati, seorang guru dan penulis di Bukittinggi, bergiat di Sekolah Menulis elipsis.

Penulis: Tek Nun

Editor: Neneng J.K.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan